33 EMAS YANG MEMELIHARA SAMPAH KELUARGA

Yashelino saat ini tersenyum memandang saudaranya tersebut yang sedari tadi hanya diam dan tidak berbicara apapun meskipun sudah berbagai cara ia lakukan hanya agar dirinya bisa berbincang dengan laki-laki yang berada dihadapannya itu.

Sepertinya James memang benar-benar mengalami perubahan drastis sejak targetnya menjadi miliknya meskipun hanya sementara saja. Kedua mata Yashelino saat ini memincing menatap seseorang yang berada di depannya tersebut seolah sedang menerawang apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"James," panggilnya. "Lo gak beneran punya perasaan 'kan sama cewek itu?"

Perkataan yang cukup sensitif untuk seseorang seperti James membuat Yashelino langsung mengulum senyumannya ketika ternyata ia berhasil mengalihkan perhatian dari saudaranya tersebut kepada dirinya.

"Seriously?" ujar James dengan satu alis yang terangkat. "Kalaupun gue punya perasaan sama dia atau enggak, itu bukan jadi masalah lo lagi 'kan?"

Sungguh benar-benar diluar dugaan atas apa yang baru saja didengarnya membuat Yashelino menjadi merasa tertarik untuk mendengarkannya lebih lanjut.

"Jadi selama ini lo nargetin dia bukan semata-mata buat tidurin dia?"

James menghela nafasnya, kemudian memalingkan wajahnya kearah lain dan berkata, "Tahu apa lo tentang gue, hah?" ujarnya.

"Lo tahu kalau gue gak suka diatur?" lanjutnya lagi.

Mendengar hal tersebut Yashelino langsung terkekeh sinis dengan kedua tangan yang saat ini digunakan untuk menopang dagunya.

"Gue tahu kok," ujarnya santai. "Tapi masalahnya 'kan ada di lo sebenarnya."

Laki-laki yang sedari tadi terdiam pun kini kembali menoleh dengan tatapan datarnya seolah sedang merasa kesal ingin memukul wajah dari seorang Yashelino jika saja ia tidak ingat bahwa saudaranya itu adalah orang yang sangat berpengaruh untuk keselamatan kehidupan dari dirinya selama ini.

"Kalau aja lo bukan siapa-siapa gue," ujar James menggantung. "Pasti lo udah habis ditangan gue."

"Ugh, takut gue," ujar Yashelino dengan satu kedipan sebelah matanya. "Gue bakal selalu nunggu lo."

James yang mendengarnya terperangah, kemudian terkekeh kecil sebelum akhirnya menggelengkan kepala setelah mengetahui jawaban yang tidak terduga itu dari saudaranya itu.

Tentu saja, Yashelino juga menjadi ikut terkekeh ketika melihat saudaranya yang saat ini sepertinya sedikit terhibur karenanya.

"Jadi, kenapa lo jadi kaya gini?" tanyanya yang kini mulai serius. "Apa ada yang masih lo sembunyiin dari gue?"

Kedua manik mata dari James saat ini menatap cukup intens seseorang yang berada dihadapannya itu.

"Kenapa lo selalu berpikir kalau gue kaya gini karena lo udah ambil target gue?"

"Mungkin karena terlalu kelihatan," jawab Yashelino dengan kedua alis yang terangkat bersamaan dengan mengedikkan bahunya. "Apa perkiraan gue salah?"

Laki-laki itu langsung meneguk ludahnya seketika, kemudian menghela nafas sebelum akhirnya memandang penuh kearah seseorang yang berada dihadapannya saat ini.

"Yas, lo beneran mau pake dia buat jadi tameng perjodohan konyol lo itu?"

"Iyalah, emangnya kenapa?" tanya Yashelino. "Gue udah pikirin itu mateng-mateng semalaman."

"Tapi kenapa firasat gue bilang kalau lo gak akan pernah bisa berhasil dapetin cewek itu?"

Yashelino yang mendengarnya pun langsung terkekeh, lalu menggelengkan kepala sembari tersenyum smirk.

"Memang firasat atau kata lo?" ujarnya menebak. "Jangan kaya anak kecil gini deh cuma karena gue pinjem sebentar mainan lo tapi lo gak mau."

"Karena itu diri gue yang sebenarnya, lo tahu itu 'kan?"

"Ya, tapi buat kali ini aja James, sementara."

Entah kenapa begitu sulit untuknya mempercayai apa yang sedang dikatakan oleh seseorang sepertinya karena laki-laki itu yang selalu saja membuatnya bimbang antara harus percaya penuh padanya atau mungkin malah tidak sama sekali.

"Jujur gue gak tahu harus percaya atau enggak sama kata-kata lo itu."

"Kenapa gitu?" tanya Yashelino dengan kerutan dikeningnya. "Justru lo harus percaya penuh sama gue, right?"

"Untuk saat ini mungkin iya," Ujar James menggantung. "Tapi suatu saat nanti kalau seandainya lo udah tahu yang sebenarnya mungkin bakalan beda."

Hal tersebut semakin mengundang Yashelino menjadi semakin penasaran akan apa yang sebenarnya dikatakan oleh laki-laki dihadapannya itu saat ini.

"James," ujar Yashelino. "Lo gak mau target lo sama gue, tapi lo sendiri makin bikin gue punya keyakinan yang kuat kalau gue bakal beruntung milikin dia."

"Gue bilang kaya gini karena gue gak suka lo yang jadi pemiliknya." James berkata yang sejujurnya mulai saat ini sehingga membuat saudaranya yang sekarang sedang memandangnya itu pun menjadi sedikit kesal. "Secara logika, lo cuma pengganti posisi gue sementara karena pemilik yang sebenarnya ada di sini, bener 'kan?"

Setelah itu James langsung mengeluarkan sebatang rokok dan pematiknya, kemudian menghisapnya secara perlahan dan menghembuskannya kembali. Ia benar-benar sudah merasa lega atas apa yang baru saja dirinya katakan kepada Yashelino yang merupakan saudaranyanya sendiri.

"Gue mungkin cuma sampah keluarga yang udah seharusnya dibasmi," ujarnya lagi. "Tapi lo adalah emas di keluarga lo sendiri, dan seandainya keluarga tahu kalau ternyata lo melihara sampah, apa kata mereka nanti?"

Deg.

Kedua tangan Yashelino mengepal kuat saat ini setelah mendengarkan apa yang baru saja dikatakan oleh saudaranya itu. Bersamaan dengan hatinya yang mencelos ketika ternyata James berpikir sebejad itu terhadapnya.

"James," panggil Yashelino. "Apa lo gak sadar sama apa yang udah lo bilang barusan?"

Dilihatnya laki-laki itu yang saat ini masih saja diam dengan sebatang rokok yang sedang dihisapnya secara berulang membuat Yashelino langsung memalingkan wajahnya kearah lain dengan perasaan sesaknya.

"Apa lo gak tahu gimana rasanya jadi diri gue?" gumamnya. "Lo gak pernah tahu, 'kan?! Gue jadi boneka mereka dan gue ..."

Seseorang yang berada dihadapannya saat ini masih belum ingin memalingkan wajahnya untuk sekedap menatapnya hingga dimana James benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Yashelino.

"Gue gak perlu tahu apapun soal lo," ujar James malas. "Gue gak mau tahu tentang itu."

"Itu karena lo gak mencoba jadi diri gue, James. Lo gak mau ngerti perasaan gue, sedangkan gue harus selalu berada didekat lo."

James menghela nafas panjang, kemudian mematikan rokok tersebut dengan kedua tangannya yang saat ini mengepal kuat. Setelah itu menggebrakkan meja sehingga semua penghuni kantin pun memusatkan perhatiannya kepada mereka berdua.

"Sejak awal gue udah pernah bilang sama lo, Yas. Kalau gue gak pernah nyuruh lo buat bertahan sama gue, tapi lo selalu aja keras kepala dan bicara soal kita bersaudara."

"Coba lo buka mata lo, Yas. Gue ini udah dibuang, tapi bisa-bisanya lo masih mau pertahanin gue dikeluarga Albert." James seolah sedang melampiaskan semua amarahnya yang sudah sejak lama dipendamnya tersebut, kemudian laki-laki itu berbisik, "Dan itu juga yang jadi alasan kenapa semua orang gak boleh ada yang tahu identitas gue yang sebenarnya."

Setelah itu James benar-benar sudah pergi meninggalkannya seorang diri dengan ia yang saat ini sedang melamun memikirkan setiap perkataan yang keluar dari mulut saudaranya itu.

"Kapan lo bakal sadar, James?" gumamnya. "Gue yang sebenarnya butuh lo, bukan lo yang butuh gue."

avataravatar
Next chapter