14 JAMES VS YASHELINO : TARGET JAMES MEMBUAT YAS MARAH

Perasaannya saat ini benar-benar tidak karuan, rasa kesal, marah, dan kecewa semua bercampur menjadi satu. Benar-benar selalu berbuat semaunya, pikir Yas. Tidak ada lagi yang mengerti dirinya, takkan pernah. Seolah semua yang ia lalui hari ini dan esok, tidak membuat semuanya hancur hanya karena sebuah berita itu.

Bagi Yas, berita itu akan membawa dampak buruk bagi kesehariannya. Apalagi jika semua orang mulai memandanginya dengan penuh keingintahuan. Bukan seperti ini hidup yang ia inginkan, tidak begini.

Jika ada seseorang yang bisa membantunya menghentikan perjodohan ini, maka ia akan jatuh kepada orang itu seumur hidupnya. Seandainya saja, tapi tentu tidak akan pernah terjadi. Yas langsung menggelengkan kepalanya sesaat setelah menyadari apa yang baru saja dirinya pikirkan.

Keluar dari gedung dengan ponsel yang berada dikedua tangannya. Yas mencoba mencari kontak seseorang untuk dikiriminya sebuah pesan, lalu tidak lama kemudian terdapat panggilan masuk dari Bundanya yang membuat laki-laki itu menghela nafas.

Tanpa menunggu lama, ia langsung mengangkat panggilan tersebut sembari memasang kaca mata hitamnya kembali ketika menyadari semua pekerja papanya mulai memperhatikan dirinya.

"Halo Bund," ujar Yas yang kini berjalan tergesa-gesa dan berusaha mengabaikan berbagai banyak tatapan yang tertuju kearahnya.

"Kamu baik-baik aja kan?" tanya wanita itu yang begitu jelas sedang terlihat mengkhawatirkannya.

Membuat Yas yang mendengar pun langsung menghela nafas, lalu berkata, "Iya, aku baik-baik aja kok," jawabnya meyakinkan.

"Bunda dapet kabar kalau kamu datang ke Perusahaan Papa, apa itu bener?" tanyanya berusaha memastikan.

Yas kembali menghela nafas, ia sudah bisa menduganya bahwa seseorang di dalam sana akan memberitahukan perihal kedatangannya ke Perusahaan kepada Bundanya.

Membuat laki-laki itu terpaksa harus berkata yang sebenarnya. "Iya, Yas tadi mampir aja karena udah lama gak ke sana," jawabnya beralasan.

"Yacel mau ke mana sekarang? tanya wanita itu.

"Aku mau ke kampus kayanya, Bund." Memang benar, setelah mengunjungi Orland, ia akan pergi ke kampus seperti apa yang dirinya katakan tadi di telepon kepada Sahabatnya.

"Ya udah kalau gitu," ujar Bundanya, "Bunda tutup teleponnya ya, bye."

"Iya, bye." Yas pun langsung menghela nafas lega setelah panggilan itu telah berakhir. Kemudian dengan cepat ia mengirimkan sebuah pesan chat kepada Sahabatnya itu agar segera menjemputnya didekat Perusahaan Orland.

Cukup lama menunggu hingga akhirnya mobil yang begitu familier pun tertangkap dalam pandangannya. Ia dengan cepat berjalan mendekati mobil sport berwarna putih tersebut dan memasukinya.

Yas langsung menyandarkan punggungnya pada sandaran, lalu memejamkan kedua matanya. Sedangkan Alfiz yang melihat itu pun langsung menoleh sekilas kearahnya, lalu berkata, "Gimana?" tanyanya yang seolah mengerti apa yang telah terjadi kepada laki-laki disampingnya itu.

"Keras kepala," jawab Yas dengan sangat frustasi. Kemudian suasana kembali hening dengan Alfiz yang sibuk menatap jalanan raya dengan berbagai pikiran yang berkecamuk saat ini.

"Terus, apa yang bakal lo lakuin?" tanya Alfiz lagi, "Berita itu udah terlanjur kesebar kemana-mana, Yas."

"Gue tahu," gumamnya, kemudian kedua tangannya mengepal kuat dan Alfiz melihatnya sendiri. Ia mengerti bagaimana perasaan laki-laki itu saat ini, dan setidaknya dirinya lebih beruntung jika dibandingkan dengan kehidupan Sahabatnya.

"Apa lo ada rencana?" tanya Alfiz.

Kemudian Yas pun meneggakkan tubuhnya dan menoleh kearah samping dimana Sahabatnya itu berada. Begitu pula dengan Alfiz yang saat ini mendadak menghentikan mobilnya secara tiba-tiba ditengah jalan. Beruntung jalanan sepi sehingga tidak akan ada drama kecelakaan yang mengakibatkan mobil kesayangan laki-laki itu rusak.

"Kalau emang ada, mungkin gue gak bakal nunggu lama lagi."

Keduanya pun langsung tersenyum dengan pandangan salig menatap, seolah mereka memiliki pemikiran yang sama tentang rencana tersebut.

Mobil sport putih tersebut pun memasuki area kampus. Seperti yang sudah keduanya duga bahwa semua pasang mata pasti akan langsung melihat kearahnya dengan harapan bahwa seseorang yang mereka kagumi berada di dalamnya.

"Fans lo udah pada lirik aja," ujar Alfiz, sedangkan Yas yang mendengarnya langsung berdecak karena laki-laki itu tahu bahwa sahabatnya baru saja menyindirnya.

"Gue gak mau fans," jawabnya dengan ketus, "Dan, gue gak butuh itu."

Alfiz memandang laki-laki itu yang saat ini baru saja keluar dari mobil, kedua alisnya bertaut dan menggelengkan kepala setelahnya.

"Sombong banget," gumamnya, "Untung Sahabat gue."

Ia pun keluar dari mobil dan menyusul Yas yang sudah berjalan jauh disana. Sebuah senyuman pun tersungging ketika semua mahasiswi di kampus ini memandang pangeran mereka dengan begitu memuja.

Sudah bisa dirinya duga, bahwa pasti saat ini laki-laki itu sedang merasa risih dengan semua pasang mata yang menatap lurus hanya tertuju kepadanya itu.

Yas berjalan terus menuju ke sebuah tempat dimana ia bisa terbebas dari semua tatapan-tatapan yang membuatnya risih. Dirinya sungguh tidak merasa nyaman, apalagi setelah mendengar beberapa orang yang berbisik tentang berita itu.

Berjalan lurus, lalu berbelok dan menaiki anak tangga satu per satu hingga ia tersadar bahwa saat ini dirinya sedang berada di Rooftop seorang diri.

Ketika sampai Yas langsung menendang semua benda yang ada didekatnya itu dengan kekesalannya. Ia melampiskan semua yang sedang dirasakannya saat ini kepada sebuah kursi atau meja yang sudah rusak dan tidak terpakai itu.

"Gue benci semuanya," ujar Yas berteriak, "Gue juga benci lo, Orland!"

Ditengah-tengah kekesalannya saat ini, sebuah dering notifikasi dari ponselnya pun terdengar. Yas dengan cepat langsung mengeceknya dan ternyata itu pesan chat dari James, saudaranya sendiri.

Satu tangannya mengepal kuat, ia tidak suka dengan saudaranya itu yang selalu bermain-main dengan banyak wanita, tetapi kali ini laki-laki itu menargetkan seorang perempuan yang baik-baik.

Yas marah, dan ia ingin menghentikannya saat ini. Dirinya merasa jika perbuatan James kali ini benar-benar kelewatan dan itu hanya akan menghancurkan mental gadis itu sendiri.

Saudaranya itu baru saja mengiriminya sebuah foto dimana disana memperlihatkan seorang gadis yang sedang tertidur lelap di dalam mobil. Ia menggelengkan kepala ketika melihat sikap kurang ajar James kepada seseorangitu.

Dengan cepat Yas menghubungi laki-laki itu tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa James akan menerima panggilannya. Mengetahui itu ia kembali menendang benda-benda terbengkalai yang ada didekatnya itu.

Kembali laki-laki itu mencoba menghubungi James hingga di deringan terakhir sebuah suara seseorang diseberang sana pun terdengar.

"Apa?" tanya James.

"James, lo gila?!" ujar Yas yang benar-benar tidak mengerti dengan saudaranya itu. Ia marah karena seharusnya laki-laki itu tidak bermain dengan seorang gadis yang sama sekali tidak terlihat sama dengan bejadnya seorang James.

"Kenapa sih emangnya?" tanya James, "Baru kali ini lo se-ngamuk ini sama apa yang gue pilih jadi target gue."

Yas masih diam dengan kedua mata yang menatap tajam, rahang yang mengeras dan satu tangannya mengepal kuat. Jika seandainya James berada dihadapannya, maka sudah pasti ia akan meninju wajahnya habis-habisan.

"Jangan dia!" ujar Yas dengan penuh penekanan.

Terdengar suara kekehan dari seberang sana, "Kenapa gak boleh dia? Oh, apa jangan-jangan lo suka sama cewek culun ini?" ujarnya.

Mendengar perkataan saudaranya saja sangat membuat Yas benar-benar merasa muak ingin segera menendang orang itu jika seandainya laki-laki tersebut berada dihadapannya.

"Gue gak mungkin suka sama dia!" ujar Yas dengan suara beratnya, "Lepasin dia, atau gue tonjok lo nanti."

"Kalau emang lo gak suka sama dia, seharusnya lo gak harus peduli sama target gue kali ini."

"James," panggil Yas seolah sedang memperingatinya.

"Gue gak peduli, Yas." James tersenyum smirk diseberang sana, ia seakan memiliki sebuah rencana yang tidak akan pernah Yas duga suatu saat nanti. "Kita liat aja nanti, apa yang bakal lo lakuin setelah ini."

James mematikan sambungan teleponnya sepihak, dan itu membuat Yas benar-benar sangat marah. Ia sangat ingin meninju wajah dari saudaranya itu, dirinya tahu bagaimana bejadnya laki-laki itu.

"James," gumamnya, "Lo nantangin gue?"

avataravatar
Next chapter