webnovel

chapter 1

Jangan pernah menyerah untuk menggapai mimpi, tak perduli rintangan menghadang tetaplah maju dan berjuang.

GNI adalah sebuah Group yang biasanya mengadakan event novel dan menerbitkan sebuah novel untuk dijadikan Film, dipimpin oleh Magister muda yang keren serta ramah hingga banyak yang tertarik terhadapnya, bukan hanya itu penggemar GNI juga sudah mencapai taraf international dari Jepang, Korea bahkan Amerika.

Suatu ketika, seorang gadis ingin menerbitkan novelnya di GNI Group, dia ingin menjadi penulis terkenal, gadis itu teringat temannya memberi pesan seperti ini ...

"Erika, jika kau ingin menerbitkan sebuah novel di GNI, kau bisa langsung menghubungi pimpinannya namanya Jae, kau panggil saja Oppa Jae."

Dengar bermodalkan nekat, dia pergi mencari pimpinan GNI, dalam hatinya berfikir Oppa itu dalam bahasa Indonesia artinya'kakek'opa. Nah, artinya dia harus mencari kakek Jae, ok.

Gadis itu pergi ke kota, dasarnya dia gadis desa jadi kebingungan begitu sampai disana, lalu dia bertemu dengan gadis kota mudan dan cantik serta baik diputuskanya untuk bertanya terhadapnya.

"kakak, apa kakak tau dimana kakek Jae, pimpinan GNI?" tanyanya. Gadis itu menyerngit, ingin sekali dia tertawa. Hei, tidak salahkan remaja ini menganggilnya'kakek' pimpinan GNI Group iti orangnya masih muda dan sangat tampan, tapi untuk menjaga perasaanya dia hanya bilang.

"tidak, adik. Adanya pimpinan GNI Group itu masih muda, bukak kakek-kakek, dia orangnya tinggi kulitnya putih dan hidungnya mancung, cari saja didalam kamu bisa memanggilnya Oppa Jae," jelasnya. Erika mengangguk, tapi dalam hati dia bingung dengan penjelasan gadis kota itu, tidak mau terlalu banyak berfikir diabergegas masuk kedalam geding kantor GNI Group, mencari pria ciri pria yang disebutkan gadis kota tadi. Tak lama kemudian dia melihat seorang pria kulit putih, hidungnya mancung memakai kemeja putih, celana hitam persis seperti orang kantoran, gadis itupun berlari menghampirinya sambil berteriak.

"Oppa Jae ...!" pria itu menoleh dengan alis bertaut, tidak ada kakek-kakek disekelilingnya, lalu kenapa gadis kecil itu berlari kearahnya sabil memanggil Oppa'kakek' pikirnya, apa dia pikir dirinya sudah tua begitu?!.

"Oppa Jae," sapanya. Kedutan kesal sangat terlihat dipelipis pria itu.

"kau pikir aku sudah tua kau panggil aku opa, panggil aku kakak!" kesalnya.

"namaku Jaenal Abidin, usiaku masih 28 tahun," imbuhnya. Gadisitu semakin bingung, kenapa salah lagi?.

Siapa si Oppa Jae itu?

Erika masih menatap bingung pria yang ada didepannya, ibarat hewan pria itu mirip harimau ngamuk dan siap menerkam.

"maaf, Oppa Jae," sesalnya. Rasanya Jaenal ingin mencakar wajah cantik polos gadis didepannya, tapi kemudian dia berfikir,"mungkinkah yang dimaksud Mr. Jae Sung," batinnya. Pria itu menelan ludahnya sendiri, sepertinya sudah salah sangka mungkin dirinya terlalu percaya diri. Ide jahil muncul dalam otaknya.

"ehm, baiklah. Adik, apa keperluanmu menemui Oppa?" tanyanya. Biarlah dia menelan ludahnya sendiri yang penting sekarang gadis itu terkena kejahilannya. Erika mengerjapkan matanya, dia tak mengerti dengan sikap pria yang dikiranya pimpinan GNI Group,"apa aku salah informasi, bukankah katanya Oppa Jae itu orangnya juga cool, kenapa yang ada seperti dakocan begini?" batinnya menyesal sudah percaya tentang info itu.

"adik," panggilnya. Gadis itu langsung tersentak.

"iya maaf. Saya kesini untuk melamar-,"ucapnya terpotong.

"melamarku," sahut Jaenal cepat. Erika sweet drop, meski tak ada pria didunia ini, tidak akan mungkin dia mau melamar pria lebay macam itu. Lagi pula apa dia tidak ingat bahwa usia mereka beda jauh, tapi demi kesuksesannya dia harus bersabar.

"saya ingin mengikuti event cipta novel dengan tema GNI," balasnya agar pria itu tak salah paham lagi.

"baiklah, tapi sebelum itu kau harus bawakan kertas-kertas ini kerungan Menejer Akira, Akiramen," katanya. Gadis itu masih nampak kebingungan.

"Menejer Akira di lantai 3 ruangannya," jelasnya. Erika mengangguk dan mengambil tumpukan kertas yang ada di tangan Jaenal lalu pergi tanpa merasa curiga.

"aku harus semangat," katanya pada diri sendiri. Jaenal tersenyum penuh kepuasan.

"dasar gadis desa," gumamnya.

******

Dalam sebuah ruangan, terlihat seorang pria duduk di kusri kebesarannya. Tangannya memegang sebuah pena sambil diketuk-ketukannya di dagu, otaknya sedang memikirkan sesuatu entah apa, matanya menerawang dengan punggung yang bersanda pada kursi kebesarannya.

"apa kau sudah mulai gila Jae Sung?" hampir saja dia terjengkang kebelakang sangking terkejutnya mendengar suara wanita yang tiba-tiba menyapa indra pendengarannya. Matanya menatap bosan gadis itu, dia adalah Rin Hamasaki sahabat sekaligus sekretarisnya, pria itu menegakkan posisi duduknya.

"tidak bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk keruangan pimpinanmu, Rin?" kesalnya.

"aku sudah mengetuk pintu anda hampir 10x Mr. Hwang Jae Sung, tapi tak ada jawaban, saya kira anda sudah mati," balasnya santai. Jae Sung menaikkan setelah alisnya mendengar jawaban gadis itu.

"dak kau orang yang pertama kali menangis," seringainya, gadis itu mendelik tajam.

"yang benar saja! Hwang Jae Sung, kau pikir aku tidak punya pekerjaan lain menangisi pria sepertimu," sinisnya. Dalam hati dia membenarkan ucapan pimpinannya itu, bagaimanapun juga pria itu adalah orang yang menempati posisi penting dalam hatinya, tapi karena gengsi dia tak mau mengakuinya.

"ho ..? jadi sekarang nona Rin ini mulai pandai berbohong," katanya jahil. Pria itu mulai bangkit dari tempat duduknya, kakinya dilangkahkan untuk menghampiri gadis itu. Detak jantung yang berdebaran, tubuh seperti kulkas dua pintu terasa panas dingin, matanya terus memperhatikan setiap langkah yang diambil pria itu, nafasnya seakan terhenti seperti langkah kaki yang berhenti tepat didepannya, jarak yang mulai terkikir disebabkan oleh tubuh yang semakin mendekat, sang gadis memejamkan matanya secara reflek.

Grep ...

"dapat,"

Eh,

Tak terjadi apapun, seorang gadis cantik terkesiap, mata yang terpejam mulai menampakkan iris hitamnya, tetap masih berada ditempatnya. Pria itu masih tak beranjak satu incipun dari tempatnya berdiri, iris hitam itu mendongak melihat apa yang sebenarnya terjadi di atas sana, dahinya berkerut saat melihat sebuah capung berada dalam jepitan jari telunjuk dan ibu jari pujaan hatinya.

Jae Sung menundukkan pandangannya, bibirnya sedikit terangkat membentuk senyum mengejek untuknya, membuat dongkol karena lagi-lagi berhasil terkena kejahilan pria itu.

"ada apa?" pertanyaan bodoh namun disengaja terlontar dari bibir pria itu, dia jelas tau bahwa sang gadis telah masuk kedalam suasana mendebarkan yang dia ciptakan.

"kau tadi hanya ingin mengambil capung itu?" bolehkan Rin berharap jawabannya tidak, tapi melihat ekspresi sang pria yang seperti menahan tawa melihat tingkahnya juga pertanyaan bodohnya, dia tidak memerlukan jawaban apapun lagi.

"memangnya apa lagi, kau pikir aku akan memelukmu dan menciummu begitu," godanya. Gadis itu memalingkan wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus.

"kau terlalu percaya diri pimpinan, lagi pula kau pikir aku sudi di peluk dan dicium oleh manusia sepertimu," elaknya.

"benarkah?" sangsinya. Jae Sung memutar tubuhnya lalu kembali melangkah menempati kursi kebesarannya. Gadis itu berusaha melawan rasa gugup yang ada dalam dirinya, matanya menatap sang pujaan hati yang kini tersenyum manis ditempat duduknya, sungguh sial senyum itu membuat imannya naik turun.

"sialan senyum itu," batinnya mengumpat.

"lalu kenapa tadi kau memejamkan matamu?" tanyanya penuh selidik.

"terserah apa katamu, tapi saranku. Jangan terlalu memikirkan Shiou Rain hingga membuatmu gila," pesannya. Terselip nada kecemburuan dalam suaranya. Jae Sung menaikkan sebelah alisnya, sungguh menggoda gadis ini adalah hal yang paling menyenangkan.

"dan satu lagi, tadi ada yang mencarimu, kakek Jae," katanya yang langsung melenggang pergi, dalam hati dia yakin kini pria itu sedang mengumpatinya dalam hati.

Wajah tampan pria itu kini sudah seperti kertas usang karena dipanggil'kakek' yang benar saja, dia ganteng seperti aktor Korea Hong Jong Hyun masih muda lagi, lihatlah gadis itu malah pergi tanpa mengucapkan maaf.

"untung teman tersayang," batinnya dongkol.