16 Bonus Chapter : THE FLYER

Pertama kalinya Kojiro masuk ke kelasnya yang baru ia tidak memberikan kesan yang cukup keren. Ia datang terlambat karena tiba-tiba ban sepedanya kempes dan terpaksa dituntunnya ke sekolah.

Sampai di depan SMU Pelita Jakarta ternyata gerbang telah dikunci dan ia susah payah mengangkat sepedanya meloncati gerbang.

Malang, keseimbangannya hilang saat ia berada di atas dan ia pun terjatuh ke tanah keras sekali…tertimpa sepedanya.

Dengan rambut acak-acakan dan badan kotor berdarah ia berjalan sempoyongan ke kantor kepala sekolah. Sialnya tak ada seorang pun di sana. Kojiro duduk menunggu beberapa menit tapi lalu menjadi tak sabar. Ia sudah tahu dari telepon kemarin bahwa ia masuk ke kelas 3C.

Pikirnya lebih baik ia masuk kelas daripada terlunta-lunta di negeri orang, karena itu setelah berusaha membuat dirinya tampak lebih rapi ia pun berjalan menuju kelas dengan angka 3C tertulis pada pintunya.

TOK! TOK!

"Masuk!"

Ia berjalan pelan masuk ke dalam kelas dan langsung berhadapan dengan seorang guru laki-laki gemuk yang melotot melihatnya dari kepala sampai ujung kaki.

"Selamat pagi, Pak…" Kojiro mengangguk ramah. "Saya murid baru…"

Guru gemuk itu mengangkat alisnya dalam keheranan.

"Kenapa kamu…" Ia berusaha mencari kata yang tepat, "…kusut seperti itu?"

Kojiro tertawa. "Tadi jatuh, Pak..ehehe..dari gerbang…"

"Gerbang?"

"Iya, gerbangnya sudah dikunci..jadi…" Ia tersenyum tanpa rasa bersalah. "Nama saya Kojiro…saya duduk di mana?"

Pak Guru gemuk melambai tidak sabar dan dengan tahu diri Kojiro bergegas mencari bangku yang masih kosong. Satu-satunya di ruangan itu adalah bangku paling belakang baris kedua dari meja guru, di sebelah seorang gadis berambut pendek dan berwajah galak.

"Permisi…" Kojiro duduk di sebelahnya sementara pak guru gemuk melanjutkan pelajaran seolah tak terjadi apa-apa.

"Nah, itu adalah murid baru di kelas ini, namanya Kojiro dan baru saja jatuh dari gerbang." Ia menulis sesuatu di papan tulis. "Jadi, siapa yang bisa mengerjakan persamaan ini?"

Semua diam, pura-pura sibuk mengerjakan sesuatu. Pak Gemuk menjadi tidak sabar. Ia pun menunjuk orang yang dianggapnya paling tidak memperhatikan pelajaran.

"Andreana! Apa hasil dari persamaan itu?"

Gadis di sebelah Kojiro tersentak kaget. Kojiro melirik ke sebelahnya dan melihat buku tulis Andreana penuh gambar-gambar komik, ia sama sekali tidak mengerjakan soal.

"Saya, Pak?" tanya Andreana bingung.

"Iya, coba kamu jawab soal ini…berapa hasilnya?"

Kojiro melihat ke papan tulis, mempelajarinya sebentar lalu menulis sebuah angka dengan cepat di buku tulis Andreana. Ditendangnya kaki gadis itu di bawah meja untuk memberinya isyarat. Andreana cepat mengerti dan dengan tenang menjawab pertanyaan Pak Gemuk.

"Hmm…jawabannya X=5."

Pak Gemuk tampak sedikit terpukul. Tapi kemudian senyum cerah menghiasi wajahnya.

"Bagus, akhirnya ada juga yang memperhatikan pelajaran ini." Ia terbatuk sebentar. "Andreana, keluar kelas karena kamu tidak memperhatikan pelajaran saya…! Dan kamu, anak baru, juga keluar karena telah memberinya contekan!"

Kojiro dan Andreana saling pandang, keduanya serentak berdiri.

"Tapi, Pak.."

"Ini nggak adil!"

"Keluar!" Pak Gemuk menghapus papan tulis dan menulis kembali beberapa soal. Saat dilihatnya Kojiro dan Andreana belum juga bergerak, ia membukakan pintu kelas. "Kalau kalian mengulangi hal seperti ini…saya tidak akan segan mencoret nilai raport kalian."

Akhirnya Kojiro dan Andreana berjalan pelan-pelan meninggalkan kelas diiringi pandangan teman-teman sekelasnya.

"Kamu seharusnya jangan sok pintar kayak tadi…" omel Andreana di luar kelas.

"Maaf, ya, kalau aku suka menolong…" balas Kojiro sinis. "Lain kali aku bakalan berpikir dua kali…"

"Sudahlah…salah kita berdua, kok…" Andreana menarik tangan Kojiro menuju kantin. "Ayo, kutraktir jus...itung-itung sebagai balas budi."

Kojiro menurut saja. Ada sesuatu pada diri Andreana yang disukainya. Begitu ringan dan tanpa beban.

"Kamu hobby menggambar, ya?" tanya Kojiro saat menikmati jusnya di kantin. Andreana mengangguk.

"Yap. Hm..biar kutebak…" Ia tersenyum sinis. "Kamu hobby-nya belajar."

"Kojiro menggeleng. "Sorry, aku kebetulan pintar.."

Keduanya tertawa.

"Pak Tomat memang nggak suka aku dari kelas 1 karena aku pernah menggambar karikaturnya yang jelek banget…" kata Andreana. "Dia selalu mengawasi aku di setiap pelajarannya, lagi menggambar atau nggak… Dan kurasa peristiwa tadi bakal membuatnya nggak suka kamu juga."

"Wah, kalau begitu aku harus berhati-hati."

"Hm.. Oh, ya kamu sendiri hobby-nya apa?" tanya Andreana kemudian. Kojiro termenung sebentar mendengarnya. Ia mencoba mencari kata yang tepat dan dengan susah payah menjelaskan.

"Well..aku suka udara..aku suka kebebasan..dan aku..hm..aku suka terbang.."

"Terbang?"

"Yah…terbang. Di sekolahku yang lama aku sempat membuat pesawat mini seperti yang diterbangkan Wright bersaudara…cuma melayang 1 meter di atas tanah selama 15 detik…" Kojiro tersenyum. "Aku sangat bangga dan ingin melanjutkannya…"

Andreana tampak heran sekali.

"Pesawat sederhana yang dikayuh pakai sepeda, ya? Konyol banget. Kenapa nggak bikin balon udara saja…kurasa itu lebih aman dan mudah…" Andreana menepuk bahu Kojiro. "Hobby yang bagus."

"Terima kasih."

"Oh, ya…ngeliat dari nama kamu..kayaknya kamu ada turunan Jepangnya, ya..? Kamu pernah ke Jepang?"

"Hmm…papaku emang orang Jepang, tapi udah jadi warga negara sini." Kojiro mengangguk. "Aku baru sekali ke sana, kemarin waktu mengantar Mama sama Papa ke Tokyo. Papa dipindahin tugasnya ke kantor pusat dan mereka terpaksa pindah."

"Jadi kamu di sini tinggal sendirian? Emangnya kamu nggak punya kakak atau apa gitu…?"

"Oh, Akira lagi kerja praktek jadi dokter di Kalimantan. Sebenarnya di Bandung aku, sih, nggak masalah tinggal sendirian, tapi Mama khawatir sekali anaknya yang manis ini kenapa-kenapa…jadi aku disuruh pindah ke sini dan tinggal sama Nenek."

Andreana tertawa. "Manis lu bilang?"

"Iya. Kamu nggak salah dengar, kok."

Sejak itu mereka berdua berteman. Andreana berbaik hati memperkenalkan Kojiro pada semua orang dan membuatnya punya banyak teman. Sayang, Kojiro tidak punya banyak waktu untuk klub, karena begitu lonceng pulang berbunyi ia selalu pulang cepat.

"Kamu kok buru-buru amat, sih?" tegur Andreana suatu hari. "Hari ini jangan pulang dulu, deh…anak-anak mau rapat untuk bazaar.."

"Bazaar?" Kojiro mengerutkan kening tanda tidak mengerti. "Kapan?"

"Tuh, kan..kamu nggak gaul, sih…bazaarnya bulan depan. Panitia udah bikin selebaran dan spanduk di mana-mana. Tiap kelas buka stand atau bikin pertunjukan dan anak-anak kelas kita mau rapat untuk menentukan tema…"

"Aku harus ikut?"

"Kamu anak kelas 3C bukan sih?" Andreana menjadi kesal, karenanya Kojiro cepat-cepat minta maaf.

"Maaf, ya…aku punya penelitian di rumah yang harus cepat selesai karenanya aku nggak pernah aktif di sekolah…"

"Ya, sudah…pokoknya sekarang jangan pulang!"

Acara rapat berlangsung sangat seru karena anak-anak memiliki banyak sekali ide untuk kelasnya. Dari kafe kecil sampai pesawat antariksa. Anto, sang KM, menampung semua usulan dengan lapang dada. Dicatat dan dipertimbangkan baik-baik.

"Ada usulan lagi?" tanyanya menatap semua wajah. Andreana, yang tadi mengusulkan kafe gulat wanita professional, menyikut Kojiro, tapi pemuda itu hanya mengangkat bahu.

"Kojiro punya usulan, nih…!" seru Andreana tiba-tiba.

"Nggak…! Andreana ngarang, tuh…" balas Kojiro. Tapi Anto telah memandangnya penuh perhatian sehingga mau tak mau Kojiro terpaksa memunculkan ide. "Sebenarnya…aku lagi bikin proyek balon udara…kalau berhasil kita bisa tampilkan di bazaar…"

Semua anak saling pandang.

KEREN SEKALI…

"Jadi kita bikin balon udara dan…" Andreana mengerutkan kening. "..Terus diapain…?"

"Kita bisa menarik sewa untuk orang yang mau naik. Juga bisa dijadikan studio foto yang menarik… Siapa pun pasti senang bisa difoto di udara…"

"Itu ide yang bagus sekali…" Anto mengangguk. "Gue nggak bisa mikirin ide lain yang lebih baik… Gimana teman-teman?"

Yang lain mengangguk semangat.

"Tapi bagaimana cara membuatnya? Yang bisa di sini kan cuma Koji…" tanya Dina kemudian.

"Aku juga nggak mungkin membuatnya sendirian dengan waktu cuma sebulan…" Kojiro tersenyum kecil. "Kalian harus membantuku…"

"Oke, itu bisa diatur. lu terangin aja gimana kami harus kerja.."

"Baik, mulai besok kita beli bahan-bahan yang dibutuhkan.."

"Uang kas kita masih banyak, kok…" kata Dina gembira. "Yang belum pada bayar bisa ditagih segera, misalnya…Anto..!"

Anto tertawa malu sambil menjitak kepala Dina. "Hush..lu malu-maluin gue aja, deh.."

"Sesudah itu kalian bisa bantu aku membuatnya."

"Tempatnya di mana?"

"Rumahku terbuka kapan saja…"

Semua bersorak gembira.

***

Keesokan harinya murid-murid kelas 3C tidak langsung pulang. Mereka berkumpul untuk membahas rancangan balon-balon yang akan mereka buat. Beberapa orang memberi masukan lain dan bersama-sama mereka bahas untuk membuat balon-balon yang unik. Kojiro mengeluarkan sebuah buku biru dari dalam tasnya dan menaruhnya di meja.

"Dari buku ini aku dapat banyak sekali pengetahuan tentang aeronautika, bahkan juga prinsip dasar pembuatan balon. Di sekolahku yang dulu tidak banyak orang yang tertarik dengan terbang, jadi aku cuma sendirian. Aku sangat senang kelas kita mengadakan proyek ini."

"Kita juga senang, lho." balas Andreana. "Boleh kita pelajari, ya, bukunya…soalnya kita juga mau bisa…"

"Boleh, tapi tolong dibacanya hati-hati, jangan dilipat dan jangan sampai rusak. Please…" Kojiro beranjak keluar kelas. "Maaf, aku mau ke belakang dulu."

Ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci tangannya yang kotor oleh kapur saat menerangkan rancangan balon udara itu di papan tulis. Sejenak pandangannya tertarik melihat lapangan Basket yang dipenuhi oleh teman-teman sekelasnya yang menunggu hasil rapat rancangan balon sambil bermain basket.

"Hei! Koji..! Lu bisa main Basket, nggak?" teriak Aldi yang melihatnya.

"Ayo, main aja dulu… Asyik buat refreshing…!" seru yang lain.

Kojiro tidak ingat kapan terakhir kalinya ia bermain Basket. Sejak awal tahun ajaran yang lalu ia telah berhenti dari kedudukannya sebagai kapten klub Basket di SMU-nya yang lama dan mencurahkan perhatiannya pada aeronautika, sesuatu yang dulu tak sempat ia lakukan.

Rasanya rindu juga…

"Nah, gitu, dong… Coba aja dulu.. Basket itu nggak susah, kok.."

Kojiro tersenyum mendengar ucapan Aldi. Ia segera mengambil posisi yang baik lalu menerima operan bola dari Aldi, langsung dibawa berlari ke ujung lapangan dan dengan gesit melewati pemain-pemain lain yang berusaha menjegalnya, kemudian dimasukkan ke keranjang dengan Slam Dunk yang indah.

Ia hanya tertawa melihat mereka semua melongo. "Sudah lama tidak Basket, rasanya kemampuanku jadi berkurang…"

"Itu lu bilang kemampuan yang berkurang?" teriak Ferry keheranan. "Lu jago banget…!"

Aldi mengerutkan keningnya berpikir dimana gerangan ia pernah melihat Kojiro sebelum ini.

"Kayaknya…gua pernah ngeliat elu…" katanya kemudian sambil menghampiri Kojiro. "Kalo nggak salah… di Turnamen Basket Pelajar Nasional…"

Kojiro mengangguk. "Mungkin."

"Iya, nggak salah lagi…gua nonton pertandingan finalnya tahun lalu, tim lu dari SMU Nusantara dapat juara 2! Iya, kan? Gua ingat soalnya waktu itu ada cewek yang semangat banget menyoraki kalian…"

Kojiro tersenyum sedikit. "Kamu benar."

"Kenapa lu nggak Basket lagi? Turnamen tahun ini gua nggak liat elu maen…"

Kojiro mengangkat bahu. "Aku punya prioritas lain."

"Cewek itu juga nggak ada, padahal Tim Nusantara lolos ke final. "

Kojiro mendrible bola Basket pelan-pelan lalu di-shoot ke keranjang. Masuk dengan indah sekali.

"Kapan-kapan aku mau main lagi, deh…"

Setelah berkata demikian ia kembali ke dalam kelas.

Anak-anak yang berada di dalam menyambutnya dengan antusias. Setelah membaca buku yang diberikan Kojiro mereka jadi lebih tertarik membuat kendaraan-kendaraan terbang, terutama Andreana.

"Buku ini menarik banget, lho… Lu dapet ini dari mana? Gua kayaknya mo beli, deh…" katanya dengan semangat.

"Buku ini nggak diterbitin lagi."

"Wah, gimana, dong…" Andreana menjadi kecewa. "Kalau begitu boleh aku pinjam bukumu? Aku janji nggak bakalan dilipat atau pun rusak…"

Kojiro berpikir agak lama baru mengangguk pelan. "Tapi jangan diubah sampulnya, ya…"

"Beres, Bos…"

Mereka menentukan peralatan yang akan dibeli lalu mengutus Dina dan Kojiro untuk berbelanja. Esok harinya mereka akan berkumpul di rumah Kojiro untuk mengerjakan pembuatannya.

"Emang rumah lu cukup untuk nampung 30 orang lebih, Koji…? Maksud gua…apa nggak lebih baik di rumah gua aja…" kata Anto kemudian.

"Kalo peralatannya dipindahin ke rumah kamu bakalan repot lagi, To…lebih baik di rumah nenekku saja."

"Ya, sudah.."

Kojiro berbelanja peralatan yang dibutuhkan bersama Dina karena selain gadis itu bendahara kelas, ia juga membawa mobil hingga memudahkan mereka untuk mengangkut barang-barang yang dibutuhkan.

Keesokan harinya anak-anak kelas 3C dengan bersemangat berangkat ke rumah Kojiro. Mereka sudah tidak sabar ingin membuat balon udara itu. Segala peralatan yang dibutuhkan sudah tersedia di sana dan mereka tinggal menyumbangkan tenaga saja.

"Wah...untung halamannya gede...kita bisa kerja dengan nyaman, nih..." komentar Anto dengan puas. Ia segera mengatur pembagian kerja dan mereka mulai menyiapkan proyek bazaar mereka menjadi realita.

Pengetahuan Kojiro akan aeronautika mempesona mereka dan Dina bertanya kemana gerangan Kojiro akan melanjutkan pendidikannya.

"ITB jurusan penerbangan, ya?"

Kojiro menggeleng. "Nggak tahu. Bagiku kuliah itu nggak menarik."

"Lho? Bentar lagi kan UAN, udah itu SPMB... Lu bener-bener nggak mau kuliah?" tanya Anto yang memimpikan ITB sebagai tempatnya berlabuh kelak.

"Lu sebenarnya mau jadi apa, sih?" tanya Andreana tidak sabar.

Atas pertanyaan ini Kojiro hanya tersenyum. Ia tidak menjawab.

Mereka merasa Kojiro adalah orang yang penuh misteri. Ia selalu bersikap manis tetapi tidak mau membuka apa pun tentang dirinya. Satu-satunya petunjuk adalah bahwa dulu ia aktif bermain Basket, tetapi kemudian berhenti sama sekali untuk memfokuskan diri pada aeronautika. Tapi mengapa...?

Andreana yang paling sewot atas kenyataan bahwa ia tak tahu apa-apa mengenai teman sebangkunya itu. Anto berulangkali menasehatinya agar tidak memaksa, bila Kojiro ingin merahasiakan dirinya Andreana tidak berhak menyelidiki.

"Kenapa juga lu harot gitu, emang lu suka sama dia, ya?" tanya Anto mencela. Saat itu mereka sedang menikmati bakso di kantin sepulang sekolah. Anak-anak 3C lainnya sedang sibuk mendekorasi kelas untuk acara bazaar keesokan harinya. Proyek balon udara mereka telah rampung dan malam ini siap dipasang.

Andreana memasang muka sebal.

"Kenapa, ya, lu pikirannya negatif mulu...? Emang nggak boleh kalo gue punya rasa ingin tahu yang tinggi? Itu tandanya pinter, tau!"

"Terserah elu, deh."

Andreana mengeluarkan buku biru yang dulu ia pinjam dari Kojiro. Telah selesai dibaca dan dibuat rangkumannya. Hari ini akan dikembalikannya. "Sampul bukunya udah jelek, lebih baik gua beli sampul plastik yang baru. Lu tunggu di sini, ya..."

Ia berlari ke koperasi siswa dan membeli sehelai sampul plastik untuk mengganti sampul buku Kojiro.

"Tumben lu baik, Na. Buku Fisika gue yang lu pinjam kemaren sampulnya juga udah jelek, lho..." komentar Anto. Andreana hanya mencibir.

"Buku elu kan jorok, banyak coretannya, mo diapa-apain juga nggak bakalan jadi bagus. Kalo Kojiro itu orangnya rapih, bukunya bersih banget, tinggal diganti sampul juga bukunya bakalan berubah jadi baru." Ia membuka sampul plastik The Flyer... "Eh..kok, halaman pertamanya dimasukin ke dalam sampul, sih..." Andreana membuka halaman itu dan berseru kecil, menarik perhatian Anto. "Ini...surat."

"Hah? Surat apa?" tanya Anto keheranan.

Mereka berdua membacanya dengan penasaran. Rupanya buku itu dihadiahkan bagi Kojiro oleh seorang gadis pada hari ulang tahunnya.

"Hai, Kojiro…selamat ulang tahun…! Aku tidak lupa, kan..? Sebenarnya aku tidak pernah lupa..ha..ha..cuma tidak ingat..(eh, sama saja, ya..?) Karena sekarang umurmu sudah 17, aku tidak akan pernah memanggilmu Unta Jelek lagi…(kecuali kalau kamu masih memanggilku Kodok..)!

Kamu suka terbang, kan..? Terbanglah dengan buku ini…kalau sudah berhasil jangan lupa membawaku bersamamu… Kemana pun kamu pergi aku ikut, deh…(habis, aku ikut siapa lagi kalau bukan kamu..? Payah, ya..)

Sebenarnya pengen ngasih kamu hadiah lain yang lebih mahal (aku lihat ada model Zeppelin, lho..), tapi kamu selalu bilang, kan, yang penting adalah ketulusannya..ha..ha.. aku tulus sekali memberikan buku ini, jadi kamu harus suka..! (Ini bukan ancaman !)

Dari : Nanamu yang cantik."

Keduanya saling pandang.

"Dari kata-katanya mirip kamu, deh." Anto menggeleng-geleng. "Kamu telat, Kojiro udah punya pacar."

"Belum tentu pacarnya." bantah Andreana. "Bisa aja kan sebagai teman biasa ngasi hadiah..."

Saat itulah Kojiro muncul di pintu kantin. Ia hendak meminta bantuan Anto memasang pasak untuk menambatkan balon udara, tetapi ia telah melihat bukunya yang terbuka.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya cepat. Andreana terkejut, ia mengulurkan sampul plastik yang ada di tangannya.

"Aku mau ganti sampulnya...soalnya udah jelek." katanya polos.

Kojiro mengambil bukunya dengan wajah tidak bisa ditebak. Hanya kata-katanya yang dingin membuat Andreana tahu bahwa ia telah membuat kesalahan besar.

"Aku sudah bilang jangan merubah sampulnya, but you didn't listen to me! Kamu nggak bisa dipercaya!"

Kalimat terakhir itu menghancurkan hati Andreana. Ia bangkit dan berlari dengan airmata berderai keluar kantin.

"Kamu terlalu keras sama dia. Andreana cuma bermaksud mengganti sampul bukumu karena ia merasa berterima kasih sudah boleh meminjamnya." kecam Anto, ia tidak menghiraukan Kojiro dan segera berlari mengejar Andreana.

Kojiro membuka The Flyer dan membaca halaman pertama yang selama ini sengaja ia sembunyikan di dalam sampulnya agar ia tidak usah merasa sedih setiap kali membacanya. Ia selalu merindukan Nana saat melihat surat itu.

"Hei, Koji...bantuin bikin pasaknya, dong...!" seru Aldi yang datang menyusulnya ke kantin. Ia mengangguk dan kembali ke lapangan mengikuti Aldi.

Andreana dan Kojiro tidak saling bicara selama bazaar. Bahkan gadis itu sengaja menghindar dengan melayani pendaftar yang mau naik balon terbang mereka, sementara Kojiro berada jauh di atas udara menaiki satu balon untuk mengambil foto para penumpang balon yang lain. Stand mereka laris sekali dan begitu banyak orang yang antri untuk naik, menandakan kesuksesan proyek mereka.

Bazaar yang diadakan selama dua hari itu ramai sekali dikunjungi orang karena promosi yang gencar. Setiap kelas menampilkan stand yang beraneka macam. Acara yang diadakan sangat menarik, ada parade band, ada pula kabaret, cheerleader, invitasi 3on3, berbagai macam games dan lain-lain.

"Koji, lu ikut 3on3, nggak?" tanya Aldi saat Kojiro break memotret. "Lumayan, lho, hadiahnya duit"

"Sorry, man, nggak tertarik." jawab Kojiro singkat. Ia duduk di kafe kelas 2B dan memesan spaghetti.

"Tapi lu kan jago...please, bantuin kita, dong...kita kurang orang, nih..."

"Memangnya siapa yang main sama kamu?"

"Ferry. Yang lainnya udah bikin tim sendiri."

"Gua udah lama nggak maen Basket," kata Kojiro kemudian. "Gua takut lu kalah..."

"Itu nggak mungkin. Gua tahu lu jago banget. Kalo bukan sesuatu yang penting, lu pasti nggak akan berhenti Basket. Gua sedih kalo ngeliat orang yang suka sama Basket harus berhenti, padahal dia berbakat. Gua nggak rela."

Kojiro menatap Aldi cukup lama sebelum kemudian mengangguk pelan.

"Baik. Gua ikut, tapi cuma sekali ini aja."

Aldi senang sekali sampai memeluk Kojiro sekuat tenaga.

"Asyik! Kita pasti menang!"

"Hei, jangan begini, dong...lu bukan homo, kan?" serunya sambil tertawa. Aldi malah mengeratkan pelukannya sambil memonyongkan bibir pura-pura akan mencium Kojiro.

Mereka segera mendaftar dan siang itu juga mulai bermain Basket. Karena turnamen 3on3 tersebut menggunakan system gugur, tim mereka dengan cepat tiba di final. Pertandingan final dilaksanakan jam 4 sore sebelum parade band, dan penontonnya banyak sekali—karena mereka ingin sekalian mendapatkan tempat yang baik untuk menonton band-band yang mereka sukai—.

"Go, Kojiro!! Go, Aldi! Go, Ferry!! Harumkan nama kelas 3C...!!!" teriak anak-anak 3C yang berada paling depan.

Mereka mengayunkan-ayunkan pita hijau yang dijadikan hiasan balon udara kelas mereka dan melakukan tarian pembangkit semangat yang aneh. Andreana termasuk salah satu di antaranya. Di wajahnya tampak penyesalan, yang membuat Kojiro tidak tega berlama-lama bermusuhan dengannya. Sebenarnya Kojiro tidak marah...

"Gua tahu yang gua lakukan itu salah..." kata Andreana saat Anto menegurnya. "Tadi selama di meja pendaftaran, gua ngobrol banyak sama Dina. Ternyata gua orangnya sangat nggak peka, dan terlalu suka ikut campur urusan orang... Gua memang nggak seharusnya mencampuri kehidupan pribadi Kojiro."

"Kenapa, ya, waktu gua yang ngomong begitu lu nggak mau dengar, tapi begitu Dina yang nasehatin, lu langsung dengerin..." cela Anto. Andreana hanya tersenyum sambil memukul punggung Anto pelan. Keduanya kembali memusatkan perhatian ke lapangan Basket dan ikut menyemangati tim teman-temannya bersama anak-anak 3C lainnya.

Pertandingan itu cukup alot karena salah satu lawan yang dihadapi Kojiro adalah Hendry, seorang pemain yang sudah bergabung di tim professional, dan setahunya di final Turnamen Basket Pelajar kemarin berhasil menundukkan tim Nusantara.

Berkali-kali, dengan memanfaatkan tubuhnya yang jangkung, orang itu berhasil membobol keranjang tim Kojiro. Untuk merebound tembakan-tembakannya, Kojiro terpaksa berkonsentrasi di pertahanan dan tak bisa berbuat banyak untuk menyerang. Aldi merasa agak bersalah karena ia sendiri tak mampu menembus pertahanan tim lawan.

"Hai, apa kabar?" tanya orang itu saat mendrible bola ke daerah tim Kojiro. Kojiro yang menjaganya dengan ketat mengangguk sedikit.

"Baik."

"Kenapa nggak ikut Turnamen kemarin? Timmu kalah secara memalukan..."

"Mereka bermain sebaik-baiknya dan kalah secara terhormat..." balas Kojiro tenang.

"Kenapa pindah sekolah?'

"Bukan urusanmu..."

Hendry memanfaatkan kesempatan saat Kojiro lengah dan bergerak menembus daerah mereka, menyarangkan satu bola lagi.

"Kemampuanmu payah!" Hendry tertawa lebar. "Dasar laki-laki lemah...nggak bisa menang kalo nggak ada ceweknya."

Ia menggeleng-geleng kecewa.

Kojiro tidak menjawab. Ia mengambil bola dan bersiap-siap menyerang balik. Hendry tidak melakukan apa-apa untuk menahannya, seolah meremehkan Kojiro. Pemuda itu mendrible bola dengan tenang dan...ketika pemain-pemain lawan mulai datang menahannya ia segera menshoot tanpa banyak pertimbangan.

"Gila! Three Point dari jarak sejauh itu....!!"

Hendry terkesiap. Ia mengambil bola dan mulai maju ke daerah lawannya, tetapi kali ini Kojiro tidak lengah atau pun memberinya kesempatan, segera menghadang...dan dengan penuh seni merebut bola dari tangannya.

Aldi juga tak menyangka Kojiro tiba-tiba menguasai lapangan. Dengan penuh percaya diri ia bergerak melintasi lapangan dan berhasil melewati penjagaan lawan dan kembali memasukkan bola three point. Tepuk tangan tak berkesudahan mengiringi aksinya itu.

Hendry dan teman-temannya tampak mulai panas. Mereka bermain semakin agresif, tetapi jelas kelihatan bahwa permainan itu terpusat pada Kojiro dan Hendry yang selalu saling jegal dan saling hadang. Kojiro tampak sangat teguh untuk mengalahkan Hendry yang telah menghinanya, dan dianggapnya juga menghina Nana. Sementara Hendry tak mau dikalahkan dengan mudah. Sebagai juara Turnamen nasional kemarin, harga dirinya cukup tinggi.

Kojiro kembali memasukkan bola three point. Tak ada senyum di wajahnya saat melakukan itu sementara para penonton ber-uhh...ahh melihatnya. Pelan-pelan timnya mulai mengejar ketinggalan angka.

"Gila, gua nggak nyangka dia sejago itu...." kata Anto kagum. Bagus, sang ketua klub Basket, yang tadi kalah di penyisihan, mengangguk heran.

"Gua nggak percaya kemaren waktu Aldi bilang dia liat Kojiro di turnamen tahun kemaren..." kata Bagus pelan. "Sekarang gua ingat pernah ngeliat dia...memang tahun lalu dia dan timnya masuk final. Gua punya kumpulan foto tahun lalu...mungkin ada dia, sekedar untuk memastikan."

Andreana mendekat. "Apa menurut lu dia suka Basket?"

"Tentu saja, dia itu kapten di timnya." jawab Bagus.

"Kalau gitu kenapa dia berhenti?" tanya Andreana. "Gua yakin sesuatu pasti terjadi..."

"Na, lu bukannya udah memutuskan untuk gak ikut campur lagi?" tanya Anto.

Andreana mengangguk malu. "Sorry."

"Aldi bilang mungkin karena Kojiro putus sama ceweknya, sehingga dia kehilangan alasan untuk Basket lagi..." kata Bagus tiba-tiba.

Anto dan Andreana menatapnya keheranan.

"Ceweknya?"

"Iya, Aldi bilang dia ingat ada cewek yang semangat sekali menyoraki tim Nusantara tahun lalu, tapi tahun ini walaupun mereka masuk final lagi, cewek itu nggak ada, demikian juga Kojiro."

"Siapa namanya?" tanya Andreana cepat.

"Ya, mana gua tahu...." kata Bagus. "Tapi kalo nggak salah Ferry ngambil fotonya waktu break dulu...soalnya katanya cewek itu lucu..."

"Fotonya ada di mana?"

"Na...lu baru bilang nggak akan ikut campur lagi...!" kata Anto memperingatkan.

"Ada kok di sekretariat, disatuin sama dokumentasi pertandingan lainnya..."

Saat itu Kojiro kembali memasukkan bola three point dan jumlah skor kedua tim menjadi seri. Waktu yang tersisa kurang dari satu menit dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh setiap pemain untuk mencetak angka-angka terakhir.

Hendry tampak penasaran. Ia merebut bola yang sedang dibawa oleh rekannya dan berusaha memasukkan three point di sisa waktu yang tinggal sedikit, tetapi shootnya berhasil direbound Kojiro dengan baik. Bola dipass-nya pada Ferry yang dekat daerah lawan, dan dengan sedikit kemujuran ia berhasil men-shoot dengan baik.

Masuk!

Waktu berakhir dengan peluit yang ditiup wasit. Tim Aldi, Ferrry, dan Kojiro menang tipis. Sorakan gemuruh mewarnai kemenangan itu. Anak-anak SMU Pelita sangat gembira karena yang menang adalah tim dari sekolah mereka sendiri. Aldi yang tidak menyangka akan menang melonjak-lonjak gembira. Ia memeluk Kojiro dan Ferry bergantian.

"Pantes aja lu jadi bersemangat main," kata Hendry sinis saat menjabat tangan Kojiro seusai pertandingan. "Lu udah dapat penggantinya...cuma masalahnya orang itu sekarang cowok. Lu jadi homo, ya?"

PLAK!

Kojiro tak bisa tinggal diam lagi. Hendry rupanya terlalu kesal atas kekalahannya dan memancing kemarahan Kojiro karena ia ingin berkelahi, dan hal itu berhasil. Kojiro sudah melayangkan pukulannya ke dagu Hendry yang membuat bibirnya pecah dan berdarah.

"Jangan sekali-kali mengungkit tentang Nana...!!" kata Kojiro keras. "Kamu nggak berhak bicara apa pun tentang dia...!"

"Gue berhak bicara tentang apa pun sesuka gue karena gue punya mulut!" bantah Hendry. Mereka saling terjang dan saling pukul sementara yang lain kebingungan berusaha melerai.

Anto dan Aldi berusaha menahan Kojiro yang tampak sangat emosi, sementara beberapa orang lainnya menahan Hendry. Keduanya akhirnya menyingkir ke pinggir dan saling menjauh dengan wajah tidak puas.

"Lu kenapa, sih? Kenapa lu turutin keinginannya untuk berkelahi? Dia itu emang tukang cari masalah..." kata Aldi cemas. "Lu seharusnya bisa tetap tenang..."

"Gua nggak bisa maafin dia..." kata Kojiro pelan. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan tampak sangat menyesal.

"Gua ngerti...."

Kojiro ragu apakah benar Aldi mengerti, tetapi ia tak akan mencoba membuatnya mengerti apa pun. Ia tak peduli apa anggapan orang-orang terhadapnya. Ia tahu mereka semua tertarik padanya karena ia terkesan misterius, ditambah kenyataan mereka tak tahu apa-apa tentang dirinya.

Sementara itu di panggung telah muncul kembali sepasang MC yang bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun barusan dan meneruskan acara dengan ceria.

"Wah..tadi itu finalnya menarik banget, dan kita sama-sama liat siapa pemenangnya...yeah, tepuk tangan yang meriah...!!"

"Oke, habis ini seperti yang udah kita janjikan di awal acara...bakal ada penampilan dari satu band yang kamu-kamu pasti suka banget, untuk membuka parade band kita kali ini... Inilah dia bintang tamu kita...The Atmosphere!!"

Sorak sorai yang meriah tiba-tiba terkalahkan oleh bunyi hentakan drum yang keren banget, disusul oleh kemunculan para personel band The Atmosphere yang segera menggebrak panggung dengan musik yang sangat disukai remaja. Kojiro memandang ke arah panggung dan menemukan wajah yang akrab baginya.

Andy menunjuk padanya dan tersenyum.

Kojiro menggeleng-geleng dan beranjak pergi.

"Terima-kasih banget karena kita dikasih kesempatan untuk tampil di sini..." kata Andy setelah menyelesaikan satu lagu. Ia memberi tanda pada teman-temannya untuk menyiapkan lagu berikutnya. "Hits kita yang berikutnya ini bisa kalian dengerin di album kami yang terbaru... Kebetulan teman gue yang menjadi sumber inspirasi lagu ini ada di sini sekarang...jadi sekalian gue kasih tahu sama dia, bahwa lagu ini untuknya."

Musik intro yang lembut membuat orang-orang terdiam. The Atmosphere memang salah satu band yang sedang naik daun dan disukai remaja. Bermula dari SMP, Andy dan kawan-kawannya yang tergila-gila musik membentuk sebuah band di mana mereka curahkan segenap hidup mereka, bahkan rela manggung dari satu tempat ke tempat lainnya dan melalaikan sekolah.

Kini dari 4 personel, hanya tinggal seorang yang masih sanggup bersekolah di SMU regular, sisanya terpaksa memiliki guru pribadi. Kehidupan mereka banyak menjadi pembicaraan orang-orang, dan banyak remaja yang bercita-cita ingin menjadi seperti mereka.

Let the stars tell you everything my mouth cannot say

Let the wind whispers what my heart feels

Because I surrender to time

I surrender in the deepest sense

Because you're gone... I have no place to go

I lost my only home in earth

Because you're gone... I'll never know what to do

I lost my grip on this wrecked ship

Andy menggeleng-geleng saat melihat Kojiro pergi menghilang. Beberapa bulan terakhir ini ia kehilangan jejak Kojiro. Ia sendiri tak menyangka akan menemukannya di sini, saat manggung di bazaar sebuah SMU di Jakarta.

"Oke, thank you banget atas perhatian kalian..." Setelah memainkan beberapa lagu hitsnya, Andy dan teman-temannya break dan memberi kesempatan untuk band-band lokal yang hendak tampil.

Begitu ia turun dari panggung orang-orang telah menunggunya dengan antusias, siap dengan kertas dan pulpen untuk tanda tangan. Deo, Iwang dan Ari sudah berhasil meloloskan diri, sementara Andy terpaksa melayani para remaja itu dengan tandatangan dan foto bersama. Hal ini memang resiko dari pekerjaannya, ia tahu hal itu dengan baik.

"Sorry, gua capek banget....sebelum ke sini tadi kita abis ngerjain materi baru.." kata Andy dengan wajah sedih. "Gua bukannya judes...tapi gua benar-benar capek..."

Wajahnya yang memelas itu tampak semakin menarik di mata gadis-gadis remaja yang mengelilinginya, dan mereka segera melakukan apa yang dimintanya.

"Nggak apa-apa, kok...Andy, kita ngerti..." kata mereka semua.

"Kamu istirahat aja di kafe kelas aku, aku traktir, deh...makanannya enak banget, lho..."

"Lebih baik kamu ke stand kita aja, ada balon udara...! Lu bisa dipoto di tengah angkasa...Keren, kan?"

"Balon?" Andy menoleh ke arah suara itu dan menemukan seorang gadis remaja dengan wajah berseri-seri.

"Iya, kita bikin sendiri, lho..."

Andy mengikutinya meninggalkan cewek-cewek yang kecewa.

"Ide kelas kalian kreatif banget..." katanya berbasa-basi. Ia sudah tahu siapa di balik ide balon udara itu dan berpikir hendak mencari saat yang tepat untuk berbicara dengannya.

"Yah, lumayan... Oh, ya...kenalin nama gua Dina. Gua sebenarnya bertugas sebagai petugas pendaftaran di meja pemesanan, tapi gua kabur barusan demi nonton lu nyanyi... He he ternyata gua nggak rugi..."

"Hmm..."

Anak-anak 3C tentu saja menyambut kehadiran Andy dan memberinya prioritas untuk menaiki balon udara mereka, walaupun banyak orang yang sudah antri.

"Kamu mau difoto di udara nggak?" tanya Aldi.

"Hm...boleh, deh..." kata Andy kalem. "Oh, ya...Kojiro ada nggak? Gua mau ketemu sama dia..."

Mereka saling pandang.

"Kamu kenal sama Kojiro?" tanya Anto heran.

"Mmm...ya, kenal... Kami dulu teman satu sekolah..." jawab Andy.

Saat itu Kojiro muncul di depan stand. Ia sudah siap kembali bertugas untuk memotret para pelanggan. Andy tersenyum padanya.

"Hai...." sapa Kojiro pelan. "Apa kabar?"

"Fine. Getting busier than ever." jawab Andy. "Never thought would be seeing you here...."

"Me too. You guys played great."

"Let's talk up there...."

Keduanya naik ke balon udara dan berbincang-bincang. Mula-mula tentang hal-hal ringan, kemudian mengarah ke masa lalu.

"Kamu menghilang begitu saja, nggak ngasih kabar apa pun..." kata Andy.

"Bukan masalah besar." Kojiro tersenyum. "Orangtuaku pindah ke Tokyo, Akira PTT di Kalimantan dan aku disuruh tinggal sama Nenek."

"Jadi kepindahanmu sama sekali tidak berhubungan dengan Nana, kan?" tanya Andy blak-blakan. "Aku berharap kepergiannya tidak membuat kamu down. Sorry, soalnya aku sempat dengar selentingan bahwa kamu berhenti Basket karena dia."

"Aku berhenti Basket karena ini," Kojiro menunjuk balon udara yang sedang mereka naiki dan tersenyum lebar. "Aku mengerti kekhawatiranmu...tapi percayalah, aku baik-baik saja. Aku berniat melakukan penerbangan pertamaku setelah lulus nanti, naik balon udara selama dua minggu. Aku baik-baik saja."

"Maaf, soalnya kamu dan Nana tidak pernah terpisahkan selama ini." Andy mulai tertawa keras. Ia bersahabat baik dengan Kojiro dan cukup mengerti isi hatinya. Ia lega karena ternyata kekhawatirannya tidak beralasan. Mereka berbincang-bincang mengenai banyak hal.

"Aku mulai merasa capek dengan hidupku, yang ingin kulakukan adalah bermain musik, tapi sepertinya keadaan sekarang tidak sesederhana itu. Kami harus terus menghasilkan karya yang bagus supaya nama kami tidak tenggelam, kau tahu kan pemusik baru bermunculan setiap saat. Kami harus tetap jadi youth hero. Arie bahkan sudah nggak bisa lagi sekolah seperti biasa."

"Menurutku kalian masih sangat populer, lagipula kalian masih muda jalan kalian masih panjang."

"Itu juga yang kupikirkan. Tapi perusahaan tidak berpikir begitu. Humas perusahaan selalu memikirkan cara baru untuk membuat sensasi agar nama kami tetap jadi pembicaraan publik."

Andy mendesah, "Salah satunya adalah gosip yang beredar tahun lalu bahwa aku depresi karena gadis cinta pertamaku meninggal dunia."

Kojiro menatapnya lekat-lekat, "Itu benar, kan?"

"Sebagian memang, tapi itu bukan sesuatu yang harus dieksploitasi, kan?" Andy tampak kesal sekali. "Akibatnya memang aku menerima banyak simpati dari penggemar...tapi bukan itu yang kucari."

"Itu resiko dari pekerjaanmu, Andy." kata Kojiro prihatin.

"Tapi aku sudah tidak tahan. Kalau beberapa hari lagi kamu mendengar gosip tentang...mmh, kuharap kamu nggak percaya."

"Tentu saja."

Ketika akhirnya mereka turun dari balon udara, Andy kembali dirubung penggemarnya, sedangkan Kojiro ditanyai oleh teman-temannya.

"Kenapa, sih kamu nggak pernah bilang kalau kamu itu temannya Andy?" tanya Dina cepat. "Kalo gitu kamu tahu, dong siapa pacarnya yang sebenarnya? Beneran nggak, sih, gosip bahwa dia pacaran sama Cindy Lauren, si model itu?"

Yang lain menanyakan hal yang kurang lebih serupa. Bangga sekali rasanya memiliki teman dari artis terkenal di sekolah mereka. Kojiro cepat-cepat menyingkir. Sementara itu Andy dan teman-temannya harus kembali tampil. Sehabis ini mereka juga harus mengadakan pertunjukan di sebuah stasiun TV.

Bazaar pun berlalu.

Kojiro semakin terkenal di sekolah karena pertemanannya dengan Andy telah diketahui semua orang. Kini, kemana pun ia pergi orang-orang pasti menyapanya, atau kalau lebih berani menanyakan tentang Andy maupun anak-anak The Atmosphere padanya.

Andreana yang masih penasaran meminta buku dokumentasi klub Basket pada Ferry dan mencari gambar Nana di antara foto-foto yang ada di situ.

"Mana, sih, gambarnya? Lu yakin memang moto cewek itu?" tanyanya pada Ferry.

"Iya, gua yakin. Malah kalo nggak salah ada Kojironya juga." Ia membongkar-bongkar foto di buku itu dan setelah beberapa lama menemukan apa yang ia cari. "Ini dia!"

Andreana menatap foto itu baik-baik. Ia menemukan sosok Kojiro di lapangan sedang bermain Basket dengan timnya, dan di pinggir lapangan ada seorang cewek yang sangat menonjol berteriak-teriak semangat di antara pendukung tim. Wajahnya cantik dengan sepasang sanggul di atas kepalanya, tangannya mengacungkan pita ke arah lapangan. Tampak energik dan bersemangat.

Inikah Nana yang telah membuat Kojiro patah hati?

Ia membawa foto itu ke kelas dan menunjukkannya pada Dina.

"Ini mantan ceweknya Kojiro..." katanya pelan. Dina mengangkat alis keheranan.

"Lu kok perhatian sekali sama Kojiro...? Lu naksir dia, ya?"

"Nggak...gua cuma nggak seneng aja sama cewek yang udah nyampakin dia..."

"Lu pasti naksir Kojiro..." Dina mengambil foto itu untuk melihatnya dengan lebih baik. "Kayak apa, sih orangnya... Kok bisa-bisanya ninggalin Kojiro."

Ia tampak sedikit pucat.

"Kenapa, Din?"

"Dia...gua liat dia di tabloid hari ini..." kata Dina pelan. "Dia yang digosipkan jadi pacar barunya Andy... Cewek ini pemain piano yang hebat dan di album The Atmosphere yang baru dia mengiringi Andy nyanyi solo..."

"Lu serius, Din?"

"Memang masing-masing membantah gosip itu, tapi udah jelas mereka pacaran...wartawan udah mergokin mereka beberapa kali jalan bareng." Dina hampir menangis.

"Pantas saja Kojiro nggak pernah cerita kalo dia temannya Andy, mereka pasti berselisih karena cewek itu...." Andreana menyimpulkan. "Pantes aja dia ninggalin Kojiro, soalnya ada cowok yang beken naksir sama dia..."

Andreana dan Kojiro sudah berbaikan sejak bazaar yang lalu, dan kini Andreana merasa berkewajiban untuk menolong Kojiro, setidaknya menghiburnya. Ia mencoba menyinggung masalah itu sedikit untuk melihat reaksi Kojiro.

"Kamu masih suka bikin proyek 'terbang' itu?"

"Hm, ya...sekarang aku sedang membuat rencana untuk bepergian menggunakan balon udara selama keliling daerah."

"Wah, hebat. Kapan kamu akan melakukannya?"

"Nanti sehabis UAN. Aku mau menikmati kebebasan dulu selama yang kuinginkan. Tahun depan baru kuliah."

"Kamu kok suka terbang, sih? Kupikir kamu sebenarnya suka Basket..."

"Aku suka keduanya." jawab Kojiro.

"Kamu akan pergi sendiri?"

"Ya."

"Kamu tidak akan mengajak orang yang sudah memberi buku itu sama kamu, kan?"

"Maksudmu?" Kojiro menatap Andreana tajam.

"Aku juga suka terbang. Aku sudah suka terbang sebelum ketemu kamu. Papaku adalah pilot, dia meninggal dalam kecelakaan pesawat dan aku selalu terobsesi untuk mengikuti jejaknya. Sejak ketemu kamu aku jadi sadar bahwa ada banyak jalan ke udara, dan aku ingin ikut kamu." Andreana melengos. "Kamu nggak usah terus-terusan menengok ke belakang, cewek itu nggak cinta kamu lagi, dia udah pacaran sama Andy, kan..."

Kojiro menatapnya keheranan. "Apa kamu bilang?"

"Ada di tabloid terbaru, kok. Andy sekarang pacaran sama Diana, cewek yang kamu panggil Nana itu."

Kojiro tertegun. Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Andy saat berada di balon udara waktu itu. Humas perusahaan menyiapkan gosip terbaru untuk menaikkan popularitas band menjelang peluncuran album terbaru mereka. Ia hanya bisa menggeleng-geleng. Andy yang malang.

"Bagaimana?" tanya Andreana kemudian.

"Bagaimana apanya?"

"Apakah kamu mau mengajakku?"

Kojiro terpaksa menolak. Andreana sangat kecewa, tapi ia tak ingin memaksa.

***

Waktu benar-benar terbang. UAN tiba dan berlalu tanpa terasa. Anak-anak 3C yang sudah bebas dari segala ujian terpaksa tetap datang ke sekolah karena mereka masih harus menghadapi wawancara sebagai syarat kelulusan. Rencana Kojiro untuk berpetualang dengan balon juga sudah tersebar dan banyak orang yang ingin mengetahui perkembangannya.

"Jadi kapan berangkatnya?"

"Kamu sudah menentukan rutenya?"

"Kamu mungkin akan diliput TV, Kojiro, kamu bisa terkenal!"

Kojiro menanggapi semuanya dengan kalem. Ia akan segera berangkat setelah dinyatakan lulus. Banyak yang mendukung kegiatannya itu. Kojiro senang, perhatian mereka telah teralihkan dari gosip yang sempat beredar tentang dirinya dan Andy. Beberapa bulan ini Andy semakin dipojokkan oleh hubungannya dengan Diana. Dan seperti yang diharapkan, album baru mereka memang sukses di pasaran.

Kojiro sudah menyiapkan segalanya. Ia akan segera melakukan penerbangan pertamanya. Ia sudah tidak sabar lagi.

Siang itu ia keluar dari gerbang sekolah menuntun sepedanya bersiap-siap pulang. Kebiasaannya naik sepeda tidak berubah, ia masih menganggapnya olahraga yang sehat dan murah, padahal ayahnya yang sekarang tinggal di Tokyo meninggalkan mobil untuknya.

"Hai..." Seorang laki-laki asing berkacamata dan topi hitam mencegatnya di gerbang. "Rupanya kamu jadi merencanakan penerbangan itu..."

Kojiro terkejut menemukan Andy, yang berusaha keras menyamarkan wajahnya, menunggunya di luar gerbang. "Hai..."

"Kapan kamu berangkat?"

"Minggu depan."

Andy tampak agak gelisah.

"Bolehkah aku ikut?" tanyanya ragu-ragu.

"Kenapa? Aku dengar kamu sibuk sekali..."

"Nggak, sih...cuma ingin refreshing..." Andy menunduk. "Aku mau melarikan diri sebentar dari semuanya. Kupikir akan bagus kalau aku ikut denganmu."

Kojiro mempelajari kata-kata Andy sejenak, lalu mengangguk.

"Selamat bergabung. Tapi aku cuma nyiapin perbekalan untuk satu orang, kamu harus bawa sebagian..." katanya sambil tertawa. Andy mengangguk lega.

"Terima kasih."

Keberangkatan Kojiro dengan balon udaranya mengundang perhatian banyak orang. Hal itu menimbulkan sensasi tidak hanya di SMU Pelita, tapi juga di kota Jakarta. Bahkan sempat masuk ke dalam berita di TV. Hal itu cukup mengganggu Kojiro yang ingin melakukannya diam-diam dan tanpa keributan. Andy menyelundup ke rumahnya sehari sebelum keberangkatan sehingga tak seorang pun mengetahui bahwa ia akan pergi bersama Kojiro.

Pada hari yang ditentukan, teman-teman sekolah Kojiro datang ke rumah neneknya untuk memberi dukungan. Andreana memberinya sehelai jaket agar ia tidak masuk angin saat berada di udara nanti, dan walaupun sudah mempunyai jaket sendiri Kojiro tetap memakai jaket pemberian teman sebangkunya itu.

Ia menyesal bahwa ia tidak bisa mengajak gadis itu turut bersamanya, sebab ia menginginkan penerbangannya yang pertama itu menjadi sesuatu yang pribadi antara dirinya dan Nana. Ia terpaksa menerima Andy karena kasihan melihat kondisi teman SMPnya itu.

"Kalau di atas sana lu ketemu bokap gua, tolong sampaikan salam gua, ya...bilang gua akan menyusul jejaknya jadi penerbang." kata Andreana bersungguh-sungguh.

"Emangnya bokap lu ada di awan," komentar Anto. "Lu mintanya yang nggak-nggak aja, deh..."

"Pasti aku sampaikan," kata Kojiro tersenyum. Ia mengerti maksud Andreana dengan baik. Ia menerima banyak barang dari teman-temannya untuk digunakannya di udara nanti, mulai dari makanan sampai buku cerita kalau-kalau ia kebosanan.

"Bawa walkman sama kaset, juga batu batere yang banyak..."

"Mending bawa tape, colokin aja ke petir pasti dapet listrik!"

"Lu bego, ya...heran gua, kok bisa elu lulus."

Mereka tertawa dan bercanda cukup lama. Mungkin ini terakhir kalinya bisa berkumpul semua, karena setelah ini masing-masing akan menempuh jalan berbeda.

"Kojiro...ada tamu di luar." kata neneknya tiba-tiba.

Kojiro memandang teman-temannya dan melihat tidak ada yang kurang. Siapa gerangan orang yang datang itu...? Semoga bukan wartawan lagi. Beberapa hari terakhir beberapa reporter memaksa wawancara dengannya mengenai rencana penerbangannya ini.

Ia berjalan ke pintu dan membukanya, siap untuk menyuruh orang itu pergi. Tetapi hal itu tidak jadi dilakukannya saat melihat siapa gerangan yang berdiri di muka pintu.

"Diana?"

Gadis cantik berambut ikal panjang itu tersenyum.

"Aku baru mengetahui alamatmu di sini dari berita. Karena itulah aku datang..."

"Silakan masuk..." Kojiro membawa Diana ke ruang tengah dan memperkenalkannya pada teman-temannya. Mereka semua tampak terkejut. Diana bahkan lebih cantik dari yang mereka duga.

Andreana dan Dina segera memasang sikap bermusuhan.

Jadi begitu rupanya, saat sekarang Kojiro terkenal dengan proyek balon udaranya, gadis ini mau kembali pada Kojiro.

"Ini Diana, dulu temanku satu sekolah..." kata Kojiro. "Di..ini teman-teman sekolahku yang baru."

"Hallooo..." kata mereka serempak.

Diana mengangguk.

"Aku membawa barang-barang titipan dari teman sekolah yang dulu," Ia menerangkan. "Juga...sebuah foto yang aku yakin benar-benar ingin ikut terbang bersamamu..."

Ia mengeluarkan sebuah pigura dari dalam tasnya bersama banyak kartu ucapan selamat dan barang-barang kecil, lalu menyerahkannya pada Kojiro.

Andreana mendengus, foto itu adalah foto Diana sendiri.

"Terima kasih..." kata Kojiro pelan, "kebetulan aku tidak punya foto terbarunya."

"Aku juga datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Papa ingin kembali ke Amerika meneruskan risetnya dan Mama juga ingin aku kuliah di sana. Mungkin kami nggak akan pernah kembali ke Indonesia..." Diana tertunduk, "Kami nggak punya alasan lagi untuk tetap berada di sini..."

Kojiro merenung. Ia pun hampir tak punya alasan lagi untuk tetap menjejakkan kakinya di darat.

"Kak Eri menitipkan kaset ini...kami bertemu di konser dua hari yang lalu, dia minta maaf tak sempat menemui kamu karena jadwalnya padat sekali, dia sudah pulang ke London tadi pagi. Ini adalah tanda dukungan darinya. Semoga kamu berhasil."

"Terima kasih. Lalu kapan keluargamu berangkat? Apa kira-kira kita sempat bertemu lagi?"

"Bulan depan. Aku sudah mendaftar di sekolah persiapan masuk perguruan tinggi di Boston dan mulainya September. Kalau kamu mau kita masih bisa bertemu."

"I'd like that."

"Kamu nggak bisa begitu...!" kata Andreana tiba-tiba. Ia sudah tidak tahan lagi. "Seenaknya mutusin Kojiro untuk pacaran dengan Andy mentang-mentang dia beken...lalu sekarang mau kembali tanpa memikirkan perasaan keduanya..."

Diana menatap Andreana keheranan. "Apa kamu bilang?"

"Kamu kan pacarnya Andy! Ngapain datang ke sini ngenganggu Kojiro?"

Diana menggeleng capek, "Aku sama Andy nggak ada apa-apa, gosip itu cuma taktik perusahaan untuk menambah popularitas band-nya. Hubungan kami cuma sebatas teman kerja. Aku cukup tahu diri, karena Andy menyukai saudaraku sejak lama..." Ia menoleh pada Kojiro. "Aku khawatir mengenai kondisi Andy akhir-akhir ini, teman-temannya bilang dia cukup tertekan, malahan sudah beberapa hari dia menghilang tanpa jejak... Mereka takut dia kembali menggunakan obat terlarang."

"Setahuku Andy sudah bersih." Kojiro tersenyum. "Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja..."

"Yah, kuharap begitu..."

Teman-teman sekelas Kojiro cukup kaget mendengar Andy pernah menggunakan obat terlarang, terutama mereka yang menjadi penggemarnya. Dina hampir tak mau percaya, baginya Andy adalah sosok sempurna.

Tapi ia terhibur oleh keterangan Diana, bahwa ia dan Andy sama sekali tidak pacaran.

"Maaf...boleh tanya sedikit tentang Andy, ya..." ia menyentuh Diana ragu-ragu. "Kamu bilang Andy suka sama saudara kamu...apakah mereka masih berhubungan...?"

Diana menatap Kojiro sedetik sebelum menjawab pertanyaan itu. Dina terlihat benar-benar penasaran. "Saudaraku sudah meninggal tahun lalu karena penyakit jantung..."

Seketika Dina teringat berita yang didengarnya tahun lalu, jadi rupanya gadis itulah yang digosipkan sebagai cinta pertama Andy. Ia mulai mengerti.

"Kalau tidak salah namanya Nana..." kata Dina pelan. Andreana menoleh keheranan padanya.

"Nana adalah saudara kembarku. Dia dan Kojiro teman SMP Andy..." Diana menunjuk pada foto dalam pigura yang dibawanya.

Mereka baru menyadari kesalahan mereka selama ini. Tak satu pun menebak dengan benar kejadian yang sesungguhnya dan misteri dalam masa lalu Kojiro. Rupanya Diana dan Nana adalah saudara kembar, sama sekali orang yang berbeda. Juga gosip-gosip yang selama ini menerpa Andy tidaklah benar.

Diana akhirnya minta diri. Ia harus menemani ibunya mengurus keberangkatan mereka ke Amerika.

Teman-teman Kojiro meminta maaf karena selama ini mereka berpikiran macam-macam tentang masa lalu Kojiro. Pemuda itu hanya tertawa. Ia tahu betapa keras usaha mereka untuk mengenalnya karena mereka semua menyukainya. Ia tidak keberatan. Malah akhirnya ia bersedia menceritakan sedikit agar mereka tidak lagi penasaran.

"Nana dan aku bersahabat sejak kecil karena rumah kami bersebelahan. Dia tinggal dengan kakek neneknya karena kedua orangtuanya pergi keluar negeri untuk mengobati penyakit jantung Diana. Ia lahir dengan sangat sehat sementara Diana memiliki jantung yang rusak berat. Ayahnya yang seorang dokter mengikuti riset jantung artificial di sana, sementara Diana mendapatkan perawatan yang lebih baik dan akhirnya transplantasi jantung baru. Mereka tidak pulang selama 15 tahun."

Semua merasa kasihan pada gadis yang tidak mereka kenal itu. Hidup selama 15 tahun tanpa keluarga adalah sesuatu yang sangat berat.

"Aku suka Nana sejak kecil, dan semakin kami besar aku yakin aku mencintainya. Bahkan aku sempat berkelahi dengan Andy waktu SMP kelas 3 supaya tidak mengganggunya. Aku nggak pernah bilang perasaanku karena dia selalu memproklamirkan bahwa kami adalah sahabat. Baginya persahabatan bernilai lebih tinggi daripada pacaran... Waktu kami kelas 2 SMU keluarganya tiba-tiba pulang dan merebutnya dariku. Kupikir akulah satu-satunya orang yang akan melindunginya seumur hidup, ternyata aku salah. Dia begitu rindu pada keluarganya dan mau melakukan apa saja untuk mempertahankan mereka."

Kojiro termenung sejenak. Baginya menceritakan perasaannya yang terpendam selama ini memberi sedikit kelegaan, namun rasa sakit juga kembali dalam bentuk ingatan.

"Dia bersedia mengalah dalam segala hal pada saudaranya yang sakit, walaupun dia harus mengorbankan perasaannya. Sayang, akhirnya ia mengetahui bahwa mereka kembali ke Indonesia bukan karena rindu padanya, tetapi semata-mata karena berharap kehadirannya di samping Diana akan membuat semangat hidup Diana bertambah dan kesehatannya pulih. Hatinya hancur, padahal ia telah berkorban demikian banyak... sejak SMP ia ternyata mengidap penyakit kerusakan pada jantung seperti saudaranya...tapi Nana sengaja merahasiakannya karena tak ingin membebani keluarganya. Selama dua tahun ia berjuang sendirian menanggung penyakitnya tanpa memberitahu seorang pun...kurasa semangat hidupnya pun kemudian hilang seiring dengan kekecewaan yang dialaminya dan...pada hari ulang tahunku, setahun yang lalu...ia meninggal, hanya sempat meninggalkan buku ini...berharap aku meneruskan mimpiku untuk terbang..." Kojiro menarik nafas panjang. "Karena itulah aku berhenti dari klub Basket dan mulai mengerjakan proyek ini secara serius."

Semuanya merasa terharu. Mereka seperti mengenali gadis yang diceritakan oleh Kojiro. Dari fotonya mereka bisa melihat ia begitu cantik, begitu bersemangat dan penuh kehidupan. Siapa sangka usianya begitu pendek.

Kojiro melirik arlojinya dan berpendapat sudah waktunya untuk mulai. Angin yang baik sudah tiba dan ia tak ingin melewatkannya. Mereka menemaninya ke halaman belakang rumah yang cukup luas dan membantunya memanaskan udara pada balon, lainnya mengangkut perbekalan. Jam 3 sore Kojiro memanggil Andy yang bersembunyi di kamar tamu dan mengajaknya berangkat. Teman-temannya sempat terkejut mengetahui Andy juga akan ikut. Namun mengingat tekanan yang ia alami mereka semua mengerti.

Akhirnya mereka berangkat.

Penerbangan pertama Kojiro yang bersejarah telah dimulai. Ini adalah awal dari penerbangan-penerbangan berikutnya yang akan ia lakukan. Ia merasa bahagia sekali karena pelan-pelan mimpinya mulai tercapai. Ia berdiri di pinggiran balon dan menikmati angin yang meghembusi rambutnya. Ia juga melihat Andy jauh lebih gembira dari yang pernah diingatnya. Pemuda itu tertawa-tawa dengan keras dan bebas.

"Kau mau mendengar lagu terbaruku, Koji?" ia bertanya gembira. "Aku menciptakannya barusan, dalam kepalaku..."

"Boleh..."

Andy memejamkan mata dan bersenandung pelan, semakin lama semakin keras.

"Angin yang kucintai, saputlah wajahku sekali lagi

Nyanyikan lagu menjelang tidur sebelum kau pergi

Malah, bawalah aku terbang tinggi

Jangan biarkan aku sendiri, melawan sepi..."

Ia membuka matanya dan melongok ke bawah, "Kita sudah cukup tinggi...kira-kira berapa meter? Rasanya aku sudah bisa menyentuh awan..."

"Hampir 2000 meter," jawab Kojiro. "Kita bahkan sudah hampir meninggalkan Jakarta."

"Aku suka pegunungan yang di sana itu...rasanya matahari terbenam di sana, ya..."

"Kita akan menuju ke sana saat malam tiba."

"Bagus. Aku selalu suka pegunungan."

***

Dua minggu kemudian, banyak orang menunggu di Bandung menyaksikan kedatangan balon udara yang menghebohkan itu. Kojiro telah mengatakan kepada teman-temannya bahwa ia akan bertualang ke berbagai tempat sebelum mendarat di Bandung.

Beberapa kali balon terbang itu terlihat di angkasa di kota-kota yang berbeda dan semua yakin penerbangannya berlangsung dengan sukses. Perbekalan mereka hanya cukup untuk dua minggu dan karenanya pasti harus segera mendarat.

Ikutnya Andy dalam penerbangan itu juga menimbulkan sensasi yang lain. Gosip yang beredar menyebutkan Andy putus dengan Diana karena gadis itu pindah keluar negeri, lagipula Andy tidak benar-benar mencintainya. Ia berhubungan dengan Diana hanya karena gadis itu mirip cinta pertama Andy. Karena itulah Andy memutuskan ikut Kojiro untuk menenangkan diri.

Banyak orang mengikuti perkembangan kejadian itu. Teman-teman Kojiro dan Andy, serta masyarakat yang merasa tertarik. Mereka terpaksa kecewa ketika balon udara itu tidak juga muncul.

"Mungkin mereka kehabisan bahan bakar dan sudah mendarat di tempat lain..."

"Bisa saja mereka menunda pendaratan karena tak ingin diketahui banyak orang. Andy tidak suka sensasi, kan...?"

Humas perusahaan semula menganggap kejadian ini baik untuk publisitas, tetapi setelah beberapa hari berlalu dan Andy tidak juga muncul, mereka mulai khawatir. Akhirnya pada hari ke 17 setelah penerbangan tim penyelamat segera dikirim menyelidiki rute yang dilewati balon udara itu. mereka memeriksa daerah-daerah yang kosong, siapa tahu balon itu terpaksa mengadakan pendaratan darurat.

Anak-anak 3C berkumpul di rumah Dina untuk merayakan pengumuman SPMB yang baru keluar. Mereka masih berspekulasi mengenai peristiwa yang terjadi di balon udara misterius itu. Banyak yang menduga Kojiro yang misterius sebenarnya sudah mendarat di suatu tempat dan pergi ke Jepang menemui orangtuanya, sedangkan Andy menghilang sementara karena sedang jenuh dengan hidupnya seperti yang banyak dilansir media.

"Pemirsa, akhirnya misteri yang menyelubungi kepergian Andy The Atmosphere dan sahabatnya dengan balon udara sebulan yang lalu terkuak juga..."

Perhatian mereka tiba-tiba teralihkan oleh berita di TV. Semuanya serentak diam dan mendengarkan dengan seksama. Dina membesarkan volume TVnya.

"Tim SAR menemukan balon udara itu terjatuh di pegunungan, masih berisi setengah perbekalan yang dibawa kedua pemuda itu dan perlengkapan yang utuh. Tak ada tanda-tanda mendarat dengan sengaja, melainkan jatuh karena kecelakaan. Pencarian dilakukan ke sekeliling tempat itu, namun baik jenazah Andy, maupun Kojiro Kurosawa tidak ditemukan. Kemungkinan besar keduanya jatuh ke jurang dan sulit dicari.

Hal yang sangat mengejutkan adalah penemuan heroin yang disembunyikan Andy di dalam tasnya. Teman-temannya di band mengaku bahwa Andy memang pernah menggunakan obat bius, tetapi tidak menduga bahwa ia kembali terjerat menggunakannya. Mungkin kesibukannya yang berat dan tekanan perusahaan membuatnya kembali melarikan diri ke obat-obatan.

Banyak kalangan menduga Andy sudah merencanakan untuk mengakhiri hidupnya dan hal itu semakin dikuatkan oleh sebuah surat selamat tinggal yang ditulisnya di salah satu buku lagunya...

"Untuk dunia yang mencintaiku dengan cara yang tidak kumau,

Aku memutuskan untuk mengakhiri permainan sedikit lebih awal. Segalanya telah kupikirkan dengan baik dan serius, hingga bagiku tak ada penyesalan. Untuk Arie, Deo, dan Iwang, aku minta maaf dan berharap kalian terus maju tanpa aku.

Untuk adikku, cinta dalam hidupku, Ari, kakak pergi ke tempat orang tua kita berada. Berjuanglah untuk hidup dan melakukannya dengan benar. Kojiro yang tahu artinya hidup sesuai mimpinya, terima kasih atas perjalanan indah ini. Aku selalu ingin pergi dalam alunan angin...

Aku mencintai hidup, tapi berbeda caranya dengan yang dunia mau…"

Semua serentak menjerit tak percaya. Mereka sangat sedih hal itu terjadi dan tak seorang pun mau percaya... Kedua orang itu terlalu muda, masa depan mereka masih panjang dan banyak hal yang bisa diraih...

"Kepergian Andy menimbulkan duka yang dalam bagi teman-teman dan penggemarnya, demikian juga Kojiro Kurosawa yang merencanakan proyek penerbangan ini sebagai langkah maju untuk mewujudkan cita-citanya yang lebih besar..."

Peristiwa itu menimbulkan sensasi besar. Ternyata Andy ikut dalam penerbangan Kojiro bukan untuk sekedar refreshing atau menenangkan pikiran, ia sudah berencana mengakhiri hidupnya. Entah bagaimana, mungkin ia melompat dari udara saat dalam pengaruh obat, atau dengan kesadaran sendiri...tak ada yang bisa menduga dengan tepat.

Namun yang menjadi misteri besar adalah nasib Kojiro. Kemana gerangan pemuda yang begitu bersemangat dengan mimpinya untuk terbang? Tak seorang pun berpikir ia juga berniat mengakhiri hidup... Mungkin ia berusaha mencegah Andy melompat dan kemudian terjadilah kecelakaan...

Mungkin terjadi hal lain...

Jenazah keduanya tak pernah ditemukan.

****

Angin yang kucintai, saputlah wajahku sekali lagi

Nyanyikan lagu menjelang tidur sebelum kau pergi

Malah, bawalah aku terbang tinggi

Jangan biarkan aku sendiri, melawan sepi...

***

avataravatar