3 Perjalanan dimulai

Ailin terlihat murung. Apa dia lapar?

"Ailin,apa kau lapar?" tanyaku. Melihat wajahnya yang pucat itu sudah jelas kan. "Ayo kita cari buah-buahan yang segar. Kita juga harus mencari air untukmu."

Ailin menggeleng. "Sorin,apa kau tidak takut dengan hutan. Ini kan sudah malam."

"Tapi kau kan lapar. Kalau kau sakit nanti bahaya," ucapku.

Bahaya karna aku tak bisa mencari anak lagi. Aku tak bisa mengambil anak lain ke masalah ini.

"Ailin tidak papa. Aku sudah biasa kelaparan. Ibu hanya memasak untuk dirinya sendiri jadi aku hanya makan sisanya saja. Kalau tidak cukup ya aku akan menahannya," ucap Ailin.

Ibu itu mengeluh karna mengurus anak kecil padahal dia tak benar-benar mengurusnya. Membiarkan anak kecil kelaparan itu kan lebih buruk lagi. Aku mengangguk. Lagipula perkataan Ailin ada benarnya. Mungkin ada hewan buas jika kami menerobos makin dalam.

Ailin menyandarkan tubuhnya ke pohon besar."Ailin,kau bisa tidur sekarang. Aku akan menjagamu."

Ailin tertawa. "Makasih Sorin. Ah,boleh aku bercerita?"

"Tentu."

"Aku tak tau siapa ayahku. Ibu juga hanya memarahi dan memukulku setiap hari. Dulu saat nenek masih ada aku bahagia tapi saat nenek meninggal tak ada lagi yang mengurusku. Ibu selalu berteriak lalu melempar barang. Setelah itu menangis kencang. Tapi aku bahagia sekarang karna ada Sorin," ucapnya sambil tersenyum.

"Apa kau tidak punya teman?" tanyaku.

"Tidak. Anak perempuan lain selalu mengejekku. Mereka bilang hanya anak yang punya mainan yang bisa bermain bersama mereka. Aku tak punya mainan dan tak bisa membeli. Saat aku meminta pada ibu dia malah memukulku." Ailin berbaring sambil mencari posisi tidur yang nyaman. Aku duduk disampingnya.

"Apa harapanmu? Katakan saja padaku," ucapku.

"Aku ingin...." Ailin terlihat berpikir. "Apa yang aku inginkan ya. Ah,aku tak memikirkannya karna aku tau aku tak akan bisa mendapatkannya."

Aku hanya diam. Aku sudah memutuskan akan memberikan anak ini pada Baba Yaga. Anak ini adalah anak paling pas untuk diberikan padanya. Tak ada yang akan mencarinya,tak ada yang menginginkannya,tak ada yang mengenalnya. Karena itu aku harus menguatkan tekadku. Aku hanya ingin jadi manusia kembali lalu membalas dendam.

Waktu berlalu. Ailin sudah tidur. Aku melihat wajah polos itu sedang tidur dengan damai. Pakaian Ailin sangat buruk. Sudah usang,kotor,juga robek. Aku akan mencarikan pakaian untuknya.

Aku berjalan ke arah jembatan tadi lalu pergi menyusuri desa. Kalau tidak salah ada pasar di dekat sini. Karna sudah malam aku yakin tak ada yang sedang buka. Kesempatanku untuk mengambil baju. Mencuri? Oh tidak. Aku hanya meminjam. Lagipula setelah jadi manusia aku bisa pulang dan membawa uang untuk membayarnya. Tuan Asa pasti akan memarahiku jika tau aku berbuat hal seperti ini.

Aku berhenti berjalan. Aku baru menyadari sesuatu. Saat hari itu,kemana perginya Tuan Asa?

Aku tak melihatnya diantara para mayat disana. Apa dia pergi sesaat setelah melaporkan kedatangan wanita itu?

Jika ya maka pasti dia masih hidup. Dia ada dimana sekarang? Apa dia mencariku? Apa dia melihat perbuatan Baba Yaga padaku hari itu?

Pertanyaan-pertanyaan ini berputar di otakku. Sebuah kemungkinan terburuk melintas di pikiranku. "Apakah Tuan Asa terlibat dengan Baba Yaga?" gumanku.

Itu bisa jadi karna tidak mungkin Baba Yaga bisa masuk ke rumah dengan mudah. Apalagi di luar juga ada penjaga. Tapi Baba Yaga bisa saja memang menerobos masuk. Ah,aku jadi pusing memikirkan hal ini.

Tuan Asa,jika kau memang terlibat maka kau akan masuk daftar orang yang harus aku bunuh. Aku harusnya berpikir jernih sejak dulu. Kalau dipikir-pikir ada beberapa hal yang janggal.

Pertama,Baba Yaga menyebutkan nama kakek. Kedua,Baba Yaga bilang ingin membuat keturunan kakek menderita. Ketiga,usia Tuan Asa lumayan tua. Tidak setua kakek tapi aku yakin Tuan Asa sudah bekerja sejak kakek masih menjadi kepala keluarga. Umur mereka mungkin tak berbeda jauh. Jika perkiraanku benar,mungkin Baba Yaga memiliki masalah dengan kakekku dan ingin membalas dendam. Lalu Tuan Asa yang mengetahui itu membantu Baba Yaga menemukan keturunan kakek.

Ayah pernah bilang kalau namanya diubah waktu kecil. Aku tak tau kenapa tapi mungkin kakek memang sengaja mengubah nama ayah agar Baba Yaga tak menemukannya. Aku juga tak tau dimana kakek sekarang. Entah apa yang dilakukannya sekarang.

Aku menemukan sebuah gudang di pasar itu. Aku yakin semua persediaan dagang ada disini. Didalam pasti ada pakaian. Waktunya mengambil baju untuk Ailin. Hm,tapi bagaimana caraku masuk?

Memanjat pun akan sulit. Aku sadar diri. Apa yang bisa dilakukan dengan tubuh boneka seperti ini. Aku mengelilingi gudang ini untuk mencari celah. Saat di bagian belakang aku melihat sebuah semak-semak yang terlihat tak alami.

Semakin kudekati memang aneh. Ku singkirkan daun-daun itu dan kulihat ada karung besar yang disembunyikan. Ya ampun,jika ingin menyembunyikan cobalah lebih kreatif. Ini sangat mencolok.

Ku buka karung itu dan menemukan pakaian. Aku merasa mendapatkan emas. "Tapi ini pakaian dewasa,bukan untuk anak-anak," gumanku.

"Eh,ini gaun kecil. Apa ini akan muat untuk Ailin?" tanyaku sendiri saat mengobrak-abrik isi karung itu dan menemukan sebuah baju kecil.

Gaun sederhana berwarna abu dan tanpa hiasan apapun. Benar-benar polos. Aku mengambil baju itu dan beberapa helai kain tak terpakai. Setidaknya Ailin tak akan kedinginan jika memakai ini sebagai selimut .

Setelah menutupinya lagi dengan daun aku bergegas kembali ke hutan. Ngomong-ngomong,walaupun tubuhku kecil kekuatanku masih sama. Seperti manusia. Hanya bentuknya saja yang boneka.

Saat aku sampai di tempat Ailin,kulihat anak itu sudah tidur dengan tenang. Aku menyelimutinya dengan kain. Berbeda denganku yang tak merasakan dingin,Ailin pasti sangat kedinginan. Aku berbaring di sebelahnya.

Sambil menatap langit aku menunggu datangnya Fajar. Bintang yang bersinar diatasku seakan menjadi teman untukku. Aku harap yang aku lakukan adalah benar.

***

Hari sudah pagi. Ailin sedang mencuci wajahnya di sungai. Sepertinya ini cabang sungai besar yang ada jembatan kemarin. Ailin menoleh padaku. Dia tersenyum. "Sorin,kita akan kemana?"

Aku tersenyum. "Kita akan ke suatu tempat. Ini. Aku membawa pakaian untukmu."

Aku memberikan pakaian itu padanya. Ailin bergegas ke balik pohon besar untuk mengganti baju. Anak itu sudah tau batasan tubuh yang tidak boleh dilihat orang lain. Ailin keluar sambil memperlihatkan dirinya dengan baju yang aku bawa. Bajunya sangat pas.

"Sorin,apa ini bagus?"

"Sangat bagus," ucapku. Aku melambaikan tangan mengajaknya. "Kita akan mencari buah-buahan. Ayo!"

Setelah berjalan beberapa meter kami menemukan sebuah pohon apel. Aku memanjatnya karna pohon itu tak terlalu tinggi. Kupetik sebuah apel lalu kulemparkan pada Ailin di bawah. Ailin menangkapnya lalu memakannya. Perbuatannya selanjutnya membuatku kaget. "Ailin tunggu!! Jangan langsung memakannya. Kita harus mencucinya terlebih dahulu."

Alin menatap polos diriku. "Tapi aku selalu memakan apapun tanpa di cuci. Dan aku sehat."

Aku menepuk dahi."Tetap saja. Tunggu sebentar. Akan aku petikan beberapa setelah itu kita cuci ke sungai."

Setelah memetik beberapa apel aku turun. Ailin membawa sekitar 10 apel yang dibawa menggunakan baju bekasnya. Setelah mencucinya aku mengubah baju Ailin yang lusuh menjadi sebuah tas. Yah,aku hanya mengikat ujungnya saja agar apelnya tidak jatuh. Ailin memakan sekitar 3 apel besar.

Setelah itu kami berjalan menyusuri hutan. Semakin dalam,hutan ini semakin gelap. Pepohonan super tinggi menjadi pemandangan sepanjang jalan. Untung saja kami mengambil beberapa buah lain karna aku tak melihat ada pohon buah apapun disini. Sekarang aku harus mengantarkan Ailin ke Baba Yaga. Tapi masalahnya aku tak tau dia ada dimana.

"Sorin," panggil Ailin.

"Kenapa?" tanyaku. Wajah Ailin sedikit ketakutan. "Kita akan masuk hutan. Kau tidak tau tentang penyihir jahat di hutan ini. Katanya dia memangsa anak kecil."

Penyihir? Apa mungkin itu Baba Yaga?

"Apa lagi yang kau tau tentang penyihir itu Ailin?" tanyaku.

"Aku dengar katanya dia tinggal di hutan ini. Warga desa tak ada yang berani menyebrangi jembatan karna takut penyihir itu," jelas Ailin. "Katanya dia selalu berada di atas lesung besar."

Lesung besar? Ah ternyata memang benar Baba Yaga tinggal disini. Mungkin para penduduk tak menyebrangi jembatan karna takut pada wanita itu. Kalau begitu aku sudah benar. Akan aku susuri hutan ini sampai menemukan Baba Yaga tak peduli seberapa besar dan menyeramkannya hutan ini. Aku juga tak peduli dengan kemungkinan ada mahluk lain yang bisa saja berbahaya di hutan ini. Akan aku hadapi semuanya.

avataravatar
Next chapter