5 New circle

Kegiatan perkuliahan sudah mulai berjalan seperti hari-hari biasanya. Namun bagi mereka yang baru menginjakkan kaki di duni kampus untuk pertama kalinya, tentulah harus melewati proses adaptasi sehingga dapat berbaur dengan kehidupan barunya.

Proses adaptasi untuk masing-masing individu-pun berbeda. Ada yang cepat beradaptasi dan langsung membuat sebuah grup kecil, namun ada pula yang masih malu-malu untuk berkenalan dengan teman sebelahnya.

Selain adaptasi di lingkungan kelas, juga perlu adaptasi dengan lingkungan kampus lainnya. Seperti adaptasi terhadap kegiatan mahasiswa yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa baru.

Di kampus tempat Lia belajar, mahasiswa baru diwajibkan mengikuti minimal satu kegiatan. Pemilihan disesuaikan dengan minat mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan skill mahasiswa tersebut.

Lia sendiri menyukai dunia literasi. Ia suka menulis cerita pendek, namun masih belum percaya diri untuk memublikasikan karyanya.

Kali ini, ia ingin mengembangkan bakatnya itu, dan memilih mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Jurnalistik. Ia berharap skill menulisnya mengalami peningkatan dan dapat ia pergunakan di masa mendatang.

"Apa motivasi kamu mendaftar di UKM Jurnalistik?"

"Saya ingin mengembangkan skill menulis saya."

Lia tidak cukup pandai dalam berbicara, sehingga jawaban dari sebuah pertanyaan ia jawab sekadarnya saja.

"Kalau suatu saat kamu dapet tugas buat wawancara dengan narasumber, tapi diwaktu bersamaan kamu juga ada jadwal kuliah. Mana yang akan kamu pilih?"

Lia sedikit bingung saat pertanyaan itu terlontar dari panitia penyeleksi.

"Emm, saya akan tetap kuliah dulu? Atau ijin dengan dosen?" jawabnya ragu.

"Tugas utama mahasiswa itu untuk belajar. Dosen belum tentu memperbolehkan mahasiswanya ke kuar kelas saat jam perkuliahan, apalagi demi kegiatan UKM. Mereka tidak akan memberi toleransi akan hal itu. Waktunya kuliah, ya kuliah."

"Saya akan mencoba bernegosiasi untuk menjadwal ulang pertemuan."

Penyeleksi tersebut tertawa pelan. Perlahan kepalanya menggeleng-geleng tak percaya, "kalau yang kamu wawancarai adalah pejabat, memangnya mereka mau pending jadwal mereka cuma demi kamu?"

Suasana berubah hening. Lia terlihat bingung dan mati kutu. Tentu saja ia tak bisa seenaknya, bukan? Apa Lia tidak usah ikut UKM apapun? Supaya ia bisa fokus pada kuliahnya saja dan cepat selesai.

"Kuliah tetap harus jalan, UKM juga harus beriringan. Dosen taunya mahasiswa harus full presensi, tapi juga harus aktif di kegiatan kemahasiswaan. Kamu tidak bisa seenaknya, apalagi dalam kasus seperti tadi."

"Biasanya, dosen mengajar di beberapa kelas dalam satu angkatan. Mahasiswa bisa mengikuti kelas manapun untuk mengejar materinya, dengan catatan dosen tersebut memberi ijin pada kita."

"Saat kita ada tugas wawancara dengan pejabat, kita tetap harus konsisten dengan itu. Mereka orang sibuk, jadi kesempatan untuk dapat mewawancarai mereka sangatlah sulit. Jika kita berlaku seenaknya, bisa-bisa kita kena blacklist dan tidak bisa wawancara mereka lagi."

"Makanya kitalah yang harus mengalah dan menyusun strategi. Salah satunya dengan mengikuti kelas lain sebelum atau sesudah wawancara, di minggu yang sama. Karena materi dosen tiap minggu itu pasti berbeda."

"Dengan begitu, kuliah kita tetap berjalan, dan berita juga kita peroleh. Nama UKM dan kampus dipertaruhkan di sini, jadi kita harus menjaga nama baik keduanya."

Lia merenungkan ucapan panitia tersebut. Ia ingin sekali bergabung dengan UKM Jurnalistik, namun ia juga ingin fokus dengan kuliahnya.

"Nggak apa-apa, yang penting kamu daftar dulu. Nanti kita belajar sama-sama di sini. Pasti kita bakalan bantu kalau ada yang kesulitan saat bertugas. Jadi jangan ragu buat gabung sama kita."

Lia-pun menyerahkan formulir yang sudah ia isi, kemudian berpamitan. Ia rasa cukup untuk bertahan di sana. Ia butuh udara segar untuk memikirkan semuanya sebelum ia melangkah terlalu jauh.

.

Mata kuliah siang ini sudah berakhir. Lia sudah tidak ada jadwal kuliah lagi, dan ia berencana untuk langsung ke tempatnya bekerja.

Namun sebelumnya, ia ingin makan siang terlebib dahulu di kampus. Rasa lapar sudah ia tahan dari tadi, padahal ia sudah sarapan pagi tadi.

Ia memilih pergi ke koperasi kampus untuk membeli nasi bungkus dan air mineral. Kebetulan di sana juga menyediakan jajanan untuk para mahasiswa, jadi tidak perlu ke kantin kampus.

"Kalian ikut UKM apa?" tanya salah seorang teman barunya.

"Aku ikut paduan suara sama beladiri."

"Wow! Kereeeen!"

"Kamu sendiri ikut apa?"

"Aku ikut seni. Sebenernya pingin ikut beladiri juga, tapi aku takut."

"Takut kenapa?"

"Aku nggak bisa beladiri. Belum pernah ikut sama sekali."

"Nanti diajarin dari awal, kok."

"Aku takut nggak bisa bagi waktu kalau kebanyakan ikut kegiatan. Satu aja udah susah banget nantinya, gimana kalau ikut banyak kegiatan?"

Keadaan hening sejenak. Mereka fokus pada makan siang masing-masing.

"Kalau Lia, ikut apa?"

"Aku ikut jurnalistik," jawab Lia.

"Kereeen!!"

"Ish, kamu apa-apa keren."

Mahasiswi tersebut tersenyum malu saat terlihat antusias akan pilihan teman-temannya. Jelaslah, ia masih mahasiswa baru, jadi segala hal baru yang ia temui pasti mampu memukaunya.

"Eh, aku pulang duluan, ya? Mau ke tempat kerja," pamit Lia pada teman-temannya.

"Lhoh, kamu juga nyambil kerja? Kereeen... Semangat, Lia. Hati-hati di jalan.."

Lia mengacungkan ibu jarinya, "Oke," ucapnya.

Lia melangkahkan kakinya ke luar kampus untuk menunggu ojek online pesanannya. Kali ini ia tidak memakai jasa angkot, karena ingin segera sampai di tempat kerja.

Menunggu angkot terkadang cukup menguras waktu dan kesabaran, belum lagi kalau angkotnya penuh. Sudah menunggu lama, eh malah penuh dan harus menunggu angkot yang selanjutnya.

Walaupun ongkos ojol sedikit lebih tinggi, namun kenyamanan tetap nomor satu, bukan?

"Dengan Mbak Lia Dahlia?" tanya driver ojek online yang berhenti di depannya.

"Oh, iya saya, Pak."

"Ke lokasi yang sesuai denah, Mbak?"

"Iya, Pak."

"Baik, ini helmnya."

Setelah helm terpasang rapi di kepalanya, ojol yang Lia tumpangi mulai berjalan ke arah yang dituju.

Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya Lia tiba di tempatnya bekerja selama ini. Setelah menyerahkan helm dan ongkos jalan, iapun masuk ke dalam tempat laundry.

Barang bawaan ia letakkan di tempat biasa, kemudian berganti baju untuk memulai pekerjaannya hari ini.

"Lia, kamu yang nyetrika bajunya, ya? Aku mau nganter cucian pelanggan dulu," kata Indri yang baru saja muncul dari halaman belakang.

Ia menyerahkan keranjang berisi cucian yang sudah kering, yang langsung Lia bawa ke tempat menyetrika.

"Mau nitip minuman? Ada tempat baru yang ngadain diskon. Beli tiga cuma duapuluh ribu. Padahal harga normal tigapuluh ribu. Hari ini terakhir promonya..."

Lia tampak berpikir sejenak. "Boleh, deh. Satu aja, ya?"

"Mau yang rasa apa?" Indri menyodorkan ponselnya ke arah Lia.

"Yang coklat aja. Aku nggak suka rasa yang aneh-aneh."

"Kalau rasa yang pernah ada buat mantan, suka nggak?" goda Indri dengan tampang jahilnya.

Lia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menanggapi keisengan temannya itu.

"Udah sana cepetan, nanti dimarahin pelanggan baru tau rasa."

"Iya-iyaaa..."

Seperginya Indri, Lia kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia harus tetap semangat bekerja demi sesuap nasi! Semangat, Liaaa!

.

.

.

.

.

To be continue

avataravatar
Next chapter