12 Kesempatan Kedua Hanyalah...

Nana sangat senang karena Diana akhirnya pulang dari Rumah Sakit. Keadaannya sudah membaik dan ia memaksa pergi ke sekolah keesokan harinya.

"Tapi kamu kan sakit, Diana…" Nana putus-asa melarang Diana untuk sekolah. "Kalau nanti kambuh, bagaimana? "

"Selalu itu alasannya! Aku yang tahu kondisiku, Na…aku sudah merasa cukup sehat… Aku sudah bosan menghabiskan hampir seluruh hidupku di Rumah Sakit… Aku bosan diperhatikan seperti aku ini adalah gelas kristal yang bisa pecah sewaktu-waktu…" Ia menangis mendekap wajahnya. "Aku mau jadi orang biasa…seperti kamu, Na. Dimana semua orang bisa bergaul bebas dan terbuka…bisa main basket dan melakukan hal apapun yang kamu sukai…"

"Maafkan aku, Di…" Nana merangkul saudaranya. "Aku nggak tahu kamu begitu menderita…kupikir kadang-kadang diperhatikan orang itu sunggguh menyenangkan…" Nana menggigit bibirnya hampir mengatakan perasaannya yang sesungguhnya. Mama yang selalu memperlakukan Diana sebagai gelas kristal…tak pernah memperhatikannya… "Diana…kalau kau benar-benar ingin menjadi seperti aku…kau bisa melakukannya…"

"Maksudmu? " Diana menatap Nana yang mengangguk mantap. "Apa maksudmu? "

"Kita bertukar peran selama sehari…."

"Tapi aku nggak bisa naik angkot ke sekolah…" keluh Diana.

"Tidak apa-apa, biar aku yang tidak sekolah… Kamu tetap pergi dengan Koji… Bilang saja Diana belum sehat jadi nggak bisa pergi sekolah…"

"Hm…kamu benar." Diana memeluk Nana lebih erat. "Terima kasih…walaupun cuma sehari, aku mau jadi orang biasa…"

***

Keesokan harinya Nana memandang lewat jendela Diana pergi ke rumah Kojiro dengan berdandan seperti dirinya. Kojiro sama sekali tidak menduga hanya dengan menyanggul rambutnya Diana telah berubah sedemikian mirip Nana.

"Diana….bagaimana keadaanmu?" Nana tersentak dan segera mengalihkan pandangannya dari jendela. Mama datang menghampirinya dan membawakan semangkuk bubur dan beberapa belas obat. "Mama akan memasak kue kesukaanmu…tapi obatnya diminum, ya…"

"Eng…sebentar lagi, Ma…" Nana memakan buburnya pelan-pelan "Ma…mau tidak menemaniku berjalan-jalan seharian?"

"Tentu saja, sayang. Kau mau kemana?" Mama memandang Nana dengan penuh kasih sayang dan membelai rambutnya.

"Terserah Mama…yang jelas hari ini aku mau bersama Mama terus…" Nana merangkul Mama dengan haru. "Aku sangat merindukan Mama."

"Sst…jangan bicara begitu…Mama jadi takut kau akan meninggalkan Mama…" Airmata Mama menetes pelan. "Huk..Diana…Kau harus berjanji jangan pernah meninggalkan Mama…"

"Iya, Ma…" Nana merebahkan kepalanya ke pangkuan Mama. "Tapi Mama kan masih punya Nana…kalau…seandainya…kalau aku terpaksa pergi… Mama kan bisa menganggap Nana sebagai penggantiku." bisiknya pelan.

Mama menggeleng dan air matanya mengalir semakin deras.

"Tidak, sayang…Mama terlalu menyayangimu… Tak ada yang bisa menggantikanmu di hati Mama…bahkan Nana juga tidak…huk… Mama sangat menyesal, tapi…kami terlalu lama berpisah, Mama sama sekali tidak mengenalnya… Mama hampir merasa anak Mama cuma kamu… Mama harus mencurahkan segala kekuatan Mama untukmu karena Nana mampu mengatasi semuanya sendirian, dia adalah anak yang kuat dan gembira. Mama yakin dia akan baik-baik saja…"

Nana menangis pedih di pelukan Mama yang membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang.

"Ma…ma…huk…jadi Mama tidak menyayangi..Nana..? Benarkah...huk..itu?"

"Bukan itu maksudnya…Nana tidak membutuhkan Mama, Di… Dia memiliki dunianya sendiri yang berbeda dengan kita… Dia mampu hidup dengan tangguh di dunia itu… Kau tahu, dia bersalah padamu karena saat lahir dia tidak membagi kesehatannya denganmu… Kau tahu betapa hancur hati Mama memegang seorang bayi yang luar biasa sehat di tangan kiri, dan seorang bayi lemah yang hampir mati di tangan kanan…kalau saja kalian berdua senasib, maka garis nasib itu akan menempatkan kalian di dunia yang sama… Tetapi Nana memiliki dunianya dan kamu memiliki Mama…" Mama menepuk punggung Nana dengan lembut. "Kamu harus cepat sembuh biar besok bisa pergi bareng Koji lagi."

"Kenapa…aku selalu harus pergi dengan Koji, Ma…? Sebenarnya aku tidak berolahraga dengan itu, kan…hanya duduk dan menikmati perjalanan yang lambat…" bisik Nana hampir tersedak karena menahan tangisnya. "Aku…"

"Bukankah kamu yang bilang kalau kamu menyukai Kojiro? Anak itu baik sekali…" Mama memandang Nana keheranan. "Mama sudah bilang sama Nana supaya menjauhi Koji, Mama senang dia punya teman-teman lain…jadi kamu bisa dekat dengan Kojiro… Bagaimana perkembangannya sekarang? Apakah Kojiro menyukaimu? Mama bisa lihat caranya memandangmu…sepertinya dia suka sama kamu tapi nggak enak sama Nana…"

"Oh…sepertinya begitu, Ma… Aku sudah bicara baik-baik sama Nana dan dia merelakan Koji padaku… Aku yakin Nana tidak akan bersikap egois…"

"Itu bagus sekali…" Mama mendorong Nana supaya kembali tidur dan menyuapinya bubur. "Nah kamu harus cepat sembuh biar Mama dan Kojiro tidak khawatir lagi."

"I…iya, Ma…"

Setelah Mama keluar kamar Nana menangis tersedu-sedu.

***

Sementara itu Diana sangat menikmati peran barunya sebagai Nana. Ia bisa mengobrol bebas dengan Koji dan semua orang… Ia tidak perlu melihat wajah khawatir mereka setiap waktu seperti bila ia menjadi dirinya sendiri.

"Eh…nanti siang kita jadi nonton bazaarnya, kan?" tanya Kojiro saat mereka berdua makan siang di kantin. Diana kaget sekali. Ia sama sekali tidak tahu yang dimaksud Kojiro. "Jangan bilang kamu lupa kalau hari ini kita ke bazaar SMP… Andy udah bela-belain datang ngeband demi kamu....!"

"Eh…nggak…aku lupa bilang Mama kalau hari ini akan pulang terlambat… Nanti kutelepon dulu, deh…"

"Iya, telepon aja. Entah gimana, pokoknya kamu harus datang ke bazaar itu. Teman-teman dari klub basket SMP juga pada mau ngumpul." kata Koji.

"Iya…aku pasti ikut." Diana tersenyum menenangkan. Kalau ia bisa mengelabui teman-teman Nana sekarang, tentu teman-teman SMP nya pun bisa.

Saat kembali ke kelas ia hampir salah masuk ke kelas B, untung dilihatnya Lucia yang melotot memanggilnya. Cepat-cepat Diana pergi ke kelas A, menyadari kesalahannya, ia tertawa sendiri.

"Kenapa ketawa-ketawa ?" sergah Lucia. "Kamu habis ngapain tadi sama Koji?"

"Nggak ngapa-ngapain…kamu kan tahu Koji itu sahabatku…" Diana tertawa riang. "Kenapa kamu gusar? "

"Tadi aku dengar Kak Eri akan… Ah…" Lucia tiba-tiba menekap mulutnya sendiri. "Nggak jadi, deh…"

"Ada apa, sih? " tanya Diana keheranan. "Kak Eri kenapa? "

"Nggak, deh…nanti kamu marah, lagi…"

"Aku janji nggak akan marah…tapi kenapa? Ayo Lucia, bilang, dong…."

Lucia akhirnya menyerah.

"Kak Eri bilang akan mengajak Diana dalam pertunjukan istimewanya bulan depan… Uuuh…aku tahu dia saudaramu…tapi aku udah nggak tahan lagi…! Semuanya dia rebut…bahkan Kak Eri dia ambil juga!"

Diana sangat terpukul mendengarnya. "A..ku nggak tahu kamu benci sekali sama Diana…"

"Nggak benci, Na…cuma kesal…! Mentang-mentang sakit jantung bukan berarti dia bisa mendapatkan semua keinginannya… Aku ngerti kamu sayang banget sama dia, tapi…" Lucia menghela nafas. "Maaf…aku salah bicara, aku cuma cemburu…aku sudah lama berlatih agar diperhatikan Kak Eri…tapi dia ternyata tertarik pada kemampuan Diana…aku kesal sekali…maafkan aku…"

"Aku yakin Diana tidak akan menerima tawaran Kak Eri…lagipula dia tidak cukup kuat untuk bermain musik lagi. " kata Diana pelan. "Kamu nggak usah kuatir."

"Ah…aku nggak yakin." Lucia menggeleng sedih.

Diana jadi merasa tidak enak sepanjang sisa pelajaran. Ia merasa sedih menyadari banyak orang menganggapnya merebut orang- orang yang dekat dengan Nana dengan alasan penyakitnya…sungguh, ia tidak melakukannya dengan sengaja… Ia yang selama ini kesepian ingin sekali punya teman….

"Hei! Kenapa melamun terus?" tanya Koji saat menjemput Diana dari kelas A. "Kamu mikirin apa, sih?"

"Eh…nggak apa-apa…" Diana tersenyum lebar. "Aku sudah telepon Mama minta izin pulang terlambat, kita jadi kan ke bazaar SMP?"

"Ya, jelas, dong…!"

Mereka berjalan keluar gerbang ketika Eri datang menghampiri keduanya dari arah ruang musik. Ia menenteng sebuah kotak biola dan menyerahkannya pada Diana. "Hei..ini biola milik saudaramu…sudah diperbaiki seperti baru."

Diana terkejut. Ia memang menyadari biolanya tidak ada di rumah tapi Ia tak mengira biola itu rusak dan ada pada Eri. Ia membuka kotaknya dan memeriksa biola itu dengan seksama. "Di mana kerusakannya yang parah, Kak? Bagaimana kau memperbaikinya?"

"Oh…tangkainya patah itu saja… Aku kenal seorang pembuat biola yang ahli dan sudah memperbaikinya. Pokoknya sekarang jangan merasa bersalah lagi karena menjatuhkannya…kemarin itu kan kamu sedang panik menyelamatkan Diana…"

"I..iya…"

"Aku pergi dulu, ya… Oh, tanyakan sama Diana apakah dia mau jadi bintang tamu di pertunjukanku bulan depan… Aku tertarik dengan permainannya kemarin."

"Diana…tidak boleh ikut klub musik lagi, Kak…semua orang takut penyakitnya kambuh." kata Diana sedih.

"Aku tahu…karena itu aku mau berlatih di rumahmu, aku akan datang besok melatih komposisi itu. Tolong tanyakan, ya?"

Eri lalu pergi, tak memperdulikan pandangan tajam Kojiro. Diana yang menyadari suasana tak enak segera menarik tangan Kojiro pergi dari situ.

"Kenapa sih kamu selalu bersikap kurang baik sama Kak Eri?" tanya Diana saat mereka dalam perjalanan ke SMP. "Kamu nggak suka Kak Eri, ya?"

"Bukan…" Koji mendesah pendek. "Kamu nggak kan ngerti."

"Memang… kalian berdua sikapnya aneh sekali…Kak Eri juga… Biola yang rusaknya seperti itu takkan bisa diperbaiki lagi, nomor seri biola ini juga berbeda… Jadi kuduga, dia telah membeli biola lain yang sama persis untuk mengganti biola yang lama. Tapi kenapa ia harus berpura-pura memperbaikinya..?" tanya Diana kebingungan.

"Dia melakukannya supaya kamu nggak merasa bersalah telah merusakkan biola Diana…! Kamu kan awam sekali sama musik, jadi dia menduga kamu nggak kan tahu bedanya biola satu dengan yang lainnya. Besok, kalau ketemu Diana, dia pasti akan memberitahu yang sebenarnya biar Diana nggak bingung dan kelepasan bicara ke kamu tentang pertukaran biola itu…" Koji mendengus tidak senang. "Dia nggak mikir kalau ternyata kamu juga ngerti sedikit tentang biola…"

Diana tertegun. "Kenapa…kenapa dia melakukannya?"

"Tentu aja karena dia suka sama kamu…, bodoh."

Kojiro tidak mau melanjutkan pembicaraan sehingga mereka terus diam sepanjang jalan, bergelut dengan pikiran masing-masing. Diana jadi menyesal ikut ke bazaar SMP karena ia tak tahu apa-apa, dan tidak kenal siapa-siapa. Ia hanya menempel pada Koji dan mengikutinya kemana pun agar tidak tersesat.

Setiap orang yang menyapanya ia balas dengan senyuman. Banyak sekali orang yang melonjak-lonjak gembira dan memeluknya begitu melihat kehadirannya. Diana tiba-tiba merasa bahagia sekali dikelilingi begitu banyak orang yang dekat dengannya.

"Hei! Sudah gua duga lu bakal datang sama Koji. Bagaimana Nusantara? "

"Eh…baik…sekolah di sana menyenangkan. "

"Gimana? Masih gitu-gitu aja sama Koji? Ada kemajuan, nggak? "

"Kemajuan apa, sih? Kamu yang nggak- nggak aja. "

"Hei…lihat.! Itu bandnya Andy muncul…!"

Diana menoleh ke arah panggung dan menemukan beberapa remaja yang asyik menyetem peralatan musik. Vokalisnya maju dan berbicara sementara anggota yang lain mempersiapkan diri. Seketika riuh suara orang-orang bersorak menyambut, membuat Diana mengerti bahwa band ini cukup populer di antara pelajar.

"Hai semua…nama gua Andy…gua lulusan SMP ini juga 2 tahun yang lalu walaupun sampai sekarang muka gua masih sama imutnya dengan dulu… Itu teman-teman gua…! Namanya Iwang, Deo, sama Ari. Kita di sini mau nyanyiin beberapa lagu buat kalian.."

Setelah alat musik siap, band itu segera menggebrak dengan beberapa lagu yang disukai remaja dan mendapatkan tepukan yang sangat meriah. Andy tersenyum lebar melihatnya. Sesaat matanya membentur sosok Diana yang berdiri di sisi Koji.

"Lagu terakhir ini gua dedikasikan untuk seorang temen gua yang bertahun-tahun memendam cinta. Dia cukup tangguh mengajak gua berkelahi supaya nggak ngegangguin ceweknya…tapi tidak cukup tangguh untuk nyatain isi hatinya… So, my friend…this song is for you." Ia tersenyum simpul dan memberi tanda agar musik dimainkan.

….Sebelum dia pergi…

Raihlah ujung bajunya dan tarik sekuat tenagamu

Jangan biarkan Ia berlalu…

Karena kesempatan kedua hanyalah imajinasi manusia…

.

.

@@@@@@@@@@@

Dari penulis:

Terima kasih sudah membaca Glass Heart sampai sejauh ini.

Cerita ini saya tulis tahun 1998. Udah lama sekali ya.. Baru sempat dipublish sekarang. Semoga kalian suka dengan tokoh Nana dan Kojiro.

Novel saya yang lain:

1. Katerina (ditulis tahun 2004)

bercerita tentang seorang mantan murid nakal yang kemudian bekerja menjadi guru bahasa Inggris di SMP

2. Ludwina & Andrea (2019)

tentang seorang penulis amatir yang hobi keliling dunia dan jatuh cinta pada Andrea, seorang security expert yang lovable banget.

3. The Alchemists (2019 - on going)

tentang seorang gadis yatim piatu miskin yang mencoba bertahan hidup sendirian di Singapura, jatuh cinta kepada seorang manusia sempurna yang hidup abadi bernama Caspar.

avataravatar
Next chapter