webnovel

One

"Jika kamu nyaman dengan cara yang seperti ini, maka aku tidak keberatan." Arthagara 🐼

🐤🐤🐤

Syuh ...

Angin semilir di pagi buta dengan campuran aroma tanah, menyeruak memasuki setiap indera penciuman, itu karena baru saja hujan mengguyur tanah Agrabinta. Suasana ini mengingatkan Allandra akan sesosok yang selalu suka dengan aroma tanah selepas hujan, katanya hujan itu membawa berkah dan ketenangan, tetapi sosok itu tidak bisa terkena hujan tanpa jatuh sakit setelahnya.

Allandra mendapatkan keyakinan, bahwa sosok itu pasti tengah menikmatinya juga, seperti dirinya saat ini. Ah bukan, dia hanya tidak sengaja mencium aromanya saja, bukan sengaja benar-benar menikmatinya.  Dia bukanlah sosok yang memiliki ketertarikan terhadap alam atau semacamnya yang menurutnya itu aneh.

Allandra Mirchiya Alleghata, itu nama lengkapnya yang  kerap dipanggil Allara atau Allendra. Namun ada sesosok yang suka sekali memanggilnya Irciyata, namanya Arthagara Martiyaksya. Sosok yang memiliki nama hampir mirip dengan namanya. Rumah mereka tetanggaan, 18 tahun mereka tumbuh secara  bersama dan sering menghabiskan waktu bersama.

"Woy!" Satu tepukan mendarat di pundak Allandra, membuatnya sedikit terjingkat karena kaget. Matanya langsung menatap sosok itu tajam. Dia paling tidak bisa untuk tidak terkejut, jika tiba-tiba ada sosok datang dengan cara yang seperti hantu.

"Say Hai apa kek, selain woy gitu," gerutu Allandra dengan delikan, tangannya secara naluriah mengusap dada untuk menangkan detak jantungnya yang terpacu tidak normal karena habis terkejut.

Sosok yang ternyata itu adalah Arthagara, orang yang baru saja dibahas hanya mengukir senyumnya yang tipis tanpa rasa bersalah sama sekali. Allandra menggeleng pelan, ketika wajahnya merasakan hawa panas saat matanya menatap senyuman pria itu. Tidak! Dia tidak boleh blushing hanya karena sosok Arthagara! Dia segera memalingkan wajahnya ke arah lain, untuk menghindar. Entah kenapa, akhir-akhir ini kedekatannya dengan Arthagara sering membuat reaksi aneh pada dirinya.

"Irci, Lo tahu gak?" Ia melirik Allandra sekilas, yang masih dalam ekspresi jengkelnya, tetapi sangat manis.

"Apaan Pe'a lo aja belum kasih tau gw apa-apa, gimana mau tau coba?" Allandra memukul lengan Arthagara sembari menatap Arthagara dengan sorot kesal. Arthagara menarik sudut bibirnya.

"Jangan ngegas dong." Satu usapan lembut menghampiri puncak kepala Allandra, membuatnya sedikit terpaku dengan perlakuan lembut yang sering pemuda itu berikan padanya. Padahal itu bukanlah untuk yang pertama kalinya, tetapi entah kenapa tindakan pemuda itu mampu membuatnya kalang kabut. "Jangan terlalu capek-capek ya, apalagi gadang gw gak suka Lo sakit mulu," tambahnya sembari menyampirkan jaket warna putih di tubuh mungil Allandra. Dia memang tidak pernah mengatakan hal-hal yang manis seperti mengucapkan kata-kata mutiara ataupun gombalan manis, tetapi dia sering melakukan hal manis dengan cara tindakan. Anggap saja itu adalah bentuk peduli orang yang sudah hadir dari saat kecil hingga saat ini. Tidak bisakah lebih dari itu?  Kadang kala kalimat itu terngiang begitu saja dibenaknya, yang hanya bertanya pada dirinya sendiri. Dia terlalu pengecut untuk meminta kepastian yang lebih.

"Iya iya, terus tadi Lo mau bilang apa?" Allandra memilih menikmati semua perhatian pria itu tanpa banyak bertanya apa alasannya. Dia terlalu takut, untuk mengakhiri semuanya jika dia mempertanyakan tentang kenapa pria itu sangat senang memberikan perhatian padanya.

"Gw abis beli Panda, beuh pantatnya itu loh bahenol banget, parasnya aja bening cewek-cewek yang glowing aja kalah abis sama panda gw, cantik banget pokoknya!" heboh Arthagara. Ya, Arthagara bukanlah sosok jaim yang sangat dingin ataupun hemat dalam berkata, dia normal bahkan bisa berubah menjadi sosok emak-emak sekalipun, tetapi ada kalanya dia juga cuek dan kaku.

'Buset dah! Ini orang gila apa gimana?  Seekor panda yang note benenya hewan disamakan dengan manusia,' batin Allandra sembari menatap sosok itu ngeri. Bukan bagaimana atau seperti apa, dia hanya merasa gagal cantik saja sebagai seorang perempuan yang katanya mutlak cantik, sekarang harus kalah begitu saja dengan seekor panda. 'Nasib, nasib. kurang skincare apa coba?' keluh Allandra dalam hati.

Temannya ini memang benar-benar aneh, terobsesi pada sesuatu hal yang tidak cocok dengan tampangnya. Padahal kata orang-orang luar, bilangnya sosok ini cool lah, kerenlah apalah nyatanya aneh banget. Ibaratnya mereka kagum pada sesuatu hal yang belum tahu seperti isinya dengan jelas.

"Ya elah Tha, dikira apaan," sanggah Allandra kemudian dengan santai, kakinya melangkah menuju kantin dan Arthagara ikut serta sembari mengoceh di sampingnya. Ya mau gimana lagi, di situ ada Allandra pasti ada Arthagara bersamanya, begitupun sebaliknya.

"Lo mau ikut sarapan bubur gak?" tanya Allandra ketika kakinya benar-benar sampai di area kantin sekolah. Yups! Ini adalah masa-masa SMA yang bernuansa kisah kasih yang luar biasa.

"Enggak, gw udah sarapan pesenin mie ayam aja," katanya sembari berbelok menempati bangku kantin. Dia sengaja milih bangku, supaya tidak kesusahan mencari tempat.

"Oh, ok." Allandra mengangguk lalu pergi memesan bubur dan mie ayam.

"Bang, Mie ayam sama bubur ya, oh ya minumnya teh anget  2," pesan Allandra pada Abang kantinnya.

"Iya Neng, tunggu sebentar."

Sambil menunggu pesanan, dia memilih diam memperhatikan Arthagara yang tengah duduk menunggu sambil membaca buku. Kadang dia merasa heran dengan pemuda itu, yang tidak pernah lepas dengan yang namanya buku dan buku. Tidak heran membuatnya menjadi kebanggaan sekolah, berbeda dengan dirinya yang hampir tidak pernah menyentuh buku bacaan yang berat-berat, kecuali novel, komik dan semacamnya, baru dia gemar. Kadang-kadang Arthagara mengomelinya karena hal itu, tetapi dia tidak pernah terlalu memusingkannya.

Sungguh dirinya itu terlalu menyia-nyiakan waktu, untuk membaca buku yang bisa dibilang tidak terlalu berguna, tetapi tetap memberikan hikmah juga. Hanya saja, Allandra tidak menyadarinya. Banyak hal yang bisa dipetik dari banyak buku novel atau komik yang telah dia baca.

"Ini Neng," ujar Abang kantin membuyarkan Allandra yang tengah memandang sosok Arthagara, dia berbalik dan menerima nampan dari tangan Abang Kantin yang berisi 2 gelas teh hangat, 1 mangkuk mie ayam dan 1 mangkuk bubur ayam.

"Makasih Bang," kata Allandra ramah, sebelum beranjak menuju meja Arthagara. Dia berjalan sambil membawa pesanannya itu dengan hati-hati, tetapi pada akhirnya tetap mendapatkan omelan dari sosok Arthagara.

"Kenapa Lo gak panggil gw, kalo pesanannya udah jadi?" omel Arthagara dengan sigap segera merebut nampan yang berada di tangan Allandra. Ia terlalu khawatir makanan yang masih mengepul itu tiba-tiba tumpah, terlebih Ia tahu betul seperti apa gadis itu cerobohnya. 'Kan sayang, makanannya kalo tumpah,' gumamnya dalam hati.

"Lo terlalu bucin sama buku, sayang kalo diganggu," balas Allandra dengan decakan, dia mendudukkan diri di samping Arthagara.

"Ya elah, kapan sih Lo berhenti cemburu sama buku. Cemburu sama yang lebih logis, napa?" Ia menatap Allandra yang sudah memakan buburnya, tanpa perduli dengan Arthagara masih mengomelinya. 'Lama-lama kalau di liatin makin manis aja ya?' batin Arthagara.

Allandra sengaja tidak memperdulikannya itu adalah mekanisme cara menutupi rasa gugupnya, dia memang selalu cemburu dengan hal-hal yang tidak logis, karena pemuda itu selalu betah dengan hal-hal yang tidak logis, yang berakhir dirinya dikacangin. Sementara untuk perempuan ... Dia tidak terlalu khawatir, setidaknya sejauh ini Arthagara tidak pernah merespon mereka.

"Lo kalo sekolah itu bawa iket rambut kek atau tali apa gitu, buat ngiket rambut. Biar kalo pas makan gak gangguin Lo," celetuk Arthagara menghentikan Allandra yang tengah berusaha fokus makan bubur. Dia mendongakkan wajahnya menatap Arthagara yang tengah menatapnya dengan raut risih, dengan rambut panjang Allandra yang selalu bergerak seiring gadis itu menyuapkan bubur ke dalam mulutnya. Padahal yang rasain 'kan Allandra, kenapa dia yang sewot ya?

"Lupa, Tha," singkat Allandra lalu kembali melanjutkan makannya setelah menyelipkan anak rambut ke daun telinganya. Filosofi mengatakan, jika seorang perempuan menyelipkan rambut ke daun telinganya di hadapan cowok, itu tandanya dia tertarik dengan pria itu.

"Alah ngeles Lo!" Arthagara segera menarik rambut panjang Allandra yang terasa sangat lembut itu, mengumpulkannya dalam satu genggaman dan dengan kasar tangannya melepaskan dasinya. Dia menggunakan dasinya untuk mengikat rambut Allandra.

"Wah manis banget!"

"Iya, romantis banget, aku juga pengen!"

Siswi yang kebetulan tengah di kantin, histeris melihat perhatian Arthagara yang sangat manis.

Gadis itu yang mendapatkan perlakuan manis, yang ditunjukkan pemuda itu merasakan jantungnya berdetak tidak normal. Dia memilih diam dan pura-pura tidak perduli dengan apa yang pemuda itu lakukan untuknya.

"Nah kan gitu enak di pandangnya, cakep!" ujarnya bangga dengan hasil kerjanya. Padahal dia hanya mengikat rambut Allandra seperti tengah mengikat sambungan paralon bertemu paralon. Bisa dibayangkan itu seperti apa, tetapi itu tetaplah bagus di matanya walaupun Allandra merasakan Kepalanya pening karena ikatan yang terlalu kuat pada rambutnya. Bagaimana tidak? Pemuda itu mengikat rambut Allandra seperti mengikat sambungan paralon dengan paralon menggunakan karet, kuat banget.

"Tapi cakepan panda gw sih," tambahnya seketika menghancurkan angan-angan Allandra yang sudah melambung ke atas mega. 'Sialan!' umpat Allandra dalam hatinya, yang kepalang melambung lalu terjatuh.

"Sayang banget mienya gak di makan," ujar Allandra sembari melahap daging ayam dari mangkuk Arthagara yang masih menatap berbangga pada hasil karyanya. "Um yami." Dia dengan santainya mengeruk semua daging ayam dari mangkuk Arthagara memindahkannya ke dalam mangkuknya.

"Noh makan tuh." Allandra kembali mendorong mangkuk mie ayam ke hadapan Arthagara, dengan daging ayamnya sudah pindah ke mangkuknya.

Pemuda itu hanya menatap mangkuknya bergantian dengan mangkuk bubur Allandra yang sudah terkumpul daging ayamnya di sana, dia hanya menghela nafas lalu memakannya. Dia terlalu sayang dengan gadis itu, sehingga tidak banyak protes. Baginya yang terpenting, gadisnya itu bahagia dia pun ikut bahagia. Karena kenyamanan, keamanan dan kebahagiaan gadis itu adalah yang utama.

Bersambung ...

Jangan love Vote ya?