20 DATANGNYA WANITA JAMES

James langsung berdiri dan membenarkan pakaiannya yang terlihat acak-acakan. Kemudian ia meraba sudut bibirnya yang terkena pukulan mendadak dari saudaranya tersebut membuat laki-laki itu langsung meringis seketika.

Sementara itu Didan yang melihatnya hanya menggeleng seraya menghela nafas, tidak ada yang bisa menghalangi seorang Yashelino jika sudah terlihat murka. Bahkan jika itu adalah Alfiz sekalipun, karena itu hanya akan semakin memperumit keadaan.

"Lo gak apa-apa, James?" tanyanya yang tidak tega melihat keadaan dari sahabatnya tersebut.

Mendengar itu James langsung menggeleng, ia berkata, "Gue gak apa-apa, biasa aja liatinnya bisa?" ujarnya dengan suara beratnya.

Didan menatapnya dengan datar, ia menghela nafasnya dan kembali berkata, "Kenapa lo gak jelasin sendiri aja sih ke Yas?" ujarnya terheran, "Daripada lo makin bonyok entar."

"Gak bisa, lo gak akan ngerti," ujar James yang membuat seseorang yang berada dihadapannya itu pun langsung berdecak.

"Selalu kaya gitu," gumam Didan yang merasa seolah bahwa dirinya benar-benar tidak dianggap sebagai seorang sahabat. Sedangkan James yang melihat itu langsung berdecak, ia berkata, "Gak usah lebay deh lo, gitu doang baperan."

"Gue serius sakit hati ini, malah dibilang baperan, tai banget!"

James yang mendengarnya langsung terkekeh, tetapi beberapa saat kemudian langsung kembali meringis membuat Didan yang melihatnya begitu sangat puas.

Laki-laki itu berkata, "Uh, mampus lo! Emangnya enak hm?" ujarnya dengan satu alis yang terangkat.

Tidak berniat menjawab, akhirnya James hanya memasang wajah datarnya dengan satu tangan yang meraba sudut bibirnya. Kemudian beberapa saat kemudian datanglah seorang wanita yang Didan yakini sebagai fans fanatik dari seorang laki-laki playboy yang sedang bersamanya saat ini.

"YA AMPUN, JAMES! KAMU KENAPA?!"

Suara yang mampu memekakan telinga tersebut baru saja datang memasuki ruangan kelas dengan suara hebohnya tersebut, sedangkan James yang melihat itu langsung menghela nafas.

Sebenarnya ia sedang malas berhadapan dengan seseorang seperti wanita yang berada dihadapannya saat ini, dirinya sangat enggan sehingga Didan yang melihatnya langsung berkata, "Larissa, ngapain lo disini?"

Wanita tersebut yang sedang berada dihadapan James pun langsung menaikkan satu alisnya, ia berkata, "Sayang, kamu denger ada orang ngomong gak?"

Didan yang mendengarnya pun langsung terperangah, benar-benar menyebalkan pikirnya. Kemudian ia menoleh menatap James yang saat ini sedang memasang ekspresi datarnya, lalu menggeleng sebagai jawaban.

Akhirnya mau tidak mau James harus mengurusnya sendiri, ia mendorong sedikit lebih jauh darinya membuat Larissa yang melihatnya pun langsung berdecak, "Kok kamu gitu sih sama aku?!"

"Larissa, dengerin gue," ujar James yang berusaha menahan diri untuk tidak lepas kendali dihadapan wanita itu.

Dilihatnya wanita itu yang langsung mengangguk begitu patuh sehingga membuat Didan yang memperhatikannya sedari tadi pun langsung memutar bola matanya.

"Huek, jijik banget gue liatnya."

Sementara itu Larissa yang mendengarnya langsung tersenyum begitu manis, kemudian ia berkata, "Oke, Larissa bakal dengerin semua apa kata kamu."

Laki-laki itu pun tersenyum smirk, ia berkata, "Janji?" ujarnya.

Wanita itu mengangguk, berkata, "Janji." Kemudian ia menunggu apa yang akan dilakukan oleh James kepadanya membuat Didan yang melihatnya ingin pergi dari sini jika saja laki-laki itu tidak memperingatinya untuk tak pergi kemanapun.

"Jangan datengin gue kalau gue gak manggil lo, ngerti?"

Larissa langsung merubah ekspresi menjadi sedih membuat James yang melihat itu begitu gemas, bibir yang seakan ingin diterkam itu pun begitu memohon kepadanya untuk tidak mengabaikannya.

"Kok gitu?" ujar wanita tersebut.

"Inget, janji adalah janji. Lo tadi udah setuju sama kesepakatan gue," ujar James yang tidak terbantahkan.

"Hm ... ya udah deh," putus Larissa, "Kalau gitu aku pergi dulu, bye ganteng!"

Melihat kepergian dari seorang Larissa membuat Didan langsung mendesah lega, sedangkan James memijit pangkal hidungnya sesaat sebelum akhirnya berkata, "Lo gak mau bolos?"

"Hah?" ujar Didan yang terkejut, sedangkan laki-laki itu yang melihatnya pun langsung berdecak, ia berkata, "Gue tahu lo gak budeg. Mau kagak?"

"Mau aja sih, tapi si Alfiz sama Yas gimana?"

"Biarin aja dia suruh temenin si Yas, lo ikut gue aja, ayok!"

Entah kenapa Didan merasa ragu sehingga James yang melihatnya langsung berdecak, ia berkata, "Kita ke Cafe, buruan."

Setelah itu laki-laki tersebut pun langsung berdiri dari duduknya mengikuti James yang sudah berjalan keluar. Ia langsung menghubungi Alfiz untuk memastikan bahwa laki-laki itu tidak membiarkan Yas seorang diri.

"Halo, Fiz."

"Apa?"

Didan saat ini sedang berjalan seraya berbicara dengan Alfiz ditelepon, ia terus melangkahkan kakinya mengikuti James yang hendak menuju kearah parkiran dimana mobil sport dari laki-laki itu berada.

"Gue sama James mau bolos, lo temenin si Yas ya," ujarnya kepada laki-laki itu.

"Anjing, gak ajak-ajak lo."

"Duh, gimana ya? Gue juga kagak tahu nih, si James mendadak bilangnya."

Terdengar suara decakkan dari seberang sana membuat Didan terkekeh seketika.

"Lo gak apa-apa, Fiz?" tanyanya.

"Gak apa-apa gimana, gue kena amuk si Yas."

Didan kembali terkekeh, ia berkata, "Sabar, demi sahabat."

"Sabar terus gue mah," ujar Alfiz diseberang sana.

Ketika sampai di parkiran, Didan langsung memasuki mobil sport milik James seraya berkata, "Fiz, gue tutup dulu teleponnya ya."

"Hm..."

"Ya elah, jangan ngambek gitu, gak cocok buat lo."

Sedangkan James yang mendengarnya langsung terkekeh, ia berkata, "Coba tanya si Yas lagi ngapain," ujarnya kepada Didan.

Laki-laki itu yang mendengarnya pun langsung mengangguk, ia berkata, "Fiz, si Yas lagi ngapain?"

"Gue lagi gak sama dia," jawab Alfiz. "Dia pengen sendiri, sekarang gak tahu deh dia kemana."

James yang mendengarnya pun langsung berkata, "Paling di Rooftop, tapi ya udah lah, biarin aja, dia mungkin emang bener-bener butuh waktu buat sendiri."

"Hm ... enak banget ya lo kalau ngomong," ujar Alfiz yang langsung disambut kekehan oleh kedua orang sahabatnya tersebut. "Terus nasib gue gimana, bego?!"

"Eh, gak boleh gitu ngomongnya, gak baik lho."

Alfiz berdecih, ia berkata, "Dih, najis banget geli gue."

"Ya udah lah, lo temenin si Yas dulu," ujar James, "Nanti gantinya kita ke Club deh, gimana?"

"Gak tertarik gue," ujar Alfiz, "Pengennya juga si anu."

Didan langsung menghela nafas, ia berkata, "Hadeuh, mau sampe kapan sih lo berharap sama dia? Cewek banyak, lho. Lo tinggal pilih aja tuh, lo juga ganteng, apa lagi yang kurang?"

"Tunggu, ini ngehina apa gimana ya?" ujar Alfiz diseberang sana.

Laki-laki itu, James yang mendengarnya langsung menggelengkan kepala, ia benar-benar tidak habis pikir dengan dua sahabatnya ini yang tidak pernah ada habisnya dalam berdebat.

"Yeuuuu, gue serius malah dikata ngehina," ujar Didan kesal.

"Seorang Didan gak mungkin muji gue."

"Ya tapi 'kan, ini gue lagi serius muji lo gitu, lho."

"Gak percaya gue," ujar Alfiz. Sedangkan Didan yang mendengarnya pun langsung kembali berkata, "Astaga, ya udah lah terserah lo aja deh."

"Udah, berantem mulu sih lo pada," sahut James.

Setelah itu panggilan pun dimatikan sepihak oleh Alfiz membuat Didan yang melihatnya pun langsung berdecak, laki-laki itu sangat kesal sehingga James yang menyadarinya pun langsung berkata, "Kenapa?"

"Ini, si Alfiz maen matiin aja teleponnya," jawab Didan yang membuat seseorang disampingnya tersebut pun langsung terkekeh.

"Udah sih, biarin aja, dia lagi kesel karena dicampakkin si Yas makanya gitu."

Didan yang mendengarnya pun langsung tertawa, "Haha, sialan lo kalau ngomong ..."

"Apa?" ujar James.

"Suka bener," lanjut Didan.

Akhirnya kedua laki-laki itu pun tertawa begitu puas membayangkan bagaimana seorang Alfiz yang benar-benar sedang dicampakkan oleh Yashelino.

avataravatar
Next chapter