webnovel

MASALAH

"Bagaimana kau bisa bercinta dengan bocah 14 tahun itu?" tanya pria yang sedang maju-mundur dengan bergairah.

"Siapa bilang aku bercinta dengannya? Aku sama sekali tidak berniat dan jijik jika bercinta dengan cowok cupu. Entah kenapa dia bisa bersekolah di sini. Uh ... Aku hanya ingin membuatnya menderita, bahwa tempatnya tidak cocok di sini. Uh ... harder!" jawab Febby.

Mendengar pengakuan itu, Malphas terkaget, otaknya terus mengulang kata-kata Abaddon, "Jika kau mencari kekasih harus seseorang yang mencintaimu juga. Jika tidak, dia akan tahu akibatnya telah menyakitimu."

Mata Malphas memandang Hanbi—gadis pertama ia cintai—yang berhasil dilupakan karena Abaddon melarangnya.

"Akan kubuat dia menjadi orang rendah, orang yang pantas untuk diinjak-injak, aku benci dia ... aku benci keluarganya!"

Malphas terkaget dan bingung, "kenapa Febby melakukan ini kepadanya?"

"Pamannya—Azazel—membunuh kakakku, dengan memotong bagian bawahnya, dan sekarang keponakannya—Malphas—harus menanggung dosa pamannya!"

Malphas terlalu kaget, bayangan Crocell menghampirinya, wajahnya benar-benar mirip dengan Febby.

Jadi Febby merencanakan semuanya. Hanbi terlihat marah dan ingin keluar menghajarnya tetapi Malphas mencegah. Menariknya kembali ke kamar.

Sampai di kamar Hanbi marah mendorong Malphas jatuh, "Kalau kau sampai masih mencintai sampah itu. Aku akan melaporkan ke pamanmu."

"Kau sudah berjanji mengabdi pada keluargaku kau harus menuruti perintah ku!" Malphas membentak marah.

Hanbi hanya diam membisu melihat Malphas. Pandangannya menjadi dingin.

Hanbi merengkuh Malphas tiba-tiba, "Maaf ... seandainya aku bisa. Aku akan menerimamu, aku hanyalah anak dari keluarga miskin, tetapi aku menyayangimu seperti saudara. Aku tidak lebih untuk mendapatkanmu. Sebab keluargamu sudah banyak membantuku!" Malphas terkesiap. "Abaddon menceritakan kalau kamu mencintaiku di waktu dulu, dia memberikan dua pilihan; aku menerima atau menolakmu secara tegas, aku tidak boleh menyakitimu, aku diminta menjauhimu jika aku tidak bisa mencintaimu."

"Aku mencobanya ... tetapi aku tidak sanggup. Maaf, aku menyesal membuatmu menderita. Aku takut kalau aku tidak bisa membahagiakanmu."

Malphas menangis keras dipelukan Hanbi, walau ia seorang pria. Tapi hatinya benar-benar lemah. "Lebih baik kau menolakku dari pada menyakitiku seperti yang Febby lakukan."

"Dia tidak menyakitimu, tetapi dia merencanakan dendamnya kepada keluargamu, semua dilampiaskan kepadamu."

Rengkuhan itu berhenti. Malphas memantapkan hatinya. Ia berbicara dengan suara yang membuat Hanbi kaget. "Jangan khawatir lagi, aku seorang Malphas Devil dan darah yang mengalir di tubuhku terdapat darah Demon dari ibuku, dan Azazel mendidikku dengan keras dari aku kecil, aku seorang yang kuat!" ... "Aku akan mengembalikan semua sakitku berlipat kali ganda!"

"Jangan bertindak macam-macam, asal kau sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh mereka ... aku sudah senang." Hanbi terlihat khawatir. Malphas tahu Hanbi seorang yang baik dan tidak suka mencari masalah, Hanbi lebih senang menghindari masalah.

Jari Malphas menuding ke wajahnya. "Ingat janjimu untuk setia, akulah tuanmu sekarang, aku memerintahkanmu untuk membantuku dan menuruti semua perintahku, seorang yang menyakiti keluargaku akan kubalas," ..., "akan kubuat dia lebih menderita dari Crocell kakaknya.

"Tugas kita belajar dan berlatih, jangan membuat masalah, jangan membuatku takut." Hanbi ketakutan.

"Jangan takut jika kau di pihakku, jika dipihak Demon, kau memilih tuan yang tepat."

"Tolong jangan ingatkan aku kejadian saat kita masih anak-anak, saat Apollyon membunuh seorang pemuda, jangan ulangi peristiwa itu," kata Hanbi.

"Itulah contoh seorang Demon, jangan takut." ... "Sekarang tinggalkan aku sendiri."

Hanbi berdiri dan meninggalkan Malphas.

Malphas mengambil pistolnya dan pergi sendiri ke tempat berlatih di sekolah. Ia menembaki gambar kepala sampai hancur.

Sejak saat itu, Malphas berlatih keras bertarung, bermain pedang dan menembak untuk melatih fisiknya. Latihan yang paling ia tidak sukai pun dijalani.

Terhadap Febby dan teman-temannya, sikapnya tidak berubah. Malphas tetap memuaskan mereka meskipun tetap menghinanya. Salah satunya adalah Andine yang merasa, Malphas semakin pintar dalam memuaskannya, mereka semakin terjerat kepadanya. Malphas rela melakukan apapun untuk membuat mereka semakin puas dan menginginkannya. Tapi, sangat sulit menaklukan Febby lewat permainan birahi.

Hanbi mengetahui semuanya tetapi dia terlalu takut untuk ikut campur urusan Malphas. Hanbi tahu kemampuan Malphas meningkat tajam.

***

Satu persatu wanita-wanita itu ditemukan tewas terbunuh, dalam keadaan bagian pangkal pahanya yang hancur, dimasuki besi besar bergerigi.

Malphas bahkan berani membuat alibi dengan melukai diri sendiri di bagian kepala dan memasang wajah ketakutan.

Saat itu di temukan mayat Andine terbunuh tanpa busana menindih Malphas dalam kondisi tanpa busana juga yang pingsan dengan luka berdarah di pahanya.

Malphas memasang muka menangis ketakutan ketika sadar di tengah para pelatih.

"Dimana Andine?" tanya Malphas pada para pengawasnya.

Mereka mengelengkan kepala, "Apa yang kalian lakukan, kenapa kalian di temukan berdua tanpa busana saling berengkuhan?" tanya seorang pelatih.

"Kami bercinta, tiba-tiba seorang masuk menyerang," jawab Malphas gemetar.

"Siapa orang itu?"tanya pelatihnya Adriano.

"Aku tidak bisa melihat, mataku terhalang tubuh Andine, yang di atasku. Kemudian aku tidak sadar!" jawab Malphas, lalu meringis. "Aduh kepalaku terasa sakit, apa yang—"

"Kau terluka, untung nyawamu masih selamat tidak seperti Andine," kata Adriano, "Jika terjadi sesuatu kepadamu, bagaimana aku bisa bertanggung jawab kepada pamanmu." Adriano menekan kata 'pamanmu' di ucapannya.

"Baiklah. Mari kita pergi ... biarkan dia istirahat!" kata Adriano sambil meninggalkan Malphas yang dirawat petugas.

"Andine ditemukan tewas terbunuh, lubangnya tertancap besi besar bergerigi," kata Adrino sambil meremas tangan Malphas dan memandang matanya, sebelum meninggalkan remaja itu.

"Seorang Demon adalah iblis yang rela terluka demi membunuh," pikir Adriano yang curiga kejadiannya, Adriano dapat membedakan luka akibat diserang atau dibuat sendiri. Adriano mencurigai Malphas pelakunya, tetapi menyembunyikannya untuk melindunginya. Sebab Adriano memiliki hubungan baik dengan Azazel.

Saat Malphas dirawat sebab terluka, enam wanita lain yang pernah merasakan Malphas berturut-turut tewas dalam kondisi mengenaskan.

Sekolah mereka gempar atas peristiwa tersebut.

Di kamar asramanya, Malphas mengganti perban di kepalanya dibantu Hanbi.

"Bagaimana kau melakukan?" tanya Hanbi.

"Aku terluka, apa yang kulakukan, setiap hari kau membantuku mengobati luka ini," kata Malphas.

Hanbi hanya mengelengkan kepala. Hanbi tahu darah yang mengalir di tubuh Malphas seperti milik Abaddon dan Apollyon. Di usia sepuluh tahun, Apollyon sudah membunuh seorang pemuda untuk melindungi keluarganya. Sekarang di usia empat belas tahun, Malphas membunuh tujuh wanita secara beruntun karena menghinanya. Bahkan Malphas terlihat tidak bersalah masih menjalin hubungan baik dan bercinta dengan mereka tanpa ada kecurigaan. Hanbi ngeri jika semakin dekat dengan mereka.

Sesaat kemudian, terdengar ketukan di pintu kamarnya.

"Boleh aku masuk," kata Adriano.

"Silahkan masuk Pak. Maaf, aku sedang mengganti perban tidak bisa berdiri," Malphas berujar pelan.

"Bisa tinggalkan kami berdua," kata Adriano kepada Hanbi.

Hening sesaat menunggu Hanbi pergi. Adriano baru berkata, "Tidak usah berpur-pura aku tahu yang terjadi, ini sekolah untuk berlatih bukan untuk membunuh."

Malphas kaget pucat, rahasianya terbongkar. "A–apa yang kulakukan?" Malphas berusaha menyangkal.

"Azazel, pamanmu itu temanku, bukan berarti aku harus melindungimu terus-menerus."

"Sejak kematian Andine. Aku sudah tahu kau pelakunya, Aku sengaja melindungimu, trik kecil yang kau gunakan tidak mungkin menipuku."

"Apa penyebabnya?" Adriano bertanya serius, "apamereka menyakitimu?" lanjut Adriano si pelatih pelajaran menembak.

"Akhir-akhir ini, aku senang kau terlihat tekun tidak seperti biasanya, semua kulaporkan pada Azazel," katanya. "Pamanmu sering mencemaskan kemajuanmu."

Malphas hanya diam ..., pikirannya melayang. Azazel bukan hanya mengirimnya, tetapi juga mengawasinya, mungkin semua anaknya diawasi. Tapi, Kenapa jika sudah ada pengawas, masih mengirim Hanbi?

Malphas diam menunggu reaksi Adriano.

"Masih terlalu dini untuk melakukan hal itu, kamu tidak mungkin dapat menipuku."

Malphas akhirnya menghela nafas. "Mereka menyakitiku, berani menyakiti seorang keluarga Demon harus berani menanggung akibatnya."

"Aku minta hentikan kegilaanmu. Ini bukan Palermo tempat Pamanmu berkuasa."

"Sisa satu lagi, jika kau memang teman Azazel kau harus membantuku."

"HENTIKAN! Kau boleh meninggalkan tempat ini, aku akan menutup kasusmu."

***

Setelah luka Malphas sembuh, ia kembali ke Palermo. Dia meminta Hanbi tetap berlatih di tempat itu.

"Apa yang kau lakukan sampai harus pulang sebelum menyelesaikan latihan mu?" tanya Azazel.

"Adriano sudah menngatakan yang terjadi," jawab Malphas.

"Aku ingin mendengar langsung darimu," kata Azazel lagi.

"Aku menghukum mereka yang menghinaku."

"Apa yang mereka lakukan, Aku yakin keponakanku seorang yang baik. Tidak mungkin membunuh tanpa sebab yang jelas."

Ruangan tersebut hanya mereka berdua, terasa dingin menakutkan, Aura milik Azazel membuat Malphas ketakutan.

"Aku digunakan mereka untuk memuaskannya, tetapi membuang, menginjak-injak, dan menghinaku seperti sundal."

"Berapa orang yang kau bunuh?"

"Tujuh orang." Hening sejenak. "Masih kurang satu orang yang menjadi sumber masalahnya."

"Siapa orang itu?"

"Febby Ronove, adik dari Crocell yang paman hukum. Dia membalas dendam kakaknya."

Wajah Azazel kaget, Azazel tidak menyangka dialah akar penyebab tragedi ini.

"Apa yang dilakukannya terhadapmu." Nada Azazel terlihat marah.

"Febby memanfaatkan cintaku, melukaiku, memberikan kepada mereka untuk di lecehkan. Mereka harus mati!" kata Malphas dingin. "Febby menipuku, dia tidak pernah mencintaiku, dia merencanakan dendam setelah tahu aku keponakanmu."

Malphas tahu tidak mungkin menyembunyikan apa pun kepada Azazel. Kekuatan di dalam Azazellah yang membuat Malphas jujur mengatakannya.