5 Aarav

Happy Reading!!

Malam hari di kediaman Seth tampak ramai dengan suara tangisan dari bibir mungil Aarav. Sang ayah yang sudah berusaha menenangkan dan di gendong oleh neneknya pun tidak berhenti menangis juga, Aliza juga ikut andil dalam menenangkan balita gembul itu.  Hidung dan mata yang sudah memerah, suaranya saja sudah hampir hilang.

"Cucu nenek, udah ya ulu-ulu. Minum susu ya, nenek buatin." Sambil menimang tak lelah mulut beliau mengoceh agar cucunya diam. Tidak biasanya juga Aarav nangis seperti itu. Badannya saja tidak panas, Aarav dalam keadaan sehat kali ini.

Aarav yang hanya menggeleng bertanda tidak mau, membuat helaan napas panjang terdengar dari Kartika. Aarav juga entah bergumam apa, suaranya itu sudah lirih dan sesenggukan, semua yang di sana tidak tega, berkali-kali menghibur Aarav juga masih sama saja, jadi Aliza sudah pasrah. Nanti juga ada titik lelah sendiri, pasti Aarav akan berhenti menangis.

"A-ayah hiks ...." Aarav rentangkan tangan seperti ingin di gendong Ayahnya, Rezvan pun mendekat ke arah sang mama dan mengambil alih menggendong Aarav.

Berjalan membawanya ke dapur, rezvan berniat memberi Aarav minum, kasihan anaknya. "minum dulu ya," ucapnya mendapat gelengan dari Aarav. "Susu?"

Lagi-lagi Aarav menggeleng, namun rezvan sudah menuangkan air putih ke dalam gelas, bagaimanapun ia akan memaksa sang anak untuk minum. Dan lihatlah, Aarav sebenarnya haus air putih satu gelas hampir habis. Setelah itu tangisan Aarav sudah tidak terdengar hanya sesenggukan kecil yang masih ada.

"Ayah kakek udah tidur belum ya? Aarav mau lihat?" Aarav mulai tertarik dengan arah pembicaraan Rezvan, ia mengangguk lemah. Rezvan pun membawa anaknya ke belakang di mana ayah jago yang di kandang itu tersedia.

"Loh, ayamnya belum bobo ternyata," ucap rezvan mendekatkan Aarav pada ayam yang ada di kandang.

"Lum antuk ayam na," ucap Aarav menanggapi Rezvan, Rezvan tersenyum.

"Kalau Aarav udah ngantuk belum?"

"Ndak, au Bunaa hiks." Tangisannya kembali muncul. Kenapa menyebut itu lagi, Rezvan kalang kabut. Ia bingung.

"Bunda?" Tanya Rezvan memastikan, di angguki kecil oleh anaknya.

"Bundanya lagi pergi, gimana dong?"

"P- pegi hiks ana, Yah?"

"Jauh," ucapnya tak sadar. Tangis Aarav kembali kacang, ayam jago itu juga memperhatikan Aarav seksama. Mungkin jika bisa berbicara ayam itu ikut menangkan Aarav atau mungkin mencibir karena Aarav terus menangis.

"Ayah Bunaa ...."

"Bunda di Bandung sayang," ucapnya. Karena sore tadi Rezvan mendapat jawaban pesan dari Yola. Rezvan juga sempat meminta Yola untuk telepon sebentar tetapi Yola menolak karena sedang banyak orang.

"Buna andung? Auh, Yah?" Tanyanya di angguki Rezvan. "Call Buna," pintanya sesenggukan. Bayi zaman now, sepertinya tahu banget dengan kegunaan benda pipi itu.

"Tapi berhenti nangis, nanti habis call Bunda, Aarav bobo ya, udah malem. Nggak boleh nangis nanti di datengin pak RT." Aarav itu takut dengan pak RT apalagi ia tengah menginap di rumah Kartika, di mana letak rumah dekat dengan pak RT. Pak RT itu memiliki kumis tebal yang membuat Aarav takut.

Rezvan menggendong Aarav menuju kamar, membaringkan tubuh mungil yang lelah menangis itu, kemudian Rezvan mengambil gawainya yang tergeletak di nakas mendial nomor Yola dan memperhatikan sang anak yang sudah beraut gembira.

—*—

Di tempat lain, keluarga besar itu sedang menonton acara televisi ramai-ramai, setelah salat isya tadi mereka semua memilih duduk santai di ruang keluarga menatap tayangan televisi sembari bercerita apa saja yang telah terjadi. Yola duduk di samping neneknya tengah bergelayut manja di lengan yang kulitnya mulai keriput. Bisa di bilang Yola itu sangat manja pada nenek, malah pada Umminya tidak separah itu.

Berhubung sang kakek sedang bersama pasukan lelaki, Umminya yang tengah serius mengobrol dengan kakak-kakaknya, dan yang pasti pengantin baru yang mampu membuat mata Yola terkontaminasi virus uwu. Bisa-bisa Yola mendadak jadi uwuphobia.

Yola yang mengusap lengan neneknya beralih menekan kulit keriputnya, yang pasti memainkan kulit keriput sang nenek yang tengah serius menatap acara televisi itu. "Nek, cucunya di kacangin gitu?"

"Stt, nenek lagi serius. Nah kan tuh liat ketahuan kan, makanya ngumpet yang bener." Kebiasaan, emak, ibu, nenek yang sudah berumur pasti jika menonton begitu, memaki tokoh sesuka hatinya, untuk saja nenek Yola itu saat moment sad tidak ikut menangis, bisa bahaya itu.

Menatap sekitar dan memasang telinganya, obrolan mereka tidak asyik, melihat Irfan yang sedang tiduran dengan memainkan hp mirinh itu membuat Yola menggeleng pelan, pasti dia sedang bermain game, tetapi Yola tertarik untuk mendekat.

Menarik pelan telinga Irfan yang sedang fokus menembak itu menepuk keras. "Aduh ampun, kak."

"Duduk! Kasihan matamu itu, di kasih sama Allah kok nggak bersyukur," ucap Yola seperti ibu yang sedang memarahi anaknya. Irfan langsung menurut, ia duduk bersandar sofa.

Setelah itu Yola izin ke kamar karena mereka semua asyik dengan dunianya sendiri, lagian Yola juga tidak tertarik dengan obrolan orang tua. Mengambil gawai yang tergeletak di atas kasur, notifikasi yang masuk begitu banyak.

Mengernyit heran dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Kenapa lagi Rezvan menghubungi dirinya? Membuka pesan itu bahwa menyuruh Yola untuk menelpon balik. Karena tadi Aarav menangis mencari dirinya.

"Dikira gue emaknya kali ya, lagian siapa si emaknya, gue jadi di libatin mulu, nggak kenal juga ishh." Sembari menghubungi Rezvan mulutnya tidak berhenti menggerutu.

"Assalamualaikum ... Iya ... Kenapa si? ... Tadi abis ada kumpul keluarga ... Ya udah iya." Sambungan terputus, namun setelahnya terganti dengan video call. Yola menekan tombol hijau.

"Bunaaa." Pekikan keras dan wajah gembul nan sembab itu pandangan awal yang terlihat.

"Hallo sayang? Habis nangis ya? Kenapa?" Melihat wajah sembab Aarav Yola tidak tega.

"Angen Buna, Buna temana?" Wajahnya kembali sendu seperti orang dewasa saja Aarav ini.

"Uu sayang Bunda, bunda di Bandung sayang, Aarav jangan nangis lagi ya."

Aarav mengangguk-angguk lucu, mengerjapkan mata yang sembab itu. "Ya udah Aarav bobo, udah malem loh," ujar Yola memberi pengertian pada balita gembul itu.

"Au Bunaa, ayahh."

Yola yang mendengar rengekan Aarav biru mengembuskan napas pelan. "Aarav, Aarav bobo sama ayah ya, bunda kan nggak di rumah."

"Tuh dengerin bunda kamu, bobo udah malem, nanti kedatangan pak RT mau?" Lagi-lagi Rezvan membawa pak RT yang tidak bersalah sama sekali.

Yola mengernyit heran, "kenapa sama pak RT?"

"Takut kumis pak RT." Tawa sumbang itu terdengar di sebalik gawainya, Yola juga ikut tertawa kecil.

"Aarav bobo nanti pak RT datang gimana?" Tanyanya pada Aarav yang terpampang jelas di kamera.  "Coba kamu buatin susu dong, gimana si bapak," lanjutnya sewot pada Rezvan.

"Iya Bunda," jawab Rezvan tanpa dosa. Membuat pipi Yola itu memanas.

Keadaan hening, Yola masih memperhatikan wajah gembul Aarav dan di sampinya ada Rezvan, tiba-tiba saja Aarav sudah memegang botol susu.

"Bu Yola bang Van tadi genit sama mba-mba Alfamart!"

Yola sepertinya kenal suara itu, "itu Aliza?"

"Iya, nggak usah di dengerin. Sana, Dek balik. Makasih susunya."

"Habis nganter susu?" Tanya Yola penasaran.

"Iya Bunda, ah gemes pengin cubit."

"Kenapa si Bunda-Bunda, sejak kapan gue jadi emak lo? Ujar Yola sewot, menatap Aarav yang sudah mulai memejamkan mata. "Tuh, anaknya di lihatin udah merem."

"Bunda memperhatikan banget, deh."

"Apaan si lo, mati sana lo Van!" Sebenarnya Yola ingin terbang, tetapi please Yola tidak mau mudah baper dengan gombalan cowok.

"Nggak sopan Van-Van gitu!"

"Apaan si nggak jelas, ya. Ya udah gue tutup, pak! Assalamualaikum." Yola menutup panggilan video itu dengan sewot dan degup jantung yang begitu cepat.

"Duh gila tuh orang, nanti gue di kira pelakor lagi. Astaghfirullah." Yola mengembuskan napas pelan.

avataravatar