1 CHAPTER 1

"Sekali aku menyayangimu, kamu akan selalu mendapatkan tempat di hatiku, meskipun kita telah berpisah."

_Nathaniel Gio Alfaro

***

"Lihat teman-teman. Lihatlah Ketua BEM, dia sangat tampan," ucap seorang mahasiswi berdiri di depan papan pengumuman.

Menatap brosur seorang cowok dengan bertuliskan dibawahnya 'Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)'

Keempat mahasiswi itu sedang menatap beberapa brosur yang dipajang di papan pengumuman. Yang beranggotakan empat orang yang masuk ke dalam organisasi kampus. Keempat mahasiswi ini lebih tertarik kepada ketua BEM atau mereka sering sebut presiden mahasiswa.

"Bener, dia adalah presiden organisasi mahasiswa. Ganteng banget ...."

"Tapi, dia tidak tertarik pada wanita," sanggah salah satu temannya.

"Kamu gila? Bagaimana kamu tahu?"

"Aku mendengar para senior bicara tentang hal itu. Ketua BEM sudah mempunyai pacar," jawabnya.

"Sejak kapan? Kita sering lihat Presma selalu berjalan sendiri dan enggak pernah menyapa gadis lain,"

"Makanya itu, dia tidak tertarik pada wanita lain,"

"Lihatlah wakil presiden, dia sangat berbakat. Tidak beda jauh sama Presma," potong mahasiswi lainnya.

"Dia seorang gamers, selalu menang saat bertanding. Bikin tambah cinta aja sama mereka berempat," tutur salah satu dari mereka beralih menatap keempat brosur yang di tempel di papan pengumuman.

"Kyaaa! Ketua BEM datang!" teriak seorang siswa dari jauh, membuat keempat gadis ini berpindah tempat dan mengejar kerumunan orang-orang tersebut.

"Ayo kita ke sana,"

Terlihat Gio dan Gavino sedang berjalan memasuki beranda kampus. Seragam Almameter mereka melekat di tubuh, dengan pelan mereka terus memasuki kampus yang sudah ramai oleh mahasiswa yang lain. Seperti biasa, Gio akan berpenampilan begitu memikat mata para mahasiswi yang menyukai dirinya. Tas selempang kecil terikat di dadanya, dengan berjalan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

Saat keduanya hendak berbelok, dari arah depan terlihat mahasiswi yang siap menyerbu mereka. Mahasiswi itu berlari dan berteriak nama Gio berkali-kali. Hingga memekikkan telinga. Tetapi, walaupun suara mereka begitu melengking Gio sama sekali tidak dapat mendengar hal itu. Hanya melihat gerak mulut mahasiswi yang setiap hari meneriakkan namanya.

Walau sekarang kehidupan Gio berubah sangat cepat setelah sebuah tragedi membuat dia tak bisa bernapas atau bahkan berpikir untuk hidup. Tetapi, sebuah keajaiban terjadi sekarang. Gio menjadi popularitas lagi di sebuah kampus yang terkenal di Indonesia. Setelah selama tiga tahun berada di Thailand.

Sudah tiga tahun terlewati kini Gio bisa bersama Gavino lagi. Di sebuah universitas yang memiliki julukan kampus Ganesha. Lain halnya Rava, dia memilih ikut bersama kedua orang tuanya ke Amerika. Mengejar studi di sana.

"Gio! Kamu kenapa ganteng banget sih?" teriak mahasiswa yang berdiri di depan Gio. Gio memandang mereka semua dengan tampang datar, tak tersenyum sedikitpun.

"Kak Gio! Aku boleh foto bareng Kakak enggak?"

Mulai dari junior hingga senior, banyak yang menyukai Gio. Gavino yang berdiri di samping Gio ikut menjauh supaya dirinya tak ikut berdesakan bersama fans musiman itu.

"Kak, ayo dong. Foto bareng kita juga enggak apa-apa," ujar mahasiswi yang berdiri di samping Gio. Mereka semua telah berkerumun dan memegang tangan Gio erat, membuat Gio sama sekali tak bisa menerobos kerumunan mereka.

Gio sekarang menjadi idola para mahasiswi, tak henti-henti setiap hari mereka selalu memberikan hadiah diam-diam kepada Gio. Seperti menaruh makanan di kursi Gio, memberi dia bunga, bahkan hal-hal unik lainnya. Lain halnya dengan Gio, dia tidak mengambil hadiah itu dan malah memberikannya kepada keempat anggota organisasinya.

"Kak Presma! Kyaaa!" suara teriakan yang melengking itu membuat mahasiswi yang berkerumun beralih menatap seorang gadis yang terlihat sibuk membawa sebuah bingkai besar. Dia berlari dan menerobos kerumunan, berdiri di depan Gio.

Dialah, Alda. Mahasiswi pindahan yang sudah terpikat kepada Gio sejak dia melihat cowok ini pertama kali. Suara teriakannya selalu membuat mahasiswa yang lain menjadi tak suka akan dirinya. Sampai minggu ini juga, dia terus mengikuti Gio kemana pun pergi.

Alda merupakan Cucu Rektor universitas ITB. Makanya, Alda bisa langsung lolos masuk ke sini setelah pindah dari kampus lamanya. Bahkan, gadis ini suka rela selalu memberikan perhatian lebih kepada Gio. Membuat Gio merasa risih akan sikap Alda.

"Kak Presma! Alda bawain hadiah nih, buat Kak Presma," ucap Alda sambil menjulur bingkai besar itu ke hadapan Gio. Gio mengernyitkan dahi dan mengambil bingkai itu. Sebuah bingkai besar dengan foto dirinya yang begitu keren, membuat Alda tersenyum indah saat Gio mengambilnya.

Gio beralih menatap Alda dengan datar dan menjulurkannya kembali kehadapan Alda, membuat gadis ini mengernyitkan dahi dan terlihat murung. Gio pun berjalan dan menerobos barisan mahasiswi tersebut.

"Kak Presma! Tunggu. Kak Presma enggak suka ya sama hadiah yang Alda kasih?" teriak Alda yang masih mengejar Gio di belakang. Tetapi, Gio sama sekali enggak bisa mendengar apa yang Alda katakan. Cuma Alda yang memanggil sebutan kepada Gio seperti itu. Presma.

Kini mahasiswi yang lain telah bubar dan meninggalkan Alda yang masih mengejar Gio. Gadis ini sama sekali tak pantang menyerah, dia selalu membuat keadaan menjadi ceria. Gadis yang aktif dan selalu berwajah ceria, yang memiliki kebiasaan buruk. Yaitu selalu berteriak memanggil nama orang dengan suara yang melengking. Membuat orang yang mendengar menjadi ngilu seketika. Gavino yang sudah berjalan bersama Gio tertawa kecil melihat tingkah gadis itu.

Saat keduanya telah tiba di lantai 3 di ruang diskusi, mereka langsung masuk dan mendapati ketiga temannya sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing.

"Sumpah, Gio. Itu cewek kelakuan bikin lucu, udah suara cempreng dan selalu ngasih lo hadiah yang aneh. Apalagi tadi, bingkainya besar banget," ujar Gavino berdiri di depan Gio yang juga menatapnya. Tatapan Gio saat Gavino berbicara mengarah ke arah mulutnya, memahami apa yang Gavino katakan.

"Cucu Rektor, enggak tau aja lo," jawab Gio dan mendekat ke arah ketiga temannya.

"Eros, gimana data yang gue suruh kemarin. Udah lo lengkapi? Sebentar lagi penerimaan mahasiswa baru nih," tanya Gavino mendekat ke arah seorang cowok yang asik membaca bermain game di ponselnya. Name tag di almameternya terpampang jelas. Eros Bratadikara Nayaka. Eros merupakan anggota dalam organisasi yang ada di universitas ini, dia menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ).

"Tenang aja, semua beres kok,"

"Oke, kalau gitu gue cabut duluan,"

"Lah, baru aja kita sampe ke sini malah balik aja lo," tegur Gavino berdiri di depan Gio seperti biasa saat mereka akan berbicara.

"Mau ngapain lagi, ini juga waktunya lagi liburkan. Sebagian panitia sibuk ngurusin pendaftaran mahasiswa baru. Jadi, gue pulang mau istirahat," Gio pun hendak berjalan meninggalkan keempat temannya. Tetapi, Gavino menarik lengannya. Membuat keduanya saling pandang.

"Di sini aja dulu, jangan sendirian mulu," ujar Gavino, tanpa memikirkan apapun Gio langsung duduk di hadapan Gavino.

"Gio, gimana sama Auberta?" tanya Gavino mengeluarkan ponselnya dan menjulurkannya ke hadapan Gio. Membuat cowok ini beralih menatap seorang gadis bersama dirinya berfoto di rooftop. Gio menggelengkan kepalanya.

"Udah lama sejak kejadian lo menghilang secara tiba-tiba, Auberta enggak pernah lagi aktif di sosial medianya. Terakhir, saat lo berdua foto di rooftop," tutur Gavino. Dari arah belakang Eros mendekat ke arah mereka.

"Lah, itu kan gadis yang gue lihat tadi," ucap Eros. Membuat Gio menatap cepat ke arahnya.

"Maksud lo?" tanya Gio.

"Iya, sewaktu gue ke kampus gue lihat gadis ini,"

"Dimana?"

"Di taman dekat kampus,"

Tanpa berpikir panjang, Gio langsung lari setelah mendengar jawaban dari Eros. Gio dengan napas memburu tidak bisa menahan adrenalinnya. Dia langsung berlari cepat di koridor, membuat mahasiswa saling pandang.

***

Gio berjalan sangat cepat saat melihat seorang gadis yang begitu dia kenal. Gio berlari dan terus mengejar gadis itu yang sepertinya mengetahui diikuti oleh seseorang. Gio bersembunyi, supaya gadis itu tidak curiga. Saat langkah dia pelan, Gio mendekat dan berjalan di belakang gadis tersebut.

Gio menarik lengan gadis tersebut, membuat gadis itu menoleh. Kini, kedua mata itu bertubrukan dengan menganga akibat tak saling bertemu sudah sekian lama. Gadis itu menatap Gio terbelalak, dengan tetap bersikap tenang dan diam.

Gio berjalan pelan mendekat ke arah gadis tersebut, saat Gio sudah berada sedekat mungkin dengan gadis ini Gio melihat wajahnya begitu dekat. Gadis ini terus menunduk kerena takut ketahuan.

"Lo kemana aja?" tanya Gio dengan tatapan teduh. Gadis ini mendongakkan kepalanya menatap Gio acuh.

"Maksud kamu apa? Kita saling kenal?" tanyanya balik dengan sedikit mundur dan menatap Gio seperti orang yang tak saling kenal.

"Ini gue, Gio. Lo lupa sama gue?"

"Kamu salah orang, deh,"

"Lo Auberta 'kan?" tanya Gio menyakinkan diri. Gadis yang berdiri di depan Gio begitu mirip dengan Auberta.

"Nama aku Alina. Siapa Auberta?" jawab gadis tersebut dengan menggenggam erat tote bag yang dia pegang.

"Cih! Lo lagi ngerjain gue ya? Sini," terka Gio mengacak-acak kepala Alina, membuat hijab gadis ini berantakan. Gio menggenggam erat kedua lengan Alina, dan Gio menatap lekat-lekat manik mata gadis ini. "Gue tau nih, lo mau ngeprank gue kan. Dimana kamera, pasti lo lagi bikin konten nih," sambung Gio tertawa kecil menatap ke segala arah.

"Apaan sih, kamu. Konten apaan coba, aku Alina. Kamu salah orang," cela Alina kesal menghempas genggaman Gio. Saat Alina hendak pergi, Gio menarik tangannya lagi.

"Auberta yang gue kenal akan selalu berkata sopan, walaupun lo berusaha jadi orang lain lo enggak bisa bohongin gue yang udah lama kenal sama lo,"

"Mungkin wajah aku mirip doang sama orang yang kamu sebutin tadi. Tapi, aku sama sekali enggak kenal sama kamu," jelas Alina menatap manik mata Gio begitu teduh. "Lepasin, Alina," jerit gadis itu lagi meronta-ronta.

"Lepasin, Auberta Kak!"

"Lo Auberta!" teriak Gio mencengkram erat lengan Alina.

"Aku Alina, kenapa sih. Kamu salah orang, jangan ngaku-ngaku deh kenal sama aku. Apa kamu mau meras aku? Aku teriak, nih,"

Sebuah gambaran lama muncul diingatannya. Gio menatap Alina yang begitu mirip dengan gadis yang hilang tanpa kabar sampai sekarang. Gio pun tersadar dan langsung melepas pegangannya.

"Seberapapun lo mau jadi orang lain, lo akan tetap Auberta yang gue kenal. Gue enggak tau alasan lo pura-pura enggak kenal sama gue. Gue tau, Auberta. Itu lo, kenapa lo berubah begitu cepat," terka Gio berdiri menyamping menatap Alina yang terdiam di sana. Tanpa sadar, gadis itu telah meneteskan air matanya. Pegangan erat di tote bag membuat gadis ini menahan isaknya.

"Maaf tadi gue kira lo gadis yang udah lama gue cari. Ternyata bukan, ya. Gue cuma ... gue enggak bisa lupain dia sampai sekarang. Lo tau, kalian begitu mirip. Kalau Auberta di sini dan ketemu sama lo, mungkin gue nggak bisa kenal jelas sama gadis yang gue suka. Maaf soal yang tadi. Gue lagi nunggu jawaban tentang perasaan gue dulu," ungkap Gio menatap lurus ke arah depan. Membuat Alina yang berdiri diam ikut meneteskan air matanya, karena enggak tahan gadis ini langsung pergi dengan cepat.

"Kak Gio masih hidup, Kak Gio hidup. Maafin Auberta, Kak," lirih Auberta bersembunyi di balik pohon setelah lari dari hadapan Gio. "Auberta ngelakuin ini supaya Kakak bisa lupain semua kenangan yang pernah ada saat bersama Auberta. Sekarang, Auberta lihat kebahagian sedang menghampiri Kakak. Jika Auberta kembali, dan mengacaukan kebahagiaan itu mungkin Kak Gio akan menderita lagi. Atau mungkin kita akan menderita lagi,"

SUKSES!

avataravatar
Next chapter