1 Hari Pertama Lexa

Cahaya matahari mulai menyeruak masuk ke sela-sela tirai yang ada di kamar apartemen sempit itu. Suara deru mobil lalu lalang mulai terdengar siup-siup di kejauhan. Sang empunya, masih tidur dengan lelapnya menjelajah dunia mimpi yang sempurna. Penampilannya, sama sekali tidak akan terlihat baik. Kacamata tidur yang sudah naik hingga kepalanya. Piyama doraemon kesayangan yang mulai luntur warnanya. Kalau bukan karena alarm yang entah sudah berapa kali berbunyi, pemandangan itu tidak akan berubah. Suara alarm yang memekakkan telinga membuatnya terjaga. Dia berusaha meraih ponselnya dan memeriksa dengan benar jam yang ditunjukkannya di sana.

"Ya tuhan, sudah jam setengah delapan?"

Tidak percaya dengan apa yang dilihat, Lexa cepat loncat dari ranjangnya. Mengambil asal handuk dan masuk ke dalam kamar mandinya. Mandi super cepat hanya perlu lima menit saja dan segera berpakaian. Sebuah celana kain bewarna hitam dengan kemeja warna biru motif macan tutul. Sepatu datar hitam juga tas pundak satu-satunya melengkapi penampilannya. Berdandan semaksimal mungkin walau hasilnya akan selalu minimal karena dia hanya punya bedak bayi dan lipglos untuk menyempurnakan wajahnya. Hari ini adalah hari super penting yang ada dalam hidupnya dan dia tidak akan melewatkannya. Lexa akan menandatangani kontrak kerja pertamanya.

Berlari kecil menuju halte bus terdekat dan beruntung sebuah bus yang dia butuhkan sudah berhenti di sana. Lexa sedikit bernafas lega, tapi melihat pintu bus mulai tertutup, Lexa berlari sekuat tenaga mengejar bus itu.

"Tunggu…"

Beruntung seseorang di dalam bus menyadarinya dan mengatakan pada supir bus untuk menunggu sebentar lagi. Lexa bisa bernafas lega, dia bisa masuk ke dalam bus tersebut walau penampilannya berantakan. Beruntung dia mendapatkan tempat duduk tepat di dekat pintu di sebelah pria yang sebelumnya menolongnya. Pria berseragam SMA itu hanya bisa tersenyum melihat seluruh penampilan Lexa dan bagaimana wanita itu ngos-ngosan di sampingnya.

"Kau terlihat sedikit berantakan," ucap pria asing itu.

"Aku? Hahaha. Ah," cepat Lexa mengambil sebuah cermin kecil dari dalam tasnya dan melihat penampilannya.

Sejujurnya itu bukan sedikit. Rambut lurus sepundaknya yang dia ikat setengah sudah berantakan sedangkan bedaknya sudah terhapus sebagian. Cepat dia mengambil lagi bedaknya dan menambahkan sedikit ke wajahnya. Memperbaiki juga rambutnya dengan melepas ikatannya dan menyisirnya dengan tangan. Setidaknya kini penampilannya lumayan.

"Hm, terima kasih," ucap Lexa singkat karena malu.

"Tidak masalah. Apa kau akan berangkat kerja?" tanya pria itu lagi.

"Iya, hm, belum juga. Hari ini aku akan menandatangani kontrak kerja pertamaku dan aku harus mengikuti serangkaian pelatihan dulu," senyum Lexa lagi.

"Ah begitu. Selamat ya. Kalau boleh tahu di mana kau akan bekerja?" tanya si pria lagi.

"Ah itu, Gold Lycaon Company. Kau tahu itu kan?" tanya Lexa lagi.

"Gold Lycaon?" tanya si pria memastikan,.

"Iya benar," senyum Lexa terlihat begitu bersemangat.

"Hm, apa boleh kita berkenalan? Aku ingin tahu siapa namamu," kata si pria lagi.

"Aku Lexa. Dan kau sendiri?" tanya Lexa ramah sekali.

"Aku Valdo," sapa pria yang baru dia sadari sangat tampan itu.

Valdo, pria misterius dengan kulit putih bersih. Rambutnya blonde rapi dengan mata biru yang menatapnya dalam. Hidung mancung dengan bibir pink yang penuh. Rahangnya sangat tajam seakan bisa menggores apapun yang tidak sengaja menyentuhnya.

"Kenapa? Apa aku terlihat tampan?" tanya Valdo yang menyadari bagaimana wanita di sisinya itu terus menatapnya dengan tangan yang masih berjabat.

"Ah, tidak. Hahaha. Hanya saja ka-kau, ah membawa tas ransel. Apa kau masih sekolah?" tanya Lexa cepat matanya mencari celah.

"Iya. Aku kelas tiga sekolah menengah atas sekarang. Sekolahku juga tidak jauh juga dari Gold Lycaon company. Jadi aku rasa kalau kau tidak keberatan, aku akan menemuimu kapan-kapan," senyum dengan dua lesung pipi sempurna itu mengembang.

"Menemuiku? Hehehe. Tentu saja tidak masalah. Hm, apa aku harus memanggilmu Adik mulai sekarang?" tanya Lexa memastikan mereka memiliki jarak umur walau hanya setahun.

"Adik? Hahaha. Apakah kau setua itu? Maaf, tapi aku yakin umurmu tidak lebih dari 20 tahun dan sama sekali tidak jauh denganku. Aku akan lulus dalam enam bulan dan aku akan mulai bekerja juga setelah itu. Jadi kau sama sekali tidak perlu memanggilku adik. Kita ini sebaya," Valdo menjelaskan posisinya.

"Owh, hehehe. Ya usiaku memang baru 18 tahun. Aku baru lulus sekolah juga tahun lalu. Tebakanmu benar. Maafkan aku," Lexa jadi tidak enak.

"Tidak masalah. Hm, halte kita sudah dekat," Valdo melihat ke kanan dan kiri.

"Hm, sekali lagi terima kasih untuk hari ini," ucap Lexa tulus.

"Hm, jangan khawatirkan itu. Lebih baik kau khawatirkan jam berapa ini sekarang. Bukankan perusahaan itu tidak mengijinkan karyawannya terlambat? Apalagi untuk hari pertama, itu pasti akan memberikan kesan yang buruk kan?" tanya Valdo setelah melihat sekilas jam tangannya.

Lexa jadi ikut melirik ke arah jam murah yang melingkar di tangannya dan benar saja hanya kurang lima menit dari waktu yang ditentukan. Lexa segera berlari tepat saat pintu bus terbuka. Valdo yang turun dengan santai, hanya bisa menatap Lexa dengan senyum miring penuh arti di wajahnya. Berjalan berlainan arah menuju sekolahnya sendiri. Lexa bisa melihat gedung tinggi pencakar langit yang setelah ini akan menajdi tempatnya mengadu nbasib. Hari pertama, dia tidak ingin mengacaukannya.

Menemui resepsionis, seorang wanita cantik dengan mata tajam dan rambut disanggul rapi ke atas. Dia segera tahu siapa gadis yang datang terburu-buru itu. Lexa Giovanna Ita. Gadis yang harusnya menandatangani kontrak hari ini dan akan bekerja di bagian pembantu umum.

"Kau sangat teledor bahkan di hari pertama bekerja," kata si resepsionis.

"A-aku minta maaf," cepat Lexa menunduk.

"Tidak perlu minta maaf padaku. Bukan aku yang bertanggung jawab di sini. Beruntung manajer HRD akan sedikit terlambat hari ini," kata si resepsionis yang bisa dilihat dari papan nama di dadanya bernama Esmeralda.

"Terima kasih. Aku harus memanggilmu apa?" tanya Lexa berusaha membangun hubungan pertemanan.

"Esme. Panggil aku Esme. Hm dia datang, cepat menunduk!" ucap Esme bahkan harus berdiri di depan meja resepsionisnya dan menunduk dan Lexa cepat menunduk saja.

Lexa masih terlalu bingung mengenai apa yang terjadi jadi dia sedikit mendongakkan kepalanya untuk mengintip siapa yang sebenarnya harus dia hormati ini. Lexa bisa melihat sepasang sepatu pantofel kulit buaya yang mengkilap melangkah dengan tegap diikuti beberapa langkah lain di belakangnya. Lexa mulai menaikkan pandangannya untuk melihat pria yang saat ini sedang mengenakan kacamata hitam. Tidak terlalu jelas, tapi ini mungkin pria tampan lainnya yang akan dia temui hari ini.

"Siapa dia?" tanyanya berbisik pada Esme.

"Astaga kau ini! Diam! Menunduk saja sampai dia pergi!" Esme melirik cepat ke arah gadis di sisinya itu dan berbisik dengan penuh penekanan.

Lexa bisa melihat dari sudut matanya pria itu sudah berbelok dan masuk ke dalam lift.

"Siapa memangnya dia? Kenapa kita harus menunduk seperti itu?" tanya Lexa dengan polosnya menatap Esme yang barjalan mengitari mejanya lagi.

"Tentu saja dia bos kita. CEO perusahaan ini. Vano Orazio Lycaon. Jangan bilang kau tidak mengetahuinya! Kau bekerja di perusahaannya kini!" Esme mengingatkan.

avataravatar
Next chapter