9 9. Seperti Menutupi Bangkai

Melihat Reza yang entah dari kapan telah ada di tempatnya. Dia menunggu di teras sambil menikmati minuman soda dalam kaleng. Juno juga melihat sisa-sisa potongan buah dalam kemasan kotak kesukaannya tergeletak diatas meja. Seolah menunjukkan muka tegang Reza mendongak ketika melihat Juno datang.

Seolah tak menganggapnya ada, Juno yang sama sekali tak tertarik untuk sekadar basa-basi atau menyapanya.

"Ekheem," Sekedar memberi isyarat jika dirinya masih mahluk yang kasat mata, reza berdehem, namun Juno hanya menatap dengan raut tak peduli sambil melewatinya. Membuka pintu sambil melepas sepatu dengan cara menginjak bagian belakangnya.

Reza mengambil sepotong buah dengan tusuk gigi lalu memakannya dengan sangat pelan. Sambil memakan buah dalam kotak hingga potongan terakhir, Reza kembali memastikan Juno dari tempat duduknya.

"Masuk aja, disitu banyak nyamuk!" Juno mempersilakan.

Langsung beranjak, Reza melangkah dengan ragu-ragu.

"Emm, gue mampir doang. Terima kasih!" Mengurungkan niatnya, Reza balik lalu berjalan menuju halaman.

"Tunggu!" Juno memanggil. "Gue tahu lo ada perlu sama gue," tahannya.

Reza berhenti namun hanya berdiri tanpa balik badan. Terlalu berat untuk dirinya mengakui kesalahan, tetapi jika tak ada yang mau mengalah tidak akan ada diantara mereka yang mau meminta maaf.

Reza melunak.

"Gue minta maaf", pelan dan datar, Reza meminta maaf tanpa menoleh kebelakang. "Sory kalau kata-kata gue kemarin terlalu menyinggung."Masih tanpa menunjukkan mukanya.

Juno menghela nafas, satu tangannya bertengger dipinggang.

"Lo yakin ngga mau masuk atau ngobrol dulu?" Menawarkan pada Reza untuk membatalkan niatnya kembali pergi. Tak seharusnya dia tetap bersikap keras dan kekanakan seperti itu. "Ngambek mulu, kayak anak perawan lo!" Lanjut Juno membuat Reza tersenyum kemudian balik badan dan menawarkan jabat tangan khas mereka.

Reza duduk kembali di tempat semula, sementar Juno masuk dan keluar dengan membawa botol kaca berisi air dingin dan dua gelas kosong. Menuang dan memberikan salah satunya pada reza lalu meminum miliknya sendiri. Juno melihat memar pada pelipis Reza serta satu matanya yang lebam, kemerahan.

"Kenapa muka lo?" Tanya juno.

Reza menyentuh luka dengan tangannya sendiri.

"Oh..", berpikir alasan bohong agar dirinya tak harus menjelaskan kejadian yang sebenarnya. "Alergi debu", jawabnya.

Tentu saja itu alasan yang sangat bodoh. Alergi debu tidak akan menimbulkan luka pada kelopak matanya.

Hanya menertawai kebodohnnya.

"Lo pikir gue bego?" Juno.

"Ya, lo bego!" Reza.

Saling menyerang dengan kalimat masing-masing.

"Tapi sebego-begonya gue masih bisa bedain mana alergi sama bekas pukulan!"

Tak lagi berkelit dan memang benar. Tak seharusnya Reza terus berbohong untuk sesuatu yang tak penting dengan menutupi kejadian tempo hari.

Sambil menunggu itikad Reza untuk berkata jujur, Juno mengeluarkan Netbook dan membakar sebatang kretek sebagai pelengkap waktu bersantainya.

Terlebih dulu menghela nafas panjang, Reza menatap Juno dalam-dalam.

"Gue ribut sama Albert!" Reza.

Juno mengernyitkan dahi sebagai reaksi atas ketidakpercayaannya. Selama ini mereka tampak akur dan tak pernah ada masalah.

"Lo serius, gimana ceritanya?" Juno.

Reza mengambil kretek dari tangan Juno lalu menghisapnya. Menghembuskan nafas lalu kembali memberikannya pada Juno. Bahkan melihat temannya kembali merokok Juno lebih terkejut dibanding melihat luka bekas pukulan diwajahnya.

"Lo ngerokok lagi?" Tanya Juno.

"Sometimes," Jawab Reza.

Juno yang masih menunggu penjelasan mengenai alasan dia ribut denan Albert.

"Gue ngga tahu kalau dia bermasalah dengan orang tuanya." Reza mulai bercerita tanpa terlebih dahulu menjelaskan akar permasalahannya.

"Maksud lo?"

Meski berusaha mencerna penjelasannya, Juno masih tetap tak paham.

"Jadi begini..," Reza mulai bercerita. Kali ini lebih runut, dari awal peristiwa hingga akhir perkelahian mereka. Dari hanya sebuah obrolan santai mengenai wanita asing hingga menjadi sebuah kesepakatan untuk Albert kembali menggantikan posisi Reza untuk melayani salah satu client-nya. Awalnya tidak ada masalah atau keanehan hingga sebuah kejadian diluar perkiraan mengingatkan Albert akan masa lalu suramnya.

Tak terasa, hingga menghabiskan lebih dari satu batang kretek saat Reza bercerita dengan santai, dan dari ceritanya Juno dapat mengambil kesimpulan atau mewajarkan jika Albert murka padanya. Meski sama sekali tak bermaksud mengerjai atau mengingatkan kejadian buruk masa lalunya. Kali ini Reza memberi Albert salah satu client dengan riwayat kehidupan sex yang berbeda dari pada umumnya. Perilaku menyimpang yang dalam kegiatannya melibatkan pihak kedua dalam ritualnya. Sementara Reza tak tahu jika orang tua Albert memiliki riwayat kehidupan sex menyimpang seperti clientnya.

Juno menjadi lebih serius dalam mendengarkannya hingga berhenti bermain dengan netbook-nya. Merasa semua penjelasannya telah selesai. Tak ada lagi yang dia tutupi darinya.

Reza menatap Juno serius. "Bukannya lo tadi nawarin kopi?"

Membuat Juno yang tadinya begitu serius mendengarkan cerita, menarik napas panjang karena masih saja Reza ingat dengan tawarannya.

Menegakan posisi duduknya. "Ada didalam!" Ucap Juno memberitahu. "Bikin sendiri aja," perintahnya mempersilahkan.

Reza beranjak masuk dan kembali dengan membawa dua cangkir kopi panas. Satu untuknya, satu lagi untuk Juno yang masih menunggu kelanjutan ceritanya.

Reza menyeruput kopi panas yang baginya terasa sangat nikmat. Sementara Juno masih penasaran dengan kelanjutan cerita mengenai Albert dan penyimpangan orang tuanya, Juno kembali memastikan tentang kebenaran yang dulu pernah dialaminya.

"Lo serius, Bro?" Tanya Juno.

Reza yang merasa pembahasannya sudah selesai dan tak ada yang perlu dibicarakan lagi karena seharusnya masalah intern keluarga Albert sama sekali Bukan urusan mereka dan baginya perkelahian tempo hari hanyalah kejadian biasa yang bisa menimpa siapa saja. Sama sekali bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan apalagi dibesar-besarkan.

"Lo serius, mereka begitu?" Juno kembali memastikan.

Kesal dengan rasa penasaran temannya yang dirasa terlalu berlebihan.

"Lo pikir gue bercanda dengan nama baik orang tua orang!" Jawab Reza.

Sebenarnya Reza agak malas membahas lebih panjang mengenai kaejadian itu.

"Terus Mas Albert gimana?" Tanya Juno.

Memperlihatkan reaksi rasa tak percayanya. Bagaimana mungkin Juno menanyakan sesuatu yang sudah pasti anak kecil saja tahu mengenai perkiraan bagaimana reaksinya. Terlebih beberapa waktu lalu baru saja dia berkata jika dirinya bisa membedakan mana bekas alergi, sama mana bekas pukulan.

Menekan keras-keras puntung rokok yang hampir habis terbakar pada kaleng asbak.

"Mas Albert gimana?" Kembali mengulang pertanyaannya.

"Nothing happen!"

"Serius?"

Semakin kesal dengan Juno yang terus mendesaknya.

"Lo pikir dia Malaikat, bisa sesabar itu?" Jawab Reza kesal.

Sudah pasti luka lebam di wajahnya adalah jawabannya.

Dilanjutkan dengan informasi mengenai dirinya yang sudah kembali

berdamai dengannya.

"Tapi gue udah baikan sama dia,"

Memang Reza yang meminta maaf terlebih dahulu, dan karena dirinya benar-benar tak tahu mengenai masa lalu keluarganya. Namun semenjak kejadian itu, mereka belum bertemu lagi, atau sekadar saling berkomunikasi.

Juno kembali menyibukan diri dengan Netbook-nya yang Reza tak tahu apa yang sedang Juno kerjakan sebenarnya. Yang pasti, dia tidak sedang bermain game. Sama sekali Juno tak menyukai game, bahkan hampir tak ada jenis game yang dapat dimainkan olehnya selain ular tangga pada ponsel jadulnya.

Masih sambil mengamati Juno yang menjadi bersikap lain setelah mendengar ceritanya.

"Kayaknya lo penasaran banget sama cerita gue," Reza menatap curiga.

"Ya pasti lah. Gue kenal lo berdua," seolah itu wajar, agar Juno tak ragu dalam berterus terang.

Reza menatap dengan mata menyelidik.

"Jangan-jangan, lo sebenernya udah tahu soal mereka ya?"

"Enggak. Gue cuma kaget aja."

Mengangguk, pura-pura percaya dengan ucapannya. Menyeruput kembali kopinya yang tak lagi panas, sedangkan Juno sama sekali belum mengicip kopi buatannya. Seharusnya dia menghargai kerja kerasnya yang hampir tak pernah dia lakukan pada orang lain yaitu membuatkannya kopi, meski dengan terpaksa demi bisa berdamai dengannya.

Berpikir ulang, seharusnya mereka bisa

memanfaatkan waktu dan kondisi sedang sangat baik untuk membicarakan peristiwa lalu dengan kepala yang lebih dingin, bukan dengan emosi lagi.

Seharusnya Juno dapat menggunakan kesempatan ini untuk menasihati Reza, yang dirasa lebih tersesat dari padanya. Namun dia malah lebih banyak diam, tak lebih dari sekadar menyibukkan diri dengan sesuatu yang menurutnya tak terlalu penting.

Reza yang sangat yakin jika ada sesuatu penting yang Juno sembunyikan darinya. Tetapi dirinya tak ingin memaksa dan lebih memilih menunggu sampai dia bersedia untuk berterus terang mengenai rahasianya. Reza tahu bagaimana Juno yang tak akan bercerita mengenai urusan pribadinya jika seseorang menginginkannya. Namun dilain sisi yang bertolak belakang, dia akan sendirinya bercerita jika dia menganggap perlu bercerita pada seseorang yang dia anggap dapat dipercaya.

Juno yang tampak semakin gelisah antara membuka, atau tetap menyimpan rahasianya. Walau pepatah mengatakan Serapat apapun bangkai ditutupi, baunya akan tercium juga.

Bila sudah waktunya, meski tidak diinginkan, keburukannya pasti akan diketahui juga. Entah melalui Reza atau orang lain sebelum sampai ke telinga Albert sendiri. Sudah pasti

itu akan lebih mengejutkan, dan pasti Albert akan lebih tidak terima dengan kelakuannya.

Seorang yang hanya sekadar terapis panggilan pribadinya, menjadi seorang teman yang dia percayai. Ternyata melakukan tindakan yang bukan hanya membuatnya kecewa tetapi seperti telah mempermalukannya. Walau bukan sepenuhnya itu adalah kesalahannya.

Berhenti mengetik dan menatap Reza yang kini sibuk sendiri dengan smartphone-nya.

"Gue memang tahu orang tua Albert begitu!" Tiba-tiba Juno berkata dengan cepat namun cukup jelas, membuat Reza yang sebenarnya sudah tak lagi memikirkannya menjadi kembali tertarik untuk membahasnya.

Balik menatap dan bertanya tentang maksud dari perkataannya.

"Maksud lo?" Reza penasaran dengan pandangan menyelidik pada Juno yang meredam rasa gugupnya dengan menggigit bibir atasnya, sedangkan kedua tangannya masih berada diatas keyboar, tanpa satu pun jari yang bergerak untuk menekan huruf-huruf pada keyboard.

"Gue kenal orang tua Albert. Mereka client gue dan..," ...

Berhenti sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. Reza yang menunjukkan muka simpatik untuk membuat Juno tak ragu melanjutkan ceritanya.

"Dan apa?" Menatap dengan mata menyelidik.

"Gue pernah tidur dengan mereka!" Jawab Juno.

Seperti fantasi menjadi nyata. Memposisikan Ny. Cindy sebagai obyek utama oleh Juno dan Robert Tiebout, sebagai dua pihak dominan. Sensasi kenikmatan luar biasa yang baru sekali Juno rasakan. Tindakan teraneh yang pernah Juno alami. Robert Tiebout selalu bergairah menyaksikan Istrinya berhubungan seks dengan pria lain yang saat itu adalah Juno sebagai subyek tambahan. Awalnya Ny. Cindy tidak mau hingga akhirnya bersedia dan menjadi ketagihan.

"O God. Ini tidak mungkin!" Reaksi tidak percaya Reza mendengarnya.

Apa benar Juno baru saja memberitahu sebuah kejujuran yang sangat spektakuler. Jika benar, Reza mengakui jika dia berhasil membuatnya terkejut. Tetapi sepertinya itu tidak mungkin atau dia hanya sekadar bercanda untuk melihat reaksi keterkejutannya. Sebuah rahasia yang memang sempat tebersit dalam otak liarnya, namun itu hanya sekadar untuk lelucon dirinya saja. Seperti waktu berhenti sejenak untuk tidak membuatnya mati karena terkejut.

Belum sepenuhnya yakin jika yang dikatakan adalah benar, dan berharap

itu tidak benar. Tetapi dilain sisi, Reza berharap yang dikatakannya benar karena ini berarti satu kemajuan. Salah satu peristiwa alam luar biasa yang menyangkut salah satu temannya.

"Lo pasti becanda kan?" Dengan menunjukkan raut serius.

Sepetinya tidak mungkin Juno seberani dan seliar itu. Reza yang awalnya sangat terkejut, perlahan berubah menjadi kekaguman pada lonjakan status dari cowok lugu, polos, apa adanya dan lurus-lurus saja. Sebenarnya itu masih belum cukup menggambarkan bagaimana culunnya Juno. Menjadi liar dan berani melakukan kegiatan yang tidak semua laki-laki normal berani melakukannya.

"Sebenarnya itu udah lama, waktu gue masih kerja di samhos . Sekitar empat tahun lalu, tapi gue masih ingat betul dengan mereka!"

Juno yang menjadi ketakutan sendiri atas rahasia yang baru saja dibukanya.

"Awas kalau lo cerita ke orang lain, apalagi sampe Mas Albert tau!" Sepertinya Juno serius dengan ketakutannya.

"Oke, oke. Tunggu!"

Meminta agar Juno menahan kelanjutan ceritanya untuk waktu sejenak. Beberapa kali mengambil napas dengan masih menahan tawanya. Sebenarnya sangat wajar bila dipikir dengan logika. Tidak mungkin seorang Juno yang masih masuk dalam golongan manusia biasa, dan seorang laki-laki normal sama sepertinya, selalu berhasil menahan

salah satu godaan terkuat bahagia kaum laki-laki dimuka bumi ini. Terlebih dengan status pekerjaannya yang mengaharuskan kontak langsung

dengan setiap clientnya. Sedikit saja khilaf dan keadaan mendukung, maka dia akan jatuh kedalam lingkar setan yang penuh dengan kenikmatan sesaat.

Apalagi untuk Reza yang bukan baru dari kemarin hidup di Jakarta.

Mengenal jelas bagaimana dan seperti apa kehidupan kota metropolitan sebenarnya. Terlalu banyak manusia yang hidup dalam kebohongan dan kepura-puraan. Dari yang biasa saja namun berusaha sekuat tenaga menutupi kekurangannya dengan kebohongan yang menyiksa hanya agar terlihat sempurna. Namun tak sedikit pula orang hebat yang dengan sadar berusaha terlihat biasa saja agar tidak tampak menonjol atau sekadar muncul

kepermukaan.

Tak sedikit pula dari mereka yang terlihat hidup berkecukupan tetapi dalam dirinya merasa kesepian hingga mendekati keadaan yang tak bahagia. Lalu mereka yang memiliki uang berusaha membeli kesenangan untuk menggantikan kebahagiaan yang

belum mereka miliki. Tanpa mereka sadari, atau mereka hanya berpura-pura tak tahu jika kebahagiaan sama sekali tidak dapat ditukar dengan uang atau kesenangan sekalipun.

Komplek dan rumitnya kehidupan juga membuat sebagian dari mereka rela mencari kesenangan untuk sekadar melupakan segelintir masalah yang seperti kotoran abadi didalam otak. Tak sedikit dari mereka pada akhirnya menjadi petualang demi mendapatkan

sesuatu yang baru dan berbeda untuk membuatnya lupa dengan permasalahan hidup.

Sementara mereka memiliki alat serta kekuatan untuk membuat seseorang yang dia inginkan, yang awalnya menolak, pada akhirnya akan dengan senang hati bersedia memberikan apa yang mereka inginkan. Walau sudah jelas ini sangat salah dan hampir semua manusia berusaha menolak.

Kenyataannya, tak sedikit yang tak kuat iman seperti dirinya dan Juno yang pada akhirnya hanyut kedalam lingkar setan hanya karena uang dan kesenangan. Tidak terkecuali Albert yang sebenarnya bukan karena uang dia bersedia melakukannya.

Masih terlalu banyak alasan yang menguatkan mereka hingga pada akhirnya bersedia menukar harga diri dengan kesenangan yang menyesatkan. Seperti yang terjadi pada Juno. Hanya saja, Reza belum tahu pasti alasan apa yang berhasil membuat Juno hingga pada akhirnya bersedia melakukan kegiatan yang diinginkan kedua orang tua Albert. Apakah karena paksaan, atau memang dirinya bersedia melakukannya tanpa sebuah beban sekalipun.

Kembali pada Juno yang masih menjadi panik sendiri setelah berterus terang mengenai apa yang pernah dia alami.

"Lo serius? Lo salah orang kali!"

Menyarankan untuk Juno memeriksa kembali kemungkinan kemiripan atau mungkin dirinya hanya sekadar berhalusinasi. Menggeleng dan yakin dirinya tidak mungkin salah orang, dan tidak sedang berhalusinasi. Albert sendiri yang mengatakan jika wanita yang pernah dia lihat datang dan berbincang dengannya adalah orang tuanya.

"O God!"

Menatap Juno dengan sedikit menyipitkan kedua matanya.

"Gue rasa Albert akan bunuh lo, kalau sampai dia tahu."

Sangat masuk akal dan membuat Juno semakin takut.

"Makanya jangan sampai dia tahu!" meminta untuk Reza tetap menjaga rahasianya. "Sampai gue dapat waktu yang tepat buat cerita langsung ke dia."

Sepertinya itu memang benar. Butuh waktu yang tepat dan kesiapan mental untuk Juno maupun Albert yang hingga kini masih belum tahu. Walau pasti kemungkinan terburuk akan Juno terima akibat dari perbuatannya.

"Oke, oke. Gue akan tutup mulut!"

Reza yang masih belum sepenuhnya percaya, mengamati Juno seolah menjadi sesosok asing yang tidak dia kenali. Antara salut dengan keberaniannya dan ingin menertawai karena ketakutannya yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

"Lo keren juga bro! Salut gue sama lo!"

Menatap antara heran dan kesal dengan ucapannya. Bagaimana mungkin dia berpikir seperti itu disituasi genting seperti ini. Bahkan tidak menganggap atau sekadar mengkhawatirkan bila saja teradi sesuatu yang buruk menimpa dirinya.

"Keren mata lo. Nyesel gue cerita sama lo!"

Semakin senang melihat Juno semakin panik.

"Serius keren. Ternyata lo jauh lebih hebat dari yang gue kira."

Mengamatinya yang memang tak terlalu buruk. Sama seperti penilaiannya sejak awal. Menatap dengan pandangan menuduh.

"Lo mau gue kenalin sama client gue yang lain?"

"Enggak, enggak!"

"Serius bro. Tante.., tante Bro!"

Entah dia serius dengan tawarannya, atau sekadar meledekinya saja. Sekadar menatapnya dengan kesal.

"Mau gue kenalin sama yang lebih hot Lagi? Yang lebih sadis? Lebih menantang?"

Tak bereaksi lebih dengan tawarannya yang sepertinya memang serius.

"Stok gue banyak. Yang masih muda juga ada. Client gue cantik-cantik dan sexy body, Bro!"

Mencandai dengan tawaran yang menggiurkan.

"Yang dibawah rata-rata atau yang standar juga ada. Atau kalau lo mau yang beda. Yang kendor-kendor dikit misalnya. Lo pasti belum pernah coba kan?"

tertawa menyebalkan.

"Diam, atau mau gue buat mata lo lebam dua-duanya?"

Mengambil kotak bekas kemasan buah dan melemparkan kearahnya. Bahkan sama sekali dia tidak memberi solusi untuknya. Walau setidaknya perkataannya sedikit menghibur dan membuatnya tertawa.

***

avataravatar
Next chapter