webnovel

Usaha pendekatan Rafandra

Saat ini Nadia, Yeri dan Rafa sedang beradu di dalam gudang yang sangat berantakan karena ulah remaja laki-laki bernama Rafandra itu. Yeri merengut kesal, tangannya tak henti memungut bola-bola yang jatuh berserakan di lantai.

"Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai menyebabkan kekacauan seperti ini?" gerutu Yeri di sela-sela kegiatannya.

"Hehe... Aku tidak sengaja menabrak rak itu," sahut Rafa cengengesan.

"Apa katamu? Bagaimana mungkin rak sebesar itu tidak terlihat? Ck, dasar aneh..." cebik Yeri.

Sementara Nadia hanya tersenyum dan terus membantu memunguti bola-bola yang jumlahnya memang tidak sedikit. Belum lagi, harus di tata rapi seperti semula. Sebenarnya sangat melelahkan, apalagi tadi mereka juga baru saja selesai olahraga dan belum cukup istirahat.

Rafa tersenyum memandang Nadia yang sibuk dengan kegiatannya itu. Yeri yang menyadari hal itu juga ikut tersenyum kecil. Sepertinya Yeri sudah tau lebih dulu karena rasa peka nya lebih baik dari Nadia. Gadis cantik berpipi chubby itu pastinya tau bahwa Rafa memang tertarik pada sahabatnya.

"Apa kamu mau aku membantu mu?" bisik Yeri sambil menyenggol lengan Rafa.

Rafa langsung menautkan kedua alisnya tidak mengerti, "Untuk apa?" tanyanya polos.

"Oh ayolah, aku tau kamu suka sama Nadia. Aku akan membantu mu," sahut Yeri sambil menunjukkan deretan gigi rapinya.

Rafa masih mengernyit bingung, sebenarnya ia cukup terkejut juga karena Yeri tau bahwa ia menyukai Nadia. Tetapi, sepertinya tidak ada salahnya jika ia meminta bantuan pada Yeri, tentu saja hal seperti ini tidak boleh ia lewatkan begitu saja.

"Bagaimana caramu membantu ku?" tanya Rafa pada akhirnya.

"Tidak berlebihan. Hanya membiarkan kamu dan dia berdua saja. Bukan begitu?" Yeri menaik-turunkan alisnya.

"Bilang saja kamu tidak mau membantu ku membereskan kekacauan ini," dengus Rafa.

Yeri memicingkan matanya tajam. Sebenarnya memang iya, tapi apa Rafa itu tidak memikirkan bagaimana sisi baik untuk dirinya sendiri?

"Mau atau tidak?!" tanya Yeri penuh penekanan.

Rafa menelan ludahnya takut. Lalu mengangguk kuat. "I-iya, mau.." ucapnya.

Yeri tersenyum menyeringai. Kemudian melirik Nadia yang masih sibuk dengan pekerjaannya itu sekilas. "Harusnya sejak tadi saja," sahut gadis gembul itu.

Tidak butuh waktu lama, Yeri pun memulai aksinya.

"Arghhh... Aww...." Yeri merintih kesakitan.

Oh percayalah, Yeri sangat berbakat untuk jadi aktris. Dia sangat mendalami peran. Sementara Nadia yang mendengar rintihan Yeri itu pun langsung panik. Gadis cantik itu menghampiri sahabatnya yang sedang berakting memegangi perutnya.

"K-kamu kenapa Yeri?" tanya Nadia dengan khawatir.

"Ahh... Perut ku sakit. Sepertinya aku perlu ke kamar mandi... Aku baru memakan makanan pedas tadi," ucap Yeri penuh penghayatan.

Nadia mengernyit heran. "Kamu kan bilang ingin diet, dan .. kapan kamu makan? Sejak tadi kamu bersamaku, aku bahkan tidak melihat mu makan sedikitpun," sahutnya tak percaya.

Yeri terbelalak. Aduh, sepertinya dia kalah pandai dengan Nadia. Dengan cepat gadis itu memutar otaknya untuk mencari alasan. Bagaimanapun juga Yeri harus berusaha dengan keras supaya bisa meninggalkan sahabatnya itu berdua dengan Rafa.

"Ah, tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah. Aku makan sambal banyak... Ughh... Sakit sekali, aku tidak tahan. Aku harus ke kamar mandi!!"

Dengan cepat, Yeri pergi dari gudang olahraga itu. Nadia dan Rafa melihat Yeri yang berlari meninggalkan gudang itu sambil menutup pintu sedikit kasar.

Nadia menghela nafas dan menggeleng pelan melihat kelakuan sahabatnya itu. Jika boleh jujur, Nadia sebenarnya tidak terlalu percaya ketika Yeri mengatakan bahwa perutnya sedang sakit, tetapi Nadia juga tidak mau berpikir jelek tentang sahabat baiknya itu.

Setelah Yeri pergi, Rafa menghampiri Nadia yang sudah mulai lagi menyibukkan dirinya merapikan isi rak yang masih berantakan.

"Kenapa?" tanya Rafa mengawali pembicaraan.

"Apanya yang kenapa?" tanya Nadia balik.

"Ah, tidak jadi..." sahut Rafa.

"Ck, aneh ..." cebik Nadia.

Rafa hanya terkekeh kecil. Sedangkan gadis itu melanjutkan lagi pekerjaannya. Rafa berada dalam situasi canggung karena Nadia benar-benar sibuk dengan pekerjaan nya dan Rafa tak berani membuka suara.

Saat Nadia hendak menaruh barang di rak paling tinggi, ia tidak sampai karena tinggi badannya yang pas-pasan. Rafa terkekeh melihat Nadia yang meloncat-loncat gemas.

Rafa mendekati Nadia dan meraih barang yang ada di tangan Nadia. Nadia kemudian membalikkan badannya menghadap Rafa. Rafa pun menunduk menatap wajah cantik Nadia.

Degg... Deg... Deg...

Detak jantung Nadia berpacu 2x lebih cepat dari sebelumnya. Gadis itu langsung menurunkan pandangannya dan menepis badan Rafa. Sedangkan Rafa tersenyum tipis melihat ekspresi lucu Nadia yang salah tingkah.

Cukup lama mereka berdua bekerja keras untuk merapikan isi gudang. Setelah merapikan semuanya, Rafa menghela nafas lega. Kemudian, ia mendapati Nadia yang berdiri mematung dan terlihat gelisah.

"Kamu kenapa?" tanya Rafa penuh perhatian.

"T-tidak, aku tidak apa-apa... Hanya sedikit gusar saja," jawab Nadia jujur .

"Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Rafa lagi.

Nadia menggeleng pelan dan tidak mengatakan apapun.

"Ah, mungkin kamu kelelahan. Maafkan aku, aku tidak bermaksud merepotkan mu," lirih Rafa.

"Tidak-tidak, Sama sekali tidak. Aku dengan senang hati membantu mu. Jangan merasa tidak enak padaku," sahut Nadia cepat.

"Baiklah, ayo kembali ke kelas. Kita sudah terlambat 10 menit," ajak Rafa.

Mendengar ajakan dari Rafa, Nadia tidak langsung menjawab dan ikut. Gadis itu masih diam sembari menatap Rafa dengan tatapan berbinar.

"Kamu kenapa? Kenapa jadi sedih?" tanya Rafa ketika menyadari raut wajah Nadia yang berubah menjadi lebih murung.

"A-aku, aku mau minta maaf sama kamu," jawab Nadia gugup.

Sementara Rafa menaikkan sebelah alisnya bingung, "maaf? Untuk apa?" sahutnya.

"Karena waktu itu aku berkata kasar padamu di kedai. Aku tau kamu berniat baik membantu ku, dan sepertinya aku yang salah tangkap dengan niat baik mu," jelas Nadia.

Mendengar permintaan maaf dari Nadia membuat Rafa tersenyum dengan tulus, Rafa tau dengan pasti kalau Nadia memang gadis yang memiliki sifat baik hati. Sudah Rafa duga bahwa bukan maksud Nadia berkata kasar padanya.

"Sudahlah tidak apa. Lupakan saja karena aku juga tidak menganggapnya serius, jadi intinya aku sudah maafin kamu," ucap Rafa sambil tersenyum tipis.

"T-terima kasih,"

Rafa menganggukkan kepalanya, "Iya, sekarang ayo kembali ke kelas sebelum pelajaran di mulai," ajaknya lagi.

Nadia hanya mengangguk dan berjalan membuntuti Rafa dari belakang. Senyuman manis pun mengembang di kedua sudut bibir Rafa.

"Satu langkah lebih dekat," batin nya.

****

Nadia dan Rafa terlambat masuk kelas karena harus berganti pakaian lebih dahulu. Untung saja guru pengajar belum masuk kelas meski mereka sudah terlambat lebih dari 15 menit.

Setelah masuk kelas, Nadia mendudukkan pantatnya di bangku nya sambil menghela nafas panjang. Kali ini ia benar-benar beruntung karena gurunya yang paling kejam belum masuk untuk memulai aktivitas pembelajaran.

"Untung saja Pak Suho belum datang," ucap gadis itu.

Sementara Yeri yang ada di sampingnya itu hanya cengengesan. Melihat bagaimana ekspresi wajah Yeri yang baik-baik saja membuat Nadia langsung mengerutkan keningnya kesal.

"Kamu nggak beneran sakit kan? kamu tega banget tinggalin aku," ucap Nadia memelas

"Maaf, aku terpaksa," sahut Yeri.

"Terpaksa untuk apa? Kalau kamu memang tidak mau membantu, kamu cukup bilang aja. Jangan berpura-pura sakit perut atau sebagainya, kalau kamu jadi sakit sungguhan bagaimana?" oceh Nadia panjang lebar.

"Ehehehe. Iya-iya maaf," Yeri menyunggingkan senyumnya.

Nadia hanya menghela nafas berat dan menggelengkan kepalanya takjub sebagai respon. Sementara Yeri justru memasang raut wajah seperti tak berdosa sedikitpun.

"Bagaimana? Apa Rafa menyusahkan mu?" tanya Yeri kemudian.

Nadia menggeleng pelan, lalu menundukkan kepalanya.

"Apa ini? Apa ada masalah?" Yeri menautkan kedua alisnya kebingungan.

"Aku takut," lirih Nadia.

"Takut kenapa?" tanya Yeri lagi yang masih tidak mengerti.

"Aku takut memiliki perasaan dengan Rafa," jawab gadis mungil itu.

Yeri mengusap lembut punggung sempit Nadia. Berusaha memberikan ketenangan dan semangat untuk sahabat cantiknya itu.

"Jangan takut. Semuanya akan baik-baik saja. Percayalah, jika memang kau serius dengan perasaan mu, kau harus perjuangkan itu," tutur Yeri.

"Lalu bagaimana dengan Bianca?" tanya Nadia.

Yeri memutar kedua bola matanya malas. Lagi-lagi Nadia selalu saja memikirkan bagaimana tentang adik tirinya yang tidak tau diri itu. Sungguh sangat memuakkan bagi Yeri ketika Nadia bersikap seperti ini.

"Ck, jangan hiraukan gadis itu. Apa kamu tidak sadar kalau selama ini dia hanya mempermainkan mu?" cebik Yeri sedikit kesal.

Nadia menggeleng pelan. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan polos.

"Setiap ada cowok yang ingin dekat dengan mu, pasti Bianca juga akan menggoda nya bukan? Tapi, setiap di ajak berkencan, adikmu itu selalu dengan tegas menolaknya. Apa kamu tidak paham juga?" jelas Yeri panjang lebar.

Jika di pikirkan sekali lagi, memang ada benarnya yang di katakan oleh Yeri. Tetapi, apa maksud dari semua itu? Kenapa Bianca hanya mempermainkan nya dan juga menyakiti perasaan para cowok yang serius dengan nya?

Nadia di buat bingung oleh pernyataan dari Yeri. Gadis itu menghela nafas berat, kemudian maniknya berputar melihat bangku Bianca yang ternyata di duduk i oleh Yuna.

"Dimana Bianca?" tanya Nadia spontan karena menyadari adik kesayangannya tidak ada di kelas.

Yeri mengendikan bahunya. "Tidak tau," sahutnya santai.

"Apa dia membolos? Tapi bersama siapa?" gumam Nadia.

Enggan berpikir yang tidak-tidak, Nadia pun mulai memfokuskan diri pada pelajarannya. Hingga pelajaran berakhir.

.

Next chapter