20 Kita berdua berbeda

Usai dari kantor polisi, mereka berempat ( Nadia, Bianca, Mark dan Lucas ) mampir ke kedai kopi tempat Nadia bekerja part-time. Kebetulan tempat Nadia bekerja tidak terlalu jauh dari lokasi kantor polisi itu, jadi sepertinya bukan rencana buruk jika mereka mampir sebentar.

Lucas melihat Bianca yang masih terus terdiam dan bisa ia ketahui bahwa gadis itu masih belum bisa menerima jika Dilan dan teman-temannya itu tidak di beri sanksi yang tegas. Bagaimanapun juga pasti nantinya Bianca tidak akan melepaskan ketiga remaja itu lagi jika dirinya bertemu kembali.

"Sudahlah, jangan terlalu memikirkan hal tadi. Tidak ada gunanya," ucap Lucas pada Bianca yang sejak tadi terdiam dengan ekspresi wajah datarnya.

"Diam kamu. Memangnya kamu siapa berani menasehati ku?" ketus Bianca.

"Hei, di sini aku membantu mu, kenapa kamu sangat angkuh?" sahut Lucas.

"Aku sama sekali tidak meminta bantuan mu--" Bianca memutar kedua bola matanya malas. "Jangan berharap aku akan berterimakasih pada mu," sambungnya kemudian.

"Wuahh... Anak ini benar-benar membuat tekanan darah ku naik," Lucas memegangi tengkuknya. Tekanan darah nya seperti melonjak naik seketika.

"Lucas hentikan. Kenapa kamu suka sekali bertengkar dengan anak kecil?" Mark menengahi pertikaian antara Bianca dan Lucas.

Bianca membelalakkan matanya sempurna, ia tidak terima Mark mengatakan bahwa dia adalah anak kecil.

"Jadi, maksud mu aku anak kecil? Ka- .."

"Bianca, hentikan!" potong Nadia menengahi sebelum Bianca mengatakan hal yang tidak pantas pada Mark.

Bagaimana pun juga, Mark dan Lucas sudah menolong mereka. Dan saat ini, mereka memiliki hutang budi. Bianca mendengus sebal. Gadis itu meraih ponselnya dan menyibukkan diri dengan bermain sosmed di ponselnya.

"Sepertinya... Aku pernah bertemu dengan mu sebelumnya," ucap Mark tiba-tiba pada Bianca.

"Denganku?" tanya Bianca.

Mark mengangguk. "Iya, tapi aku sedikit lupa," sahut Mark.

"Ck, jangan berpura-pura akrab. Aku tidak suka," cebik Bianca.

Gadis itu berdiri dari duduknya, ia merasa sangat bosan bergabung dengan Lucas dan Mark yang sama-sama menyebalkan itu. Lebih baik sekarang ia pergi dan jalan-jalan sendirian daripadanya harus terus bersama dengan orang-orang yang tidak satu frekuensi dengannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Nadia ketika melihat sang adik segera beranjak namun tidak memiliki niat untuk berpamitan.

"Pulang. Malas aku di sini. Ck, tidak menarik sama sekali," jawab Bianca sambil tersenyum sinis.

"Wah... Kamu memang gadis yang luar biasa ya," Lucas menyela.

"Memang. Aku dilahirkan untuk menjadi luar biasa. Jadi, jangan menilai ku sesukamu!" Pungkas Bianca dan berlalu dari kedai kopi itu.

Mark menggeleng takjub. Begitu juga dengan Lucas yang hampir mengumpat kasar. Kedua pemuda itu sama sekali tidak habis pikir bagaimana bisa dua orang saudara bisa memiliki sifat yang saling bertolak belakang seperti itu. Ini sungguh menjadi pemikiran tersendiri bagi mereka.

"Hei! Apa kamu yakin kalau kalian lahir dari perut yang sama? Kenapa dia berbeda sekali dengan mu?" tanya Lucas pada Nadia.

Tentu saja Nadia hanya bisa tersenyum kecut. Pertanyaan Lucas tidak ada salahnya, itu karena ia belum tau jika Nadia dan Bianca hanya satu ayah dan berbeda ibu.

"Kami berbeda ibu," jawab Nadia jujur.

Lucas langsung terdiam. Merasa tidak enak pada Nadia. Jika ia tau sebelumnya, mungkin ia tidak akan bertanya bukan?

"M-maaf, aku tidak tau," ucap Lucas dengan nada merendah.

"Ah, tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan," sahut Nadia tetap dengan senyuman nya.

Mark menendang kaki Lucas dari bawah meja sambil melotot ke arah temannya itu. Suasana menjadi canggung seketika karena pertanyaan dari Lucas. Sementara Mark juga merasa tidak enak hati sebab setelah itu raut wajah Nadia berubah menjadi datar dan tidak bersemangat lagi.

"Ck, mana ku tahu!" bisik Lucas.

Ting....

Lonceng kedai berbunyi, dan pintu terbuka. Menampilkan dua sosok remaja tampan dan juga cantik dari balik pintu masuk.

"Nadia..."

Panggilan dengan suara nyaring itu terdengar di telinga seluruh pengunjung kedai. Siapa lagi kalau bukan sahabat gembul Nadia, yaitu Yeri.

"Yeri? Kamu ke sini?" tanya Nadia dengan polosnya.

Yeri mengangguk dan menghampiri Nadia. Gadis cantik berpipi chubby itu tampak sangat bersemangat karena bertemu dengan sahabatnya.

"Iya. Hari ini pulang lebih awal, jadi aku dan Rafa kemari," sahut Yeri dengan senyum lima jarinya.

"Ah, begitu rupanya," Nadia melirik Rafa yang saat ini berjalan menghampiri kakaknya.

"Aku dengar semalam kamu hampir di--"

Nadia membekap mulut Yeri seketika.

"Perhatikan ucapan mu, disini banyak pengunjung!" potong Nadia cepat.

"Ahh... Maaf, aku hampir kelepasan. Tapi, kamu baik-baik saja kan?" tanya Yeri sambil memutar-mutar badan Nadia untuk melihat bagaimana keadaan sahabatnya itu.

"Iya-iya.. aku baik-baik saja, Yeri. Kamu tidak perlu khawatir sama sekali," jawab Nadia sambil tersenyum dengan tenang.

"Syukurlah..."

Ketiga remaja laki-laki yang duduk di bangku pelanggan itu hanya melihat interaksi Nadia dan Yeri yang tidak aneh bagi seorang gadis seusia mereka.

Sementara Lucas, ia merasa sangat tidak asing dengan Yeri. Ah, ingat bukan siapa yang di hajar oleh Yeri habis-habisan di minimarket waktu itu? Ya, Lucas lah orangnya.

Tolong selamatkan Lucas kali ini ...

"Tunggu sebentar... Sepertinya aku pernah melihat teman Nadia itu..." ucap Lucas.

"Benarkah?" tanya Rafa menyahut.

"Dimana?" sahut Mark juga.

"Entahlah, aku tidak yakin..." Lucas berpikir sejenak.

~~

"Ah iya, akan ku perkenalkan kamu dengan orang yang menolong ku semalam. Kakaknya Rafa dan temannya," ucap Nadia semangat.

"Siapa?" tanya Yeri penasaran.

Nadia menarik tangan Yeri ke tempat tiga namja itu duduk bersama. Yeri terbelalak melihat Lucas. Ingatan Yeri sangat tajam ketika dirinya kala itu dikatai oleh Lucas.

"K-kamu?!" teriak Yeri tepat di depan wajah Lucas.

Semua pengunjung mengalihkan perhatian mereka pada sumber suara tadi. Nadia, Mark dan Rafa terkejut bukan main, bahkan Nadia sampai mengelus dadanya karena terkejut dengan pekikan lantang dari mulut sahabatnya sendiri.

"Yeri! Kamu mengejutkan semua orang," bisik Nadia.

Lucas menelan ludah ketakutan. Kini ia ingat siapa teman Nadia yang sekarang berdiri di depannya itu. Jika ia bisa berteleportasi, mungkin ia akan menghilang saat ini juga. Sungguh, Lucas sudah tidak ingin memiliki urusan apapun lagi dengan gadis gembul itu apapun masalahnya.

"Hei, Nadia. Kamu bilang akan menghajar orang yang mangatai ku gemuk bukan?" tanya Yeri pada sahabatnya itu.

Nadia mengangguk kuat. "Tentu saja. Aku akan menghajar nya habis-habisan untuk mu," jawab Nadia dengan semangat 45.

"Kamu mau tau siapa orang itu?" tanya Yeri lagi sambil menyeringai jahat.

"Tentu saja. Katakan, akan ku beri pelajaran dia," Nadia menyingkap kedua lengan baju panjang nya.

Lucas bergindik ngeri. Bisa ia bayangkan bagaimana jadinya nanti jika Nadia benar-benar akan marah kepadanya karena sudah berurusan dengan sahabatnya yang merepotkan itu.

Dengan cepat, Yeri menunjuk wajah Lucas yang duduk di depannya itu.

"Dia orangnya!" ucap Yeri tegas.

Nadia melongo. "Apa?!"

avataravatar
Next chapter