21 Ingin mengenal cinta

"Mungkin akan ada masanya kamu merasakan apa yang aku rasakan hari ini."

^_^

Nadia melongo. "Apa?!"

"Bagaimana bisa?" tanya gadis itu sambil mengerjapkan matanya dengan cepat.

"Dia menabrakku di  toserba, bukannya meminta maaf dia justru mengumpatku," jawab Hechan dengan ketus.

"Ck, harusnya aku bunuh saat itu juga kamu!" Yeri berlagak mengayunkan tangannya ke arah Lucas.

"Aaa ... jadi kamu ingat kejadian itu ...." Lucas berusaha untuk tetap tenang.

"Menurutmu, apa aku akan lupa begitu saja dengan perkataan mu yang sungguh menyakitkan hatiku ini?" tanya Yeri.

Oh tidak, Yeri mulai lagi dengan akting dramatisnya. Hal itu membuat Nadia, Rafa dan Mark terkekeh.

"J-Jangan berkata seperti itu--" Lucas menjeda perkataan sejenak, lalu menurunkan pandangannya dari Yeri. "Aku akan terlihat sangat jahat jika kamu berkata seperti itu," sambungnya lirih.

Nadia dan Mark menghela nafas bersamaan.

"Bukankah seharusnya kamu meminta maaf?" Mereka berucap bersamaan, membuat Rafa menoleh kearah kakaknya itu.

Lucas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, haruskah?" tanya nya polos.

Nadia mengangguk, sedangkan Yeri? Ah, gadis itu memang sebenarnya hanya ingin mendengar permintaan maaf saja dari Lucas. Tapi, sepertinya susah sekali untuk mendengarkan kata maaf itu.

"Maaf, aku tidak sengaja mengatakan itu. Aku tidak bermaksud," ucap Lucas pada Yeri.

"Traktir aku pasta rose," sahut Yeri santai.

"A-apa?!"

"Kamu tidak mendengar permintaan ku?" Decak Yeri.

"Apa hubungannya dengan permintaan maaf ku?" ketus Lucas.

"Ya sudah kalau tidak mau mentraktir ku makan. Aku tidak akan memaafkan mu begitu saja," sahut Yeri sambil merotasikan kedua bola matanya malas.

Gadis gembul itu melipat kedua tangannya di dada, sambil melirik Lucas. "Bagaimana?" tanyanya lagi.

"Ck, apa kamu tau camilan yang kamu ambil waktu itu aku yang membayarnya?" gerutu Lucas merasa kesal pada Yeri.

Yeri mengendikan bahunya tak acuh. "Memangnya aku terlihat perduli?" sahutnya dengan enteng dan merasa tidak berdosa sama sekali.

"Aish kamu... Sepertinya, kamu lebih cocok jadi kakak Bianca," cebik Lucas.

"Hei! Jangan membawa-bawa adikku!" sahut Nadia tak suka.

"Baiklah-baiklah, aku akan mentraktir mu. Tapi tidak ha--"

"Sekarang! Ayo!" ajak Yeri semangat hingga memotong perkataan Lucas.

"Tidak hari ini!" tegas Lucas.

"Aku mau nya hari ini!" debat Yeri.

"Sudahlah turuti saja. Sampai kapan pertengkaran tak berujung ini jika tidak ada yang mau mengalah?" Mark membuka suara karena mulai jengah dengan mereka berdua.

"Atau kamu mau di habisi Nadia di sini?" sahut Rafa sambil terkekeh menertawakan Lucas.

"Ah, kamu benar juga," timpal Nadia sambil menyingkap lagi lengan panjang nya.

Lucas langsung berdiri dari duduknya. Tidak mau mengambil resiko jika harus berhadapan dengan Nadia yang sepertinya akan membela sahabatnya itu. Lucas juga tidak mau ambil pusing.

"Baiklah. Ayo!" Akhirnya dia menyerah juga.

RIP uang jajan Lukas :(

"Dari tadi gitu," cibir Yeri.

"Ck, dasar ikan buntal!" cebik Lucas.

"Apa kamu bilang?!" bentak Yeri.

"I-itu... Nanti restoran nya tutup. Ayo, berangkat!" ucap Lucas gugup, takut kena ledakan amarah Yeri.

Dan mereka berdua pun pergi meninggalkan kedai kopi itu. Meninggalkan tiga orang yang masih setia di dalam kedai itu sembari memandang mereka yang perlahan menghilangkan dari balik pintu.

Nadia terkekeh kecil. "Dasar Yeri," ucap nya.

Mark terus saja memperhatikan setiap gerakan Nadia. Hal ini membuat Rafa tak suka. Meski Rafa tau bahwa kakaknya itu hanya kagum pada gadis yang saat ini berjalan kembali ke stand-nya, namun itu semua justru membuat Rafa takut akan kehilangan Nadia.

"Jangan melihat nya terus-menerus sepeti itu,"

"Kenapa?" tanya Mark.

"Nanti kamu jatuh cinta padanya!" jawab Rafa dengan ketus.

"Kamu gila? Mana mungkin aku jatuh cinta hanya dengan memandangnya saja? Kamu ini aneh sekali," Mark mengacak rambut Rafa gemas.

"Aku saja bisa jatuh cinta saat pertama kali melihat senyuman nya. Kenapa kamu tidak?" Raka mengerucutkan bibirnya kesal karena ucapan kakaknya itu sama sekali tidak bisa di terima olehnya.

Mark terdiam. "Ah, kamu benar. Memang kesan pertama itu yang paling membekas," ucapnya.

"Kenapa? Jangan bilang kamu sudah terlanjur suka dengan Nadia?"

Rafa sedikit menjauh dari Mark. Kali ini ia benar-benar was-was pada kakaknya itu dan berharap kakaknya mengatakan bahwa ia tidak menyukai Nadia. Meski banyak hal yang tentu saja bisa membuat Mark jatuh cinta pada gadis cantik itu.

"Apa kamu ingin bersaing dengan adikmu sendiri?" tanya Rafa was-was.

"Kalo memang harus, kenapa tidak?" goda Mark, sambil memasang wajah serius.

"Kakak?!" geram Rafa sambil melemparkan tatapan tajam pada kakak kandungnya itu.

Mark tertawa renyah. "Aku becanda, Rafandra!"

"Jangan bercanda dengan tatapan serius seperti itu. Orang akan berpikiran kalau itu serius," gerutu Rafa sebal. 

"Sudahlah, aku ada kelas 2 jam lagi. Aku akan pergi lebih dulu," sahut Mark sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Harus pergi sekarang?" tanya Rafa sambil menaikkan sebelah alisnya.

Mark mengangguk mengiyakan. "Aku harus ke perpustakaan lebih dulu," sahut Mark.

"Baiklah, hati-hati." pungkas Rafa.

Mark hanya tersenyum dan menghampiri stand Nadia. "Aku pergi duluan ya, harus ke kampus," pamit Mark pada Nadia yang sibuk dengan pesanan pelanggan.

"Iya, kak. Hati-hati di jalan, dan terimakasih banyak," sahut gadis cantik itu.

"Jangan khawatir. Hubungi aku lagi jika ada masalah. Mengerti?"

Nadia mengangguk. "Baiklah,"

Rafa lagi-lagi mendengus sebal melihat interaksi Nadia dan kakaknya yang terlihat begitu akrab dengan mudahnya.

Mark segera pergi dan menghilang dari balik pintu kedai kopi tersebut. Setelah melihat Mark sudah pergi, kini giliran Rafa yang menghampiri Nadia di stand-nya.

"Mau apa?" tanya Nadia.

"Tidak ada. Hanya ingin melihat mu dari dekat saja," sahut Rafa sambil cengengesan.

"Terserah kamu saja," Nadia acuh, gadis itu tetap sibuk dengan pekerjaannya.

Rafa terus-menerus memandangi Nadia, membuat gadis itu sedikit risih.

"Kenapa melihat ku seperti itu? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Nadia yang sudah jengah dengan sikap Rafa yang terus memperhatikan dirinya.

"Tidak ada. Aku hanya heran saja," sahut Rafa sambil tersenyum lima jari.

"H-heran kenapa?" Nadia mengernyit bingung.

"Heran saja, kenapa semakin hari kamu semakin cantik ya?" ucap Rafa to the point.

Nadia terdiam membeku, kemudian pura-pura sibuk dengan beberapa gelas di depannya dan tidak menghiraukan Rafa. Lebih tepatnya, Nadia salah tingkah.

"Cieee... Salah tingkah..." goda Rafa.

Nadia melengos enggan melihat Rafa. Wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus. Meski bukan pertama kalinya Rafa mengatakan hal manis seperti ini padanya, tetapi Nadia masih saja asing dan kurang suka di perlakukan seperti ini.

Gadis cantik itu tidak mau jika nantinya ia benar-benar memiliki perasaan khusus pada Rafandra, ia masih harus menjaga janjinya pada sang adik untuk tidak menyukai remaja tampan itu.

"Hmm... Sudah ku duga, tidak ada yang bisa menolak pesona ku. Termasuk kamu, Nadia.." sambung Rafa penuh percaya diri.

"Ishh... Apa maksudmu Rafa? Aku biasa saja. Tidak terpesona sama sekali," cebik Nadia, tetap enggan melihat Rafa.

"Oh ya? Memangnya kamu yakin bisa menolak pesona seorang Rafandra?"

Rafa terus menggoda Nadia, itu membuat Nadia benar-benar tidak bisa fokus .

"Ssstt... Diam ya, kamu ini kenapa tiba-tiba berkata seperti itu? Apa kamu sadar? Pekerjaan ku terganggu karena mu," gerutu Nadia.

Rafa justru menyengir kuda dan tidak menghiraukan Nadia yang kesal padanya.

"Iya-iya, maaf. Emm, tapi aku jujur tuh kalau memang kamu cantik hari ini," sahut Rafa.

"Rafa?" Nadia kini menatap wajah Rafa.

"Hmm?" Rafa juga melihat Nadia.

"Apa kamu suka padaku?" tanya Nadia to the point.

Rafa mengangguk kuat. "Iya. Harusnya ku katakan lebih dulu sebelum kamu bertanya," sahut nya serius.

"Apa yang membuat mu suka dengan ku?" Kini raut wajah Nadia berubah menjadi lebih serius lagi.

"Aku bukan hanya suka denganmu, tapi aku juga cinta padamu, Huang Nadia..."

Nadia terdiam dengan pengakuan dari Rafa.

"Alasannya?" tanya Nadia lagi.

"Tidak ada," jawab Rafa santai.

"Tidak ada alasan? Kenapa begitu?"

"Cinta itu tidak butuh alasan, Nadia. Karena cinta terjadi begitu saja, dan kita tidak tau pada siapa kita akan jatuh cinta. Iya, kan?"

Rafa mengembangkan senyumnya lagi.

"I-iya juga," sahut Nadia gugup. Jantungnya berdebar-debar.

Nadia menunduk, tidak sanggup lagi menatap mata Rafa yang penuh keseriusan itu.

"Hey," Rafa mengangkat dagu tirus Nadia, membuat gadis itu mendongak sedikit.

Kini sepasang manik mereka bertatapan langsung.

"Dengarkan aku baik-baik, ya..."

Nadia mengangguk polos.

"Aku memang belum tau arti cinta yang sebenarnya, dan aku memang tidak tau apa-apa tentang cinta..."

"Lalu, kenapa kamu bilang kamu cinta padaku?" Potong Nadia cepat.

"Karena aku ingin lebih mengenal cinta itu... Bersama dengan mu ..."

avataravatar
Next chapter