webnovel

Bianca dan kakaknya

Hari ini Bianca memang membolos. Pikirannya kacau karena Dilan yang tidak tau malu menyatakan perasaannya di depan teman-teman sekelasnya. Gadis itu berjalan tanpa arah tujuan yang jelas sejak sore tadi. Bahkan gadis itu tidak kunjung pulang meski jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Ck, menyebalkan sekali. Kenapa juga dia harus mengatakan perasaannya di depan anak-anak yang lain? Memalukan!" gerutu Bianca sepanjang perjalanan nya.

Tidak berselang lama, gadis cantik itu berpapasan dengan 3 orang remaja laki-laki yang ia kenal dengan pasti.

"Dilan? Felix? Ardian?" ucap Bianca terkejut.

"Kenapa? Tidak menyangka bisa bertemu denganku?" tanya Dilan sambil tersenyum miring.

"Minggir. Aku tidak mau berurusan dengan kalian," sergah Bianca dan berusaha pergi dari jangkauan mereka.

"Tidak semudah itu!" Dilan menarik pergelangan tangan Bianca kasar hingga gadis itu jatuh ke pelukan nya.

"Mari kita bersenang-senang, Bianca yang cantik..." bisik Dilan di telinga Bianca dengan nada sensual nya.

Bianca segera memberontak dari tubuh Dilan, namun remaja laki-laki itu justru mendekapnya semakin erat. Hingga beberapa saat kemudian, Dilan tersenyum miring.

"Bawa dia ke lorong sana!" perintah Dilan sambil mendorong tubuh Bianca pada Felix dan Ardian.

"Lepaskan aku. Singkirkan tangan kalian!" bentak Bianca.

Tidak ada tanggapan dari ketiga remaja laki-laki itu. Mereka membawa paksa Bianca ke lorong gelap yang tak jauh dari gang sempit yang di lalui Bianca tadi.

Felix dan Ardian memegangi tangan Bianca dengan kuat karena Bianca tak henti-hentinya memberontak.

*Plakk!!

Tamparan keras mendarat di pipi mulus Bianca.

"Diam kamu gadis tidak tau diri!" teriak Dilan tepat di depan wajah Bianca.

"Ku mohon, lepaskan aku..." kini Bianca sudah tidak berdaya. Bianca mulai menangis karena ketakutan.

Tubuh gadis itu berhimpitan dengan tembok lorong. Tangannya sangat sakit karena cengkraman dua remaja yang cukup kuat itu. Sementara Dilan mendekati Bianca dan mencengkeram rahang Bianca dengan kuat. Kemudian mendaratkan ciuman nafsunya di bibir plum milik Bianca.

Gadis itu memejamkan matanya, tidak membalas ciuman dari Dilan. Merasa geram, Dilan menggigit bibir bawah Bianca membuat sang empunya membuka mulutnya secara refleks.

"Ughhh..." pekikan tertahan dari mulut Bianca lolos begitu saja.

Beberapa saat kemudian, Dilan melepaskan tautannya. Dan beralih mencium leher jenjang milik Bianca.

"Ku mohon, jangan..." lirih Bianca.

Gadis itu mulai terisak dan pasrah. Berharap ada seseorang yang lewat ataupun datang menyelamatkan dirinya.

"Lihatlah, pemandangan yang jauh lebih menyenangkan di bandingkan saat kamu menolak ku tadi siang. Hahahaha..."

Tawa jahat Dilan terdengar menggema di lorong sepi nan gelap itu, yang mana semakin membuat Bianca takut bukan main. Bianca sama sekali tidak pernah menduga bahwa ia akan di perlakukan seperti ini oleh Dilan karena sudah menolak cintanya, tetapi bagaimanapun juga ini semuanya salah.

Dilan berusaha memegangi kedua tangan Bianca untuk mencium gadis itu lagi, namun Bianca justru menggeleng ribut berusaha menghindari ciuman Dilan yang menuntut.

"Hentikan... Ku mohon... "

"Oh ayolah, kamu juga pasti akan menikmati nya. Ayo bersenang-senang bersama," sahut Dilan.

Dilan semakin menghimpit tubuh Bianca ke tembok membuat tubuh gadis itu terasa sangat sesak dan ia merasa kesakitan.

"S-sakitt--" Bianca mulai menangis sejadi-jadinya, "s-siapa pun tolong aku..." lirih gadis itu sambil menggelengkan kepalanya ribut berusaha untuk melepaskan diri.

"Hahaha... Tidak akan ada yang mendengar suara mu. Berteriak dan memohon seperti ini. Aku sungguh menyukai nya," sahut Dilan.

Kini gadis itu hanya bisa menangis dan pasrah dengan apa yang akan terjadi. Ia berpikir bahwa malam ini sepertinya ia benar-benar harus merelakan masa depannya seperti ini.

"Kakak.... Tolong aku..." batin Bianca.

Entah kenapa, hanya Nadia yang ada di pikiran Bianca. Gadis itu benar-benar berharap kakaknya akan muncul dan menyelamatkan dirinya dari namja-namja brengsek ini.

Bugh!!!

Sebuah sepatu fantofel menghantam kepala Dilan yang hampir mencium Bianca lagi.

"Brengsek! Siapa yang berani mengganggu ku," umpat Dilan.

"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?" teriakan seorang gadis menggema di lorong itu.

Gadis itu berjalan sedikit mendekat. Lalu manik cantiknya terbelalak seketika melihat apa yang ada di depannya itu.

"Dilan?" ucapnya terkejut.

"Nadia?" uahut Dilan.

"Wah... Lihatlah, kebetulan sekali bukan? Dua gadis cantik yang akan menemani kita ber empat malam ini..." sambung Dilan sama sekali tidak takut.

"A-pa yang kalian lakukan di sini?" Nadia gemetar mendengar ucapan Dilan.

"N-Nadia... T-tolong aku..."

Suara itu... Tidak asing bagi Nadia.

"B-Bianca?!" Pekik Nadia.

Tak menghiraukan para remaja laki-laki yang ada di depannya itu, Nadia justru berlari menghampiri Bianca yang terduduk bersender di tembok lorong.

"B-Bianca ... K-kamu baik-baik saja? Kenapa bisa seperti ini?" Nadia merangkul tubuh adiknya yang sudah tidak berdaya itu.

Bianca hanya menangis dan menggeleng ribut. Adiknya itu benar-benar sangat ketakutan. Sekarang harapan yang bisa membantu dirinya hanya Nadia, hanya kakaknya itu yang bisa ia minta pertolongan untuk membantu dirinya.

"Sekarang dua tikus kecil ini sudah masuk dalam perangkap. Mari habiskan malam panjang ini dengan baik," ucap Dilan menyeringai.

"Apa tidak akan ada yang mendengar mereka?" sahut Ardian.

"Iya, suara Bianca saja sudah cukup lantang dan menggema di lorong ini. Jika ada yang tau, kita bisa berakhir di kantor polisi," timpal Felix.

"Ck, penakut. Ini lorong sepi dan jauh dari keramaian. Lakukan saja, lebih cepat lebih baik," ketus Dilan.

"Baiklah," pungkas Ardian yang pasrah kemudian menuruti perintah Dilan.

Kini Felix dan Ardian memegang kedua tangan Nadia, gadis itu memberontak dan berusaha melepaskan cengkraman tangan kedua namja tersebut. Sementara Dilan semakin mendekati Bianca karena Bianca lah sasaran utama nya.

Dilan masih dendam pada Bianca karena sudah membuat dirinya malu di depan anak-anak tadi siang. Selain itu, ia juga merasa sakit hati karena sudah di permainkan oleh gadis cantik itu. Sebenarnya dulu Dilan berniat untuk mendekati Nadia, namun dengan tiba-tiba Bianca datang dan menggoda dirinya lalu mengajaknya berteman.

Semakin lama hubungan antara Dilan dan Bianca terjalin, maka perlahan Dilan juga memiliki perasaan lebih pada gadis itu. Tetapi, Dilan sama sekali tidak pernah menyangka bahwa sebenarnya Bianca hanya ingin mempermainkan dirinya saja. Dilan sungguh geram dan tidak terima akan hal itu.

"Jangan dekati adikku. Lepaskan dia!" teriak Nadia kala melihat Dilan berjalan mendekat ingin menghimpit adik kesayangannya lagi.

Teriakan Nadia tak di hiraukan oleh Dilan. Anak itu justru semakin mendekati Bianca dan mencengkeram kuat rahang tirus gadis itu. Sementara Bianca yang sudah tidak berdaya hanya bisa memejamkan matanya dan air matanya tak henti menetes. Nadia benar-benar tidak tahan melihat Bianca seperti itu.

"Ku bilang jangan dekati adikku!" teriak Nadia dengan sangat lantang tanpa gemetar sedikitpun.

Bugh... Bughh...

Nadia menendang selakangan Ardian dan Felix bergantian hingga kedua namja itu jatuh terduduk merasakan sensasi sakit luar biasa pada bagian masa depan mereka.

"Argghhh... Masa depan ku!" ringis Felix.

Sekuat tenaga, Nadia mendorong tubuh Dilan hingga ambruk ke samping. Dengan cepat, Nadia menarik tangan Bianca dan mengajaknya berlari dari lorong gelap itu.

"Gadis brengsek! Cepat kejar mereka!" teriak Dilan.

Bianca mengerahkan seluruh sisa tenaga nya. Gadis itu sama takutnya, kini hanya Nadia satu-satunya harapan agar dia bisa bebas dari Dilan dan geng-nya itu.

"Bertahanlah. Sebentar lagi kita akan keluar dari lorong, dan gang di depan ada cctv-nya..." ucap Nadia sambil terengah-engah dan tetap menggandeng erat tangan adiknya itu.

Bianca sudah tidak kuat lagi, gadis itu jatuh tersungkur. Nadia panik seketika.

"A-aku tidak kuat lagi, kaki ku sangat sakit..." rintih gadis itu.

"Bertahanlah sebentar lagi, Ca. Kita harus segera keluar dari lorong ini," Nadia berusaha memapah adiknya itu.

"Akhh... A-aku benar-benar tidak kuat. Pergilah, selamatkan dirimu dulu..." pinta Bianca.

Nadia terbelalak mendengar ucapan Bianca.

"Kamu gila? Bagaimana mungkin aku meninggalkan mu dalam keadaan seperti ini? Aku akan melindungi mu sebisaku Bianca..." sahut Nadia.

Dilan dan geng-nya itu semakin mendekati Nadia dan Bianca. Kedua gadis itu benar-benar ketakutan bukan main.

Nadia berteriak sekuat tenaga. 

"Siapapun... Tolong... Tolong kami..." Teriak Nadia sambil memeluk Bianca dengan erat.

Dan mereka pun datang.

"Tertangkap juga kalian tikus kecil.." ucap Dilan menyeringai dan menarik tubuh Nadia yang memeluk Bianca.

"Brengsek kalian!" umpat Nadia.

Ini kali pertama Nadia berkata kasar. Gadis itu sudah tidak tahan dengan perlakuan Dilan.

"Awalnya aku ingin bermain dengan Bianca, tapi sepertinya kamu menarik perhatian ku..." sahut Dilan.

"Lepaskan aku brengsek!!" Nadia terus memberontak.

Sedangkan Bianca tidak berdaya dan kini barada di tangan ke-tiga remaja laki-laki yang menatapnya dengan tatapan lapar. Dilan mendorong tubuh Nadia ke tembok lorong, dan menghimpit tubuh mungil itu dengan tubuh bongsornya.

"Hmm... Aku ingin tau bagaimana rasa dari bibir mungil ini," Dilan mulai menyeringai.

Semakin mendekati wajah Nadia dan benar-benar ingin melumat bibir mungil yang menggodanya itu.

"Jangan berani kamu menyentuhnya bajingan!?"

Next chapter