18 Bagian 17

Cinta datang dengan berbagai cara. Ada yang datang secepat kilat sampai kau bahkan tak menyadarinya dan ada yang datang dengan sangat lambat hingga kau bisa melihat bagaimana cinta itu perlahan merasuki hatimu. Raka tak tahu jenis cinta seperti apa yang dulu pernah datang dikehidupan orangtuanya sampai mereka harus berpisah. Tapi yang pasti Raka tahu satu hal, cinta itu sudah tidak ada lagi di antara mereka dan itu tak ingin ia hidupkan dihatinya, cinta yang datang ke dalam hidupnya kemudian pergi meninggalkannya dengan cara menyakitkan.

"Apa kau dengar ayah?" suara sang ayah membuyarkan lamunan Raka dan menyeretnya kembali ke alam sadar. Sempat beberapa detik ia melamun memikirkan kehidupannya dan juga sang ayah tapi tetap saja itu tak membuatnya mempertimbangkan ucapan ayahnya untuk bisa memaafkan sang ibunda. Alasan yang membuat ayahnya menelphone dan tidak lain untuk memintanya memaafkan sang ibunda yang jelas tak bisa dilakukannya. Raka tahu pasti ibunya mengira dengan bicara pada ayahnya bisa membuatnya berubah dan bersedia memaafkannya. Tapi Raka tidak seperti itu, dia tak pernah bertindak maupun berpikir atas desakan siapapun. Raka selalu melakukan segalanya sesuai dengan keinginannya, kata hatinya bukan atas paksaan siapapun bahkan ayahnya sekalipun.

"Setelah apa yang dia perbuat bagaimana mungkin ayah bisa memintaku memaafkannya"

"Tapi dia ibumu, bagaimanapun dia wanita yang melahirkanmu dan membesarkanmu"

"Aku tahu tapi dia juga yang membuatku terluka, menanggung malu dan kehilangan banyak hal, ayah jangan lupa itu"

"Raka"

"Ayah, jangan paksa Raka untuk memaafkannya" pinta Raka dan meskipun ia sedang marah, sedih juga kecewa tapi tetap saja ia tak bisa berkata kasar pada sang ayah seperti yang ia lakukan pada ibunya betapa pun ia juga terluka setelah bersikap demikian kasar pada sang ibunda. Raka bukan orang yang bisa bersikap kasar hanya karena ia emosi tapi tadi saat bertemu sang ibunda kendalinya benar-benar lepas hingga ia tak bisa menahan diri dan untuk pertama kalinya benar-benar bersikap kasar pada ibunya. Tapi demikian Raka merasa sakit bukan main setelahnya dan kini semakin sakit hatinya saat mendengar sang ayah memintanya untuk memaafkan sang ibunda sementara ia bahkan tak bisa melupakan apa yang sudah dilakukan sang ibunda.

"Kau mungkin butuh waktu"

"Ayah, aku sedang berada di rumah teman, kita bicara lagi nanti"

"Sedang apa di sini?" suara Tiara menyentak kaget Raka yang baru saja mengakhiri pembicarananya dengan sang ayah hingga ia tak cukup waktu untuk menenangkan diri dan akhirnya membuat gadis itu melihat kesedihan di wajahnya karena kini Tiara juga menatapnya dengan tatapan lain yang tak pernah dilihatnya selama ia mengenalnya. Tatapan mata yang sepertinya mencerminkan kesedihan meski Raka tak tahu kenapa dia harus merasa sedih dengan masalahnya bukannya selama ini ia tak pernah peduli dengan perasaan siapa pun kecuali orang terdekatnya saja.

"Maaf sudah lancang memasuki taman bermainmu" kata Raka saat melihat Tiara. Sebenarnya beberapa saat lalu ia hanya ingin ke kamar mandi tapi setelah mendapat telephone dari ayahnya ia terpaksa mendatangi taman ini yang berasa di ujung rumah mewah itu dan bersebelahan dengan kamar mandi.

"Tidak apa-apa, mau menjelajah taman?" tanya Tiara berjalan semakin jauh ke dalam taman dan Raka mengikutinya. " Taman ini dulu dibangun sebagai tempat bermainku makanya banyak ayunan di sini" lanjut Tiara sembari terus berjalan mengelilingi taman yang sudah jarang ia datangi itu tapi tidak banyak berubah karena ayunannya tetap ada dan tertawat demikian juga air mancur serta kolam ikannya.

"Aku tidak banyak tahu tentangmu, jujur aku agak kaget saat tahu kau akan pak presiden" kata Raka yang sejujurnya meski Tiara cukup terkenal ia hampir tak tahu kalau sosok cantik yang jarang dikawal pengawal kepresisdenan itu ternyata anak presiden dan sama sekali tidak terlihat seperti anak pejabat, sikpanya begitu ramah kepada hampir setiap orang.

"Sepertinya kau kurang update berita ya, padahal kebanyakan orang tahu siapa aku"

"Aku jarang nonton berita, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mengurus Rani"

"Makanya kau satu-satunya cowok yang tidak gencar mendekatiku"

"Maksudmu?"

"Mereka yang tahu siapa ayahku pasti akan langsung mendekatiku dengan segala cara dan itu membuatku muak, kadang aku berpikir apa aku di mata laki-laki hanya seperti piala untuk dimenangkan?"

"Apa aku terlihat seperti itu juga?"

"Belum" kata Tiara yang sejak awal ia tahu Raka satu dari sedikit pria dengan sudut pandang berbeda dari kebanyakan pria. Dia tak bersikap baik hanya karena kedudukan atau kekayaannya meski secara profional Raka bersikap sopan padanya karena ia bekerja di perusahaannya tapi atas permintaan Tiara perlahan sikap Raka menjadi lebih bersahabat.

"Kalau begitu kau harus lebih dekat denganku"

"Apa?" langkah kaki Tiara terhenti seketika saat mendengar ucapan Raka dan seketika ia berbalik menatap wajah pria itu yang tampak begitu tenang tapi anehnya detak jatung Tiara justru berdegup kencang tak karuan.

"Tidak semua pria seperti itu dan tidak semua wanita sejahat ibuku, aku ingin kau melihat sesuatu dengan cara berbeda bukan menghamiki banyak orang hanya karena segelintir orang"

Tiara sebelumnya tak terlalu banyak mengenal seperti apa kepribadian Raka kecuali sebatas berita skandal ibunda pria itu tapi bukan berarti ia lebih mengenal Raka. Ini kali pertama ia melihat Raka dengan sikap dan sudut pandang pemikiran yang sebelumnya tak pernah dilihatnya dari sosok pria di hadapannya itu. Sepertinya Raka punya cara berpikir yang cukup dewasa.

"Raka, jangan memancingku, aku benar-benar tak ingin menjadikanmu permainanku seperti para pria itu, kau sahabat baik Adit"

"Kau bisa menjadikanku permainanmu sesuka hatimu, karena bukan pertama kalinya aku menjadi permaiann wanita, ibu kandungku sendiri juga menjadikanku permaianannya"

"Raka…"

"Aku hanya ingin kau melihatku sebagai teman bahwa di dunia ini masih ada pria diluar keluargamu yang berbeda dari para pria itu"

"Kita sudah berteman"

"Tidak, kita hanya terikat hubungan kerja, bukan benar-benar berteman"

Raka tak tahu apa yang salah dengan kepalanya hingga semua kata-kata itu meluncur dan sepertinya ia mulai gila atau Tiara telah menjeratnya dalam pesona sampai menghilang segala kewarasan darinya. Tapi seolah ia tak peduli saat ini yang ia pikirkan hanya menjadi lebih dekat dengan wanita itu dan mengubah kesan buruknya terhadap para pria bahwa di dunia ini masih ada pria yang tak memperlakukannya seperti piala untuk dimenangkan. Raka juga tak berharap memenangkannya karena ia bahkan tidak peduli jika akhirnya ia dikalahkan olehnya karena dijadikan permainan bukan hal pertama. Dulu ibundanya juga melakukan hal serupa, menjadikan Raka permainannya untuk menutupi skandal sang ibunda yang setiap kali pergi keluar menemui pria itu selalu membawany hingga Raka berpikir kalau ibundanya memang butuh di antar ke tempat kerja. Tidak disangka kalau ternyata dia hanya menjadikan Raka alat untuk menutupi kebusuka ibundanya yang nyatanya selama ini bukan tempat kerja tempat tujuan ibundanya melainkan tempat selingkuhan ibunya berada dan seandainya istri dari pria itu tidak membongkarnya Raka tak akan pernah tahu.

"Aku bukan seseorang yang bisa kau jadikan teman"

"Tapi aku ingin membuatmu melihat pria dengan cara berbeda hingga suatu nanti saat kau bertemu seseorang yang baik kau benar-benar memandangnya dengan cara baik bukan pandangan buruk seperti saat ini"

"Aku selalu penasaran kenapa Adit yang punya banyak teman dari kalangan terpandang justru hanya bersahabat denganmu mantan model dengan segala cerita buruk tentang ibumu, sepertinya sekarang aku tahu alasannya"

"Apa?"

"Dia benar-benar mendapatkan seorang teman sejati yang selama ini aku tak pernah melihat Adit memilikinya kecuali dengan seseorang yang selalu dia katakan teman terbaiknya"

Raka tak pernah tahu seperti apa pendapat Adit tentangnya karena sahabatnya itu tak pernah mengatakannya dan mendengarnya dari Tiara ia merasa begitu tersanjung. Ternyata Adit benar-benar memandangnya sebagai kawan bahkan di hadapan orang lain dan bukan sekedar di depan matanya meskipun tanpa mempertanyakannya Raka memang sudah menyadari hal itu meski baru sekali ini ia mendengarnya dari mulut orang lain.

"Dia satu-satunya orang yang menyelamatkanku ketika bahkan tanah sekalipun jauh lebih tinggi dari harga diriku saat itu, kau beruntung memiliki hubungan kerabat dengannya dan harusnya dia cukup baik untuk membuatmu bisa melihat pria dengan cara yang baik"

"Entahlah, kebanyakan dari mereka yang datang tidak pernah sebaik Adit"

"Kau hanya belum bertemu saja bukan tidak menemukannya"

"Mungkin"

"Jadi boleh kita berteman seperti yang kulakukan dengan Adit?" kata Raka mengulurkan tangannya dan meski ragu Tiara akhirnya menjabat tangan pria itu yang terasa begitu gagah dibanding tangan kurusnya yang terasa mungil di genggaman tangan Raka yang berotot.

avataravatar