2 Bab 1: Akhir?

"Kyaaa!!!" Seorang gadis menjerit ketika menyaksikan seorang wanita kurus terpental jauh, akibat ditabrak sebuah mobil yang melaju pesat.

Bunyi ban mobil yang direm paksa di melengking, memekakkan telinga orang-orang. Situasi berubah kacau ketika kecelakaan naas ini terjadi.

"Ada orang tertabrak!"

"Cepat, cepat, cepat panggil ambulan!"

"Hei! Tahan pengemudi itu! Tahan dia!"

"Ya, Tuhan ...."

Semua orang mulai membuka mulut satu per satu dan menambah keributan di malam itu. Karena kejadian yang tiba-tiba ini, kerumunan yang panik ini kebingungan. Ada yang berusaha memeriksa kondisi korban dan ada mereka yang berusaha menahan serta menghakimi si pengemudi yang ternyata sedang di bawah pengaruh alkohol.

Marah, sedih, ngeri dan iba. Semua emosi itu hampir tak ada artinya untuk Ghania, wanita yang kini terkapar di jalan dengan tubuh 'rusak', yang tak bisa ia gerakan. Dia bahkan sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi. Kondisinya benar-benar parah. Matanya kosong dan lemah, namun dia masih hidup.

Iya, dia hidup! Dia masih bernapas, meski begitu lemah.

"Hidup! Wanita ini masih hidup! Cepat!" Seorang pria yang mendekat untuk memeriksa kondisinya tiba-tiba saja berteriak panik, mendesak orang-orang untuk segera memanggil ambulan. Namun, terlepas dari itu, banyak yang tak optimis.

Lihat saja, tubuh wanita itu hanya terkapar di sana, diam. Wanita itu tidak bisa bergerak, meski dia bernapas tetapi tulang-tulangnya pasti sudah patah dan remuk! Bagaimana mungkin wanita itu akan tetap hidup?!

Sekalipun dia terselamatkan, bisakah wanita itu kembali normal lagi? Bisakah dia hidup sehat tanpa masalah? Mustahil! Dia hanya akan jadi wanita cacat yang lumpuh total!

Meski mereka tahu mustahil, mereka masih tetap berusaha menyelamatkannya. Meski mereka tahu lebih baik jika wanita itu mati saja, jadi dia tak akan lebih menderita.

Lalu mengapa? Mengapa mereka tetap menolongnya? Apakah karena iba? Karena rasa kemanusiaan? Atau karena jauh di dasar lubuh hati mereka, mereka mengharapkan keajaiban? Atau justru mereka ingin melihatnya sengsara dan kesakitan, memberinya harapan palsu? Yang jelas, Ghania tahu, sebagian, ya sebagian besar orang-orang ini hanya sekumpulan hypocrite.

Ia tahu ia sudah tak punya harapan, tetapi ... apa sungguh ini akhirnya? Apa ini sungguh akhir dari kehidupan seorang wanita bernama Ghania yang hampir semasa hidupnya tak pernah merasakan kebahagian? Rasa sesal, sedih dan marah serta emosi lainnya, ia rasakan untuk terakhir kali.

Namun, sesal lah yang paling ia rasakan.

{'Tuhan, apakah ini benar-benar akhir untukku? Apakah Engkau benar-benar ingin hamba-Mu ini pulang ke sisi-Mu?'} tanya Ghania dalam batinnya.

{'Apakah ini yang terbaik?'}

Tak ada yang menjawab pertanyaannya. Hanya keheningan yang ia temukan. Iya, ia hampir di ujung napasnya.

Terlepas dari semua kebisingan dan kepanikan para petugas medis, hanya hening yang ia rasakan.

Dia tahu, dia sungguh-sungguh tahu, mustahil baginya untuk hidup kembali. Hanya saja, ia percaya, ia percaya tak ada yang mustahil bagi Tuhan.

{'Hahahaha ....'} Ia tertawa mengejek dirinya sendiri. Ia hampir di pengujung ajalnya, namun masih saja berkhayal dan berharap yang bukan-bukan. Mungkin karena ia terlalu banyak membaca novel dan cerita-cerita fiksi tentang reinkarnasi.

Meski ia tahu itu menggelikan, ia tak akan menepisnya, bahwa jauh di lubuh hatinya, ia juga berharap hal itu nyata.

{'Tuhan, jika hamba bisa, hamba ingin memohon agar Kau berikan hamba kesemaptan lagi. Kesempatan, kehidupan kedua untuk hamba. Untuk hamba memperbaiki segalanya. Meski mustahil ....'}

Tak sempat ia selesaikan permohonan doanya, Ghania, akhirnya menutup matanya, bersama sesal dan kesedihan. Ia pergi di usia ke-30-nya, tepat di hari ulang tahunnya, bersama semua kenangan pahit yang selama ini ia alami.

Ghania hanya punya satu permintaan.

'Memutar kembali waktu yang telah lama hilang.'

avataravatar
Next chapter