11 BERITA SAMPAH : ORLAND KEMBALI BERULAH

Keningnya mengerut, ia mencoba membuka kedua matanya dan mengerjap beberapa kali. Kesadarannya masih belum sepenuhnya pulih, hal itu membuat seorang laki-laki yang satu ini terpaksa harus bangun dari tidurnya karena hari sudah pagi.

Menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri lalu meregangkan otot-ototnya. Ia mencoba untuk beranjak, namun kembali terjatuh ke tempat tidurnya karena rasa kantuk yang begitu luar biasa menderanya.

"Sepuluh menit lagi deh," gumamnya dengan posisi yang kembali bergelung dengan selimut.

Tetapi, tiba-tiba sebuah ketukan pintu kamarnya membuat laki-laki itu langsung melenguh kesal. Dengan kedua mata yang masih terpejam erat, ia berteriak, berkata, "Aduh, siapa sih?! Jangan ganggu gue, masih ngantuk!" ujarnya.

Setelahnya, laki-laki itu kembali tidur dan mencari posisi ternyamannya. Tetapi, ketukan itu kembali terdengar dan kali ini suara dari seseorang yang sangat dikenalinya.

"Yas, lo gak bakal pergi ngampus gitu?" tanya seseorang dari seberang sana.

"Kasih gue waktu sepuluh menit lagi, oke?" ujar Yas yang saat ini tengah memeluk gulingnya.

"Mau sampe kapan? Ini udah telat loh, Yas, kalau lo gak akan ngampus, gue pinjem mobil lo, ya?"

Seseorang yang berbicara itu adalah Alfiz, laki-laki itu sedang berdiri di depan pintu kamar Sahabatnya yang sejak semalam tidak keluar kamar lagi setelah menerima telepon dari James.

Alfiz menoleh menatap Didan yang juga saat ini tengah memandangnya. Mereka berdua menghela nafas, tatapannya seolah berkata 'Jadi gimana?'.

"Yas, gue sama Didan pergi ya? Gue pinjem mobil lo!" teriak Alfiz lagi.

"Iya, Yas, gue sama Alfiz duluan, ya?! Byeeee!" ujar Didan.

Alfiz dan Didan kembali saling memandang satu sama lain, kemudian berlalu pergi begitu saja meninggalkan Apartemen. Mereka melangkahkan kakinya keluar dari gedung tinggi tersebut dengan style yang sudah rapi seperti biasanya.

Saat sudah sampai di parkiran, Alfiz menatap Didan yang hendak memasuki mobil. Laki-laki itu berkata, "Dan, lo yakin?" tanyanya lagi untuk memastikan.

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Sahabatnya itu, Didan yang hendak masuk pun langsung urung. Kemudian mendongak kembali menatap Alfiz yang berada diseberangnya.

"Hari ini kita ada kelas pagi, kan?" tanya Didan dengan kedua alis yang terangkat keatas.

Dilihatnya Alfiz yang menganggukkan kepalanya, meskipun masih terlihat jelas bahwa laki-laki itu ragu meninggalkan Yas sendirian di Apartemennya dan membawa mobil miliknya.

"Nah, ya udah, ayok! Lagian, kita kan ada dosen killer, males banget gue berurusan sama itu dosen, hih!" ujar Didan lagi.

Kemudian laki-laki itu pun memasuki mobilnya, sedangkan Alfiz yang melihat itu langsung berkata, "T-tapi, Dan---" ujarnya menggantung. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi jika sudah seperti ini, dan pada akhinya dirinya terpaksa menyusul ke dalam mobil sport putih milik Yas ini.

Keduanya sibuk menatap jalanan selama menuju Universitas. Tidak ada yang membuka percakapan sama sekali, apalagi Alfiz yang saat ini benar-benar merasa tidak enak jika seandainya Yas benar-benar bangun dan tidak menemukan kunci mobilnya di Ruang tengah.

Meskipun, Ia dan Didan sudah meminta izin untuk menggunakannya, tetapi tetap saja hal ini tidaklah benar. Lalu, dirinya menoleh menatap Sahabatnya yang terlihat biasa saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Alfiz menjadi kesal sendiri karena tidak bisa menolak apapun jika sudah berhubungan dengan manusia yang ada disampingnya saat ini.

"Kenapa lo?" tanya Didan yang sedang mengemudi, "Masih mikirin si Yas? Ya elah, palingan nanti dia telepon gue terus bilang "Dan, jemput gue cepetan!" gitu. Udah deh, lo gak usah banyak mikir, tenang aja, oke?"

Setelahnya, tidak ada lagi percakapan diantara mereka membuat keduanya sama-sama terdiam hingga tak terasa sudah sampai di area kampus.

Semua orang tampak langsung melihat kearah mobil yang ditumpangi oleh Didan dan Alfiz membuat keduanya terkekeh seketika.

"Liat deh, mereka pikir yang bawa mobil ini si Yas, padahal bukan," ujar Didan dengan cengirannya yang begitu khas. Sedangkan Alfiz yang melihatnya pun hanya mendengus geli. "Gue jadi gak sabar liat reaksi mereka pas kita keluar dari mobil."

Mendengar hal itu Alfiz langsung menoleh dengan kerutan dikeningnya, laki-laki itu berkata, "Jangan bilang kalau maksud lo bawa mobil si Yas itu sebenernya buat ini?" tanyanya dengan pandangan tidak percayanya.

Didan mengusap tengkuknya yang tidak gatal itu, dan Alfiz yang melihatnya langsung menyadari satu hal, bahwa dugaannya adalah benar. Kemudian ia pun menggelengkan kepalanya setelah mengetahui tujuan yang sebenarnya dari Sahabatnya itu.

Selesai memarkirkan mobilnya, ia pun langsung mematikannya, lalu berkata, "Udah sih, lagian kalau si Yas gak masuk kampus hari ini juga gak bakal ada yang berani marahin dia," ujarnya.

Alfiz menghela nafasnya, berkata, "Gila, lo!" ujarnya. Kemudian ia pun membuka pintu mobilnya, dan tepat setelah itu dirinya langsung melihat beberapa pasang mata yang tampak begitu kecewa dengan apa yang mereka tunggu dan harapkan.

Tentu saja, semua siswi sudah tidak sabar menantikan kehadiran Yas di kampus ini. Tetapi, saat melihat mobil sport putih yang sudah tidak asing bagi mereka, semua orang langsung senang dan selalu menantikan momen kedatangan si Pangeran Kampus tersebut.

Seperti yang Didan duga, apa yang terjadi setelahnya pun benar-benar terlihat jelas. Rasanya ia ingin tertawa sekeras mungkin jika saka dirinya tidak memiliki rasa malu sama sekali.

Kemudian laki-laki itu pun mulai mengikuti Alfiz yang saat ini sudah berjalan tergesa-gesa menuju ruang kelasnya. Didan yang melihat itu langsung berteriak dan berlari menyusul Sahabatnya tersebut.

"Woy, Fiz! Tungguin gue kek, jahat banget sih lo!" teriaknya dengan ransel yang ia sampirkan dibahu kanannya.

Disisi lain saat ini seorang laki-laki baru saja bangun dari tidurnya. Dengan kesadarannya yang sudah terkumpul, akhirnya ia memutuskan untuk bangun dan melihat sekitar kamar yang begitu berantakan. Kemudian menoleh kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi.

Alih-alih akan terkejut, justru laki-laki itu hanya menampilkan ekspresi datarnya seperti biasa. Seolah, tidak akan terjadi apapun dengan itu, jika ia tidak masuk kampus hari ini. Benar, lagi pula takkan ada yang memarahinya, kecuali Orland.

Yas menguap beberapa kali, kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan berlalu pergi menuju kamar mandi untuk berendam. Ia ingin merilekskan tubuhnya terlebih dahulu, serta melupakan kejadian kemarin dimana dirinya dan Orland kembali bertengkar.

Beberapa menit kemudian, Yas berjalan keluar kamar mandi dengan bathrobe yang dipakainya. Ia lalu berjalan menuju lemari dan memilih pakaian santainya ketika tidak berpergian.

Saat hendak keluar kamar, Yas menghentikan langkahnya dan menoleh kearah tempat tidurnya yang masih berantakan itu. Hampir melupakannya, laki-laki tersebut pun mulai membereskannya kembali.

Setelah selesai, ia pun langsung berkacak pinggang ketika melihat tempat tidurnya yang sudah rapi seperti semula. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya, kemudian kembali melangkahkan kakinya keluar kamar.

Suasana yang sudah sepi dan tempatnya yang sudah rapi membuat Yas tersenyum bangga melihatnya. Setidaknya sahabat-sahabatnya itu sudah mengerti dirinya, jadi ia tidak perlu lagi untuk memarahi dua anak itu yang selalu membuat Apartemennya berantakan.

Laki-laki itu pun berjalan menuju dapur dan mulai membuka kulkasnya. Disana terdapat beberapa bahan masakan yang terakhir kali Bundanya berikan ketika berkunjung kesini.

Tanpa menunggu lama, Yas mulai menggunakan bahan-bahan tersebut yang tersisa dan memasaknya. Begitu lihai dan tentunya tidak ada yang mengetahui bahwa laki-laki itu bisa mengerjakan tugas perempuan seperti ini.

Kini Yas sedang duduk dimeja makannya dengan beberapa makanan yang sudah dirinya buat untuknya sendiri. Ketika sedang sibuk dengan makanannya, ia melihat ponselnya yang menyala dan menampilkan isi pesan chat dari seseorang yang membuat laki-laki itu terdiam mematung seketika.

Kedua tangannya mengepal kuat, ia benar-benar tidak tahu harus mengekspresikannya seperti apa. Tetapi, saat ini dirinya begitu marah setelah mendengar berita sampah seperti ini.

"Papa," gumamnya dengan kedua tangan yang mengepal kuat, matanya menatap tajam lurus kedepan seolah seseorang itu ada dihadapan sana, serta rahang yang mengeras. "Kenapa dia selalu berulah?!"

avataravatar
Next chapter