1 Efek Lelah?

Happy Reading!!

Pagi-pagi buta, ayam pun belum berkokok, burung belum keluar dari sarangnya, perempuan berusia 24 tahun itu baru saja memasuki rumahnya, menaiki tangga menuju kamar miliknya yang ada di lantai dua.

"Ini mau tidur nggak? Ya Allah, bentar lagi juga subuh ...." Menghela napas, pasrah. Ia sangat lelah. Mengingat jadwalnya nanti, ia akan mengajar pertama kali di SMA Nusa Bangsa.

Yola adalah guru baru di sana.

Tadinya, Yola baru pulang dari Amerika mengurus kantor cabang milik orang tuanya yang sedang mengalami penurunan.

"Mungkin tidur dulu lah, astaghfirullah." Tidak hanya fisik tetapi jiwanya juga sangat lelah. Tidak peduli dengan itu, Yola langsung merebahkan tubuh lelahnya di kasur empuk. Walaupun sebelum pulang dan di pesawat pun Fayyola sudah tidur tetapi masih kurang.

Jam lima, Yola kembali bangun. Seperti katanya tadi, tidur sebentar, mungkin kurang lebih satu jam kan lumayan. Yola meregangkan otot kemudian berjalan ke kamar mandi yang ada di kamarnya, mandi dengan air hangat, Wudu dan melaksanakan salat subuh.

Setelah salat, Yola turun ke lantai satu. Ia mengingat sesuatu bahwa sekarang di rumah sendirian, tidak ada makanan untuk mengganjal perut yang keroncongan.

"Oh, iya gue simpan roti, tapi di mana?" Menggaruk kepala yang tidak gatal sembari mengingat. Yola berjalan menuju lemari yang terletak di paling ujung dapur, membukanya dan benar masih ada roti tawar miliknya.

"Gini nih, di suruh nikah, belum siap gue, di rumah sendirian aja masih kaya gini, gimana nanti ngurus suami?" Beberapa kali Yola sudah di desak oleh orang tuanya untuk menikah, secara finansial Yola sudah mampu tetapi batinnya belum. Benar katanya, di rumah sendiri saja masih keteteran apalagi mengurus suami, di tambah anak.

Abi uminya di Bandung sedang ada acara keluarga tepatnya keponakan uminya menikah. Yola tidak ke sana? Tidak, ia sudah di amanah kan untuk ke Amerika dan baru saja pulang.

Yola memiliki Abang laki-laki dan kakak perempuan, tetapi semuanya sudah menikah. Tinggallah Yola sendiri. Sebenarnya di rumah Yola ada pembantu, tetapi beliau di suruh pulang mengingat rumahnya tidak berpenghuni, kasihan bila sendiri.

Setelah melahap roti selai strawberry, Yola kembali ke kamar untuk siap-siap, mengenakan seragam guru yang masih baru tentunya.

***

Memasuki kelas untuk pertama kalinya, sedikit deg-degan, Yola berdoa agar di lancarkan dan muridnya menerima dengan baik, dan mampu bekerja sama dengan baik.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Baru saja dua langkah di dalam kelas Yola sudah di sambut dengan salam dan senyum manis muridnya. Itu membuat Yola bersemangat dan menghilangkan rasa deg-degan.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi anak-anak," ucap Yola tak kalah semangat.

"Pagi Bu ...."

"Semangat banget, ya." Yola menampakkan senyum manis miliknya.

"Iya Bu, soalnya guru baru kita masih muda, mana cantik lagi," celetuk salah satu murid laki-laki, yang membuat Yola kembali tersenyum.

"Ada-ada saja, ya. Baik, ibu mulai ya. Perkenalan dulu, apa langsung pelajaran?" Yola sengaja melemparkan pertanyaan itu.

"Perkenalan dulu dong Bu, tak kenal maka tak sayang, sudah sayang eh malah di tikung teman." Yola menggelengkan kepala, kelakuan anak zaman sekarang. Yola menyukai kelas seperti ini, semoga saja prediksinya benar.

"Baiklah, perkenalkan nama ibu Fayyola Zoy Amarin, kalian sudah tahu nama ibu kan? Panggil saja Bu Yola atau senyaman kalian saja bisa Fay, Yola, Zoy. Ibu mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia"

Semua murid mengangguk, karena memang semuanya sudah tahu, sebelum Yola masuk, murid XI Mipa 3 mencari tahu guru barunya.

"Ada yang di tanyakan?" Tanya Yola, lagi. Hampir semua murid mengacungkan jarinya.

"Saya Bu, umur ibu berapa? Terus, ibu sudah menikah? Nomor wa Bu." Tanya cowok tadi.

"Ibu 24 tahun, menurut kalian ibu sudah menikah belum?" Yola kembali bertanya, ada yang menjawab sudah dan belum.

"Iya, itu jawaban kalian. Nomor wa, ibu akan tuliskan di papan tulis, silakan yang mau menyimpan, nanti kalau ada pelajaran yang mau di tanyakan boleh menghubungi ibu." Yola menuliskan nomor miliknya di papan tulis.

"Sekarang giliran kalian saja ya, yang memperkenalkan diri, setelah itu dilanjut pelajaran, waktunya sisa sedikit, di mulai dari kamu ya." Yola menunjuk murid yang duduk di depan sebelah kiri.

***

"Gue, di sekolah. Tapi bentar lagi pulang, jemput elo? Oke, tapi sebenernya gue capek. Iya-iya gue jemput." Sambungan telepon sudah terputus, Yola menghela napas pelan. Sahabatnya memang suka seenaknya sendiri.

Jam pelajaran sudah selesai 30 menit lalu, sekarang ia berada di ruang guru mencatat nilai muridnya. Kesan pertama mengajar di SMA Nusa bangsa Yola senang, semua menerimanya dengan baik.

"Bu Yola, mari. Saya duluan Bu," ucap Bu Nita yang Yola ingat namanya.

"Iya Bu, mari." Sedikit demi sedikit semuanya mulai meninggalkan ruang guru. Pertama mengajar di hari Kamis, dan di hari Kamis pulangnya lebih awal. Jadi Yola tidak terlalu capek.

Setelah berkutat dengan bolpoin dan buku, Yola beranjak dari duduk, guru pun hanya tinggal lima orang, Yola berpamitan kepada yang lain, bergegas menuju tempat parkir mengendarai mobilnya ke kantor untuk menjemput sahabatnya.

Sesampainya di kantor perusahaan Seth' Corporation, ternyata sahabatnya belum terlihat batang hidungnya. "Ngeselin banget tuh bocah, gue udah buru-buru," gerutu Yola.

Yola keluar dari mobil akan mencari angin untuk menenangkan diri, agar tidak emosi. Memilih berjalan menuju taman yang terletak di depan kantor. Kantor yang asri, Yola menyukai suasananya.

Duduk di kursi yang tersedia di sana, mengirimkan pesan kepada sahabatnya agar segera keluar. Dalam hati sebenarnya Yola sudah menggerutu kesal.

Mengedarkan pandangan, Yola menangkap anak kecil yang sedang lari. "Itu bocah bentar lagi ja—" belum selesai Yola berkata, bocah yang dibicarakan oleh Yola sudah mencium tanah.

Yola menghampiri bocah itu yang sudah menangis, sepertinya usianya kurang lebih baru tiga tahun. Itu yang Yola tahu.

"Bunaaa," rengek balita itu, merentangkan tangan pada Yola meminta untuk di gendong. Yola yang tidak tega akhirnya menggendongnya.

Mengusap punggung balita itu. "Sayang di sini sama siapa?" Tanya Yola pada balita yang masih sesenggukan.

"Nty hiks ana." Yola mengikuti arah yang di tunjuk balita itu. Yola yang sudah terbiasa dengan bayi, anak kakaknya. Jadi sedikit tahu tentang bahasa planet yang sering di ucapkan balita.

"Mau ke sana?" Balita itu menggeleng, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Yola yang tertutup hijab.

"Ana, au ayahhh, hiks." Baiklah, Yola aka membantu balita itu. Mengikuti arah tunjuk balita itu, ternyata di dalam kantor? Jadi ayahnya ada di sana. Yola berjalan masuk ke dalam.

"Bunaaa, au Ayah, hiks."

"Iya, sayang sebentar ya. Ayahnya di mana?" Yola berusaha berbicara selembut mungkin.

"Bunaaa, au Ayah!! Hiks huaaa." Tangis balita itu bertambah keras. Yola sudah di buat bingung. Entah, Yola akan bertanya pada siapa, di mana ayah anak itu berada.

Yola berusaha menenangkan balita itu. Namun, di kagetkan dengan suara bariton.

"Eh, Den Aarav kok nangis?"

Yola berbalik ke arah belakang, menemukan pria berseragam OB.

"Buna, au ayahhh, hiks." Tak hentinya balita itu mengucapkan kata tersebut. Menenggelamkan kembali wajahnya di ceruk leher Yola. Yola saja bingung siapa yang di maksud Buna? Dan di mana ayah anak itu berada?

"Mari, Bu saya antar ke ruang bapak," ujar bapak itu.

"Iya pak, sudah ya sayang jangan nangis, dong. Kita ke ayah ini." Yola mengikuti bapak itu sembari menenangkan balita bernama Aarav.

Menaiki lift, menuju lantai 30. "Ini anak CEO dong, siapa si nama CEOnya gue lupa." Batin Yola tak berhenti berucap.

"Buna, ama ali, ya," ucap Aarav menatap Yola. Tangisannya sudah mereda sejak menaiki lift.

"Ooh, jadi ibu ini bundanya den Aarav. Saya baru lihat ibu ke kantor," ucap bapak itu. Yola tersenyum.

"Ini kenapa si, buna? Gue bundanya Aarav? Mungkin efek kecapekan kali ah. Bodo." Yola hanya mampu berkata demikian dalam hati.

Sesampainya di depan ruang CEO bapak itu berpamitan pergi. "sudah Bu, saya permisi."

"Eh iya pak, terima kasih. Nama bapak siapa ya?"

"Iya, Bu sama-sama, saya Tarman." Yola mengangguk. Pak Tarman sudah pergi dari sana.

Yola mengetuk pintu bertuliskan CEO. Yola mendengar suara dari dalam menyuruhnya masuk. Yola membuka pintu.

"Ayahhh." Aarav, balita lucu itu berusaha turun dari gendongan Yola. Berlari kecil ke arah seseorang yang di panggil Ayah.

"Rezvan?" Gumamnya kecil.

avataravatar
Next chapter