3 Rindu

Happy Reading!!

Terhitung sudah satu minggu sejak kejadian di mana Yola menyebut Rezvan Ayah. Ia hanya mengikuti permainan Rezvan dan tepat sasaran dia baper. Tetapi, yang selalu ada di benak Yola, di mana istri Rezvan? Kenapa anaknya memanggilnya Bunda? Dan masih banyak pertanyaan yang bermunculan di otaknya.

Kegiatan Yola sudah kembali seperti biasa, mengajar dan sesekali membantu Abinya di kantor. Sebenarnya Yola bukan benar-benar guru, ia hanya menjadi guru pengganti di SMA Nusa Bangsa. Yola saja lulusan manajemen di salah satu universitas di Amerika. Entah kenapa ia bersedia menggantikan guru yang sedang cuti hamil itu, dan menjadi guru bahasa Indonesia. Tetapi, tak apa, otak yang terlalu encer itu harus di manfaatkan

"Bu Yola nggak ke kantin?" Tanya salah satu guru pada Yola.

"Tadi saya sudah titip sama Bu Sinta." Tawa kecil muncul di bibir Yola. Guru juga suka jajan. Bila jam istirahat pertama biasanya para guru jajan di kantin dan istirahat ke dua memakan bekal yang di bawa dari rumah atau sebaliknya. Tidak hanya murid yang jajan di kantin.

"Ooh, iya. Gimana Bu, ngajar di sini? Seru kan?"

"Alhamdulillah, saya senang Bu ngajar di sini. Anak-anak juga bisa di ajak kerja sama." Obrolan pun mulai mengalir.

"Ibu ngajar di kelas XI IPS 1?"

Yola mengernyit, kemudian menggeleng.

"Syukur deh, saya ngajar di sana, Bu. Stok sabar saya harus banyak. Tempatnya anak bandel, ya saya si nggak masalah. Malah saya kasihan sama mereka," ucap Bu Dwi guru matematika.

"Hehe, iya Bu harus ekstra sabar. Nggak apa-apa, nanti sabarnya ibu dapat imbalan dari Allah. Saya suka sama XI Mipa 3, apa memang tempatnya anak pintar Bu?" Tanya Yola pada Bu Dwi yang sudah lama mengabdi di SMA Nusa Bangsa.

"Aamiin, memang kelas itu seperti apa yang ibu bilang. Anak-anaknya aktif. Walaupun ada satu dua yang bandel, tapi masih tahap wajar."

Kelas Mipa 3 merupakan kelas Alya, Yola jadi ingat pada Aarav. Bagaimana kabarnya? balita gembul itu sedang apa?

"Bu."

"Eh, iya kenapa Bu?"

"Bu Yola ngelamun? Mikirin apa Bu, lagi rindu anak sama suami?" Tanya Bu Sinta yang sudah sejak kapan duduk di sebelahnya.

"Loh, sejak kapan Bu Sinta di sini, Bu Dwi ke mana?" Tanya Yola heran, padahal menurutnya belum satu menit ia memikirkan Aarav.

"Bu Dwi udah ke luar, dari tadi saya di sini Bu. Baru jam 10 Bu Yola udah kangen sama anak aja."

Kenapa rasanya semua orang berbicara soal anak dan suami? Tolong, dirinya belum menikah apalagi memiliki anak. Yola hanya tersenyum mendengar ucapan Bu Sinta.

Gawai yang tergeletak di atas meja itu bergetar Yola megambil dan mengangkat panggilan itu.

"Iya, wa'alaikumussalam ... Baru aja Abi pulang ... Ya sudah nggak apa ... Hati-hati Abi ... Assalamualaikum." Yola menghela napas pelan, lagi-lagi ia di tinggal di rumah sendiri. Uminya belum pulang dari Bandung Abinya akan pergi ke Kalimantan.

"Suami Bu?" Lagi-lagi Bu Sinta bertanya, memang Bu Sinta itu sedikit kepo, 10 hari mengajar di sini Yola sedikit-sedikit tahu sifat teman guru yang lain.

Yola terkekeh kecil. Memasukkan kentang goreng ke dalam mulut. Ingin sekali berteriak bahwa ia belum menikah. "Itu Abi saya, Bu. Maksudnya Ayah saya."

"Ooh, saya Kira Bu."

***

Di rumah minimalis itu terdapat balita yang tengah makan di suapi oleh seorang wanita.

"Pipinya gembul banget."

"Mbul, pipi Aalav omen," (mbul, pipi Aarav comel) ucap balita itu. Mengetahui kata comel dari kartun kembar botak yang selalu ia tonton dan dari aunty Alya tentunya.

Balita seperti Aarav sangatlah pandai, ia mampu menangkap apa yang ia dengar dan lihat. Bahkan yang seumuran dengan Aarav belum memiliki pikiran sepertinya. Aarav anak yang jenius.

"Dah, pelut Aalav ede." (Sudah, perut Aarav gede)

"Kan emang udah gede." Mba Ani yang sedang menyuapi Aarav itu terkekeh geli, banyak sekali tingkah anak asuhnya.

"Tak nak, no no. Enyang." Menyingkirkan sendok yang sudah di depan mulut.

"Ya sudah, minum dulu." Mba Ani membantu Aarav untuk minum. "Aarav jangan kemana-mana, mba taruh ini di belakang, oke."

"Ote, Ciap."

Saat Rezvan ke kantor dan Alya sekolah, mba Ani datang mengasuh Aarav. Tidak setiap waktu Ani datang.

"Mba Nii ...." Aarav sudah berteriak memanggil mba Ani. Mba Ani yang mendengar langsung berlari ke arah Aarav.

"Kenapa atuh?" Mba Ani mengusap kepala Aarav.

"Mba Ni, bunaa ana? Ayah tenapa lum ulang. Mba Ni Aalav au Buna," rengek Aarav pada mba Ani.

Mba Ani menimang Aarav, mungkin Aarav sudah mengantuk sudah jamnya Aarav tidur siang.

"Mba Ni, au Buna ama Ayah." Aarav mendusel di cerukan leher mba Ani.

"Aarav mau telepon Ayah?" Tanya mba Ani. Mata berkaca-kaca milik Aarav mulai berbinar. "Yu, ambil hp mba Ani yuk."

"Yooo." Mereka berdua menuju dapur mengambil gawai milik Ani. Ani mulai mencari nomor majikannya.

Beruntung kali ini jam istirahat jadi Rezvan mengangkat panggilan itu.

"Assalamualaikum, Pak. Maaf mengganggu waktu bapak, ini Aarav manggil bapak terus."

"Ayahhhh!"

"Wa'alaikumussalam, iya Ni. Anak ayah kenapa? Udah siang kok nggak bobo?"

"Ayah, Buna emana? Ayah tenapa lum ulang? Ayah, Bunaa huaaa hiks." Seketika tangis Aarav pecah. Di sana Rezvan sudah menggaruk hidung yang tidak gatal. Kenapa anaknya kembali menyebut nama itu.

Ani kembali menimang Aarav. Mengusap kepala Aarav.

"Ayah, au Bunaa, Ayah ook iem? huaaa, mba Ni. Ape ati hiks." Aarav memang benar-benar pintar. Rezvan yang terdiam malah gawai milik Ani yang di tepuk-tepuk.

"Ini nggak mati, Aarav. Hallo ayah. Coba gitu," ucap Ani mengajari Aarav.

"Alo ayah," ucap Aarav sembari sesenggukan.

Rezvan terkekeh mendengar ucapan Aarav. "Iya sayang, sudah ya. Bobo udah siang loh."

"Aalav au Buna ayah. Ayah tak au. Aalav au Buna!"

Sebenarnya Ani sudah bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang Buna yang di sebut Aarav.

Terdengar hembusan napas dari gawai Ani. "Bunda lagi sekolah sayang, makanya Aarav bobo dulu, oke sayang."

"Teolah? Ama nty?" Tanya Aarav. Aarav yang tahu auntynya sekolah itu memastikan pada ayahnya.

"Iya, Bunda lagi sekolah sama aunty. Makanya Aarav bobo sama mba Ani."

Aarav mengangguk-angguk padahal sang ayah tidak dapat melihat, mba Ani terkekeh geli. Kemudian memberi salam pada majikannya dan menutup sambungan telepon.

Membawa Aarav ke kamar dan menidurkannya.

Sedangkan Rezvan yang baru saja menutup panggilan telepon itu menghela napas berat. Sungguh, ia bingung dalam keadaan ini. Anaknya tidak seperti biasanya.

Biasanya Aarav dengan orang baru akan bersikap cuek dan bodo amat. Tetapi, dengan Yola baru pertama kali bertemu sudah sedekat itu dan memanggilnya Bunda.

"Sepertinya kamu butuh sosok ibu, Sayang. Ayah akan berusaha. Maafin Ayah, Nak."

avataravatar
Next chapter