12 Bagian 11

Hari sudah hampir siang saat rapat dengan para staf usai digelar, tapi Tiara belum juga tiba dan akhirnya Daniel yang mewakili Tiara untuk rapat hari itu. Selepas rapat Daniel memutuskan mencari Tiara di ruangannya. "Apa ibu Tiara belum datang juga?" tanya Daniel untuk kesekian kalinya pada Lidia yang lagi-lagi menggeleng sebagai jawabannya.

"Tidak biasanya ibu Tiara begini, beliau selalu datang tepat waktu tidak pernah sekali pun terlambat, saya coba hubungi ponselnya tapi tetap saja mati" jawal Lidia dengan ekpresi khawatir dan cemas.

"Aku juga mencoba menghubunginya" jawab Daniel membenarkan karena ia sendiri juga sudah menghubungi Tiara sejak pagi tapi Tiara sama sekali tak menjawab malahan kotak suara yang menjawabnya. Daniel tak tahu apa karena batrai ponsel Tiara yang lowbat atau memang sengaja dimatikan tapi intinya tidak sekalipun ia berhasil menghubungi Tiara.

"Bagaimana ini, beberapa orang mencari bu Tiara, saya tidak tahu harus bilang apa"

"Siapa?"

"Sponsor dari beberapa perusahaan asing, mereka menanyakan kapan kontrak kerjasama bisa ditandangani"

"Minta mereka sabar menunggu" kata Adit yang tiba-tiba saja muncul sembari membawa amplop besar di tangannya dan diletakkannya di meja Lidia. "Ini hasil foto untuk iklan majalah, aku baru mencetaknya, berikan pada Dewi, jika tidak ada masalah aku akan mengirimnya pada bagian marketing, minta dia segera menghubungiku jika sudah menerimanya" lanjut Adit sembari menyebut nama salah satu assitand Tiara.

"Apa kau tahu di mana Tiara?" tanya Daniel menyahut.

"Hari ini dia tidak akan datang ke kantor, kondisinya tidak memungkinkan"

"Maksudmu?"

"Semalam dia jatuh pingsan dan belum sadar sampai sekarang"

"Apa? pingsan?!!" Daniel benar-benar kaget mendengarnya. Semalam mereka baru saja selesai karaoke dan kelihatannya Tiara baik-baik saja ditambah lagi masalah kesehatan hampir tak pernah dialami Tiara bahkan saat di Paris. Ketika orang-orang banyak yang terkena flu karena perubahan cuaca, Tiara bahkan terlihat baik-baik saja seolah tak terpengaruh oleh perubahan cuaca.

"Tenanglah, dokter bilang dia hanya shock"

"Shock?"

"Iya, shock karena mendengar kondisi ayahku yang benar-benar menakutkan"

"Menakutkan? apa maksudmu? ada apa dengan ayahmu?"

"Ayahku mengalami kecelakaan, keadaannya kritis, benturan dikepalanya membuat ayah mengalami pendarahan dan mendengarnya Tiara benar-benar shock hingga akhirnya dia jatuh pingsan"

"Astaga, kenapa kau tak memberitahuku?" tanya Daniel yang kini ia mulai merasa khawatir bukan saja pada keadaan Tiara tapi juga ayah dari Adit.

"Kupikir kau sudah melihat beritanya, beberapa media menayangkan berita kecelakaan yang dialami ayahku"

"Aku kelelahan dan sama sekali tidak sempat menonon TV, sekalinya aku buka ponsel itu hanya untuk menghubungi Tiara" jawan Daniel yang sejak kembali ke rumahnya ia sudah sangat lelah ditambah tumpukan pekerjaan hingga membuatnya tak sempat melihat TV, untuk sarapan saja ia menyempatkan diri kalau tidak barang kali ia akan berangkat ke kantor tanpa sarapan.

"Hari ini apa saja agenda Tiara?" tanya Adit pada Lidia yang segera melihat buku agendanya untuk melihat apakah jadwal kegiatan Tiara.

"Ada beberapa rapat tapi bu Tiara sudah mewakilkannya dengan para assistan, hanya ada tanda tangan berkas yang sebenarnya menjadi agenda kerja ibu Tiara karena beliau menjanjikan hari ini semuanya selesai"

"Soal itu biar Daniel yang mewakilinya"

"Tidak bisa, beberapa dari mereka teman baik Tiara saat di Paris dan kerjasama yang terjalin hanya melibatkan Tiara dengan mereka, aku sama sekali tidak dilibatklan, mereka tak akan mau diwakilkan apalagi olehku yang belum sekalipun mereka temui" jelas Daniel yang meski tahu siapa orang-orang itu tapi secara langsung ia belum pernah sekalipun bertemu muka dengan mereka yang sejak awal perbincangan kerjasama hingga urusan kontrak semua dilakukan oleh Tiara sendiri tanpa melibatkan dirinya yang biasanya selalu dilibatkan dalam bebera pembicaraan kerjasama dengan para sponsor dalam negeri. Namun dengan para sponsor asing Daniel sama sekali tak dilibatkan dan ia tahu persis seperti apa orang-orang itu yang tak akan sembarangan mempercayai orang yang bahkan belum sekalipun pernah mereka temui.

"Hubungi mereka katakan bahwa Tiara sedang dirawat di rumah sakit dan minta mereka untuk menunggu atau mereka bisa membantuku menyadarkan Tiara jika tak bisa menunggu"

"Bagaimana jika mereka menolak?"

"Katakan saja seperti itu, kalau mereka masih waras dan cukup punya hati aku yakin mereka tak akan memaksa" tegas Adit.

"Baiklah, aku akan coba hubungi mereka"

"Hubungi aku setelah kau selesai mengabari mereka" kata Adit sembari berlalu pergi. "Kau mau kemana?" tanya Daniel saat melihat Adit berlalu pergi begitu saja tanpa bicara apa-apa lagi.

"Aku ada pemotretan hari ini, sementara tolong urus masalah di kantor"

"Oke" kata Daniel mengangguk meski pun dalam hati sebenarnya beban juga ia mengurusi semua pekerjaan yang harusnya dilakukan atasannya tapi terpaksa harus ia urus sendiri ditambah lagi ia harus memberitahu para assitan tentang kondisi atasannya yang pasti akan membuat mereka kaget bukan main. "Kumpulkan para assitan, aku ingin menggelar rapat dengan mereka" perintah Daniel.

"Jam berapa?"

"Dua jam lagi, kalau tidak bisa kau atur saja kapan bisa mereka menemuiku"

"Baik"

"Jika ada yang ingin bertemu ibu Tiara suruh mereka datang ke ruanganku"

***

"Apa Tiara belum sadar juga?" tanya Rahayu setibanya di ruang rawat putrinya dan menatap buah hatinya yang sejak semalam tidak juga sadarkan diri sementara kakak iparnya juga belum ada perkembangan sedikit pun. Ini benar-benar hari yang buruk, baik kakak ipar maupun putrinya mereka sama-sama dalam keadaan yang tidak baik. Sementara itu sang suami dengan keadaan batinnya yang tertekan masih harus melaksanakan tugas negara yang tak bisa ia tinggalkan.

"Sebaiknya kakak istirahat, biar saya yang menjaganya" kata Harimukti adik kembar sang suami yang baru saja tiba bersama putri bungsunya Nadia.

"Sejak semalam tante belum istirahat, kalau tante jatuh sakit juga kasihan paman" bujuk Nadia sembari menghampiri Tiara yang tidak juga membuka matanya.

"Titip Tiara, tante mau pulang dulu sekalian ambil baju, sepertinya tante akan bermalam di sini"

"Iya tante, gak usah buru-buru, Nadia akan jaga kak Tiara sampai tante datang"

"Terima kasih"

"Tenang saja, Tiara pasti baik-baik saja"kata Harimukti berusaha menenangkan Rahayu yang hanya tersenyum mendengar ucapannya sembari berlalu pergi.

"Di mana Adit?" tanya Harimukti saat teringat sejak pagi ia sama sekali tak melihat keponakannya, putra dari kakak sulungnya, terakhir kali ia hanya melihatnya tadi malam saat ia datang ke rumah sakit. Setelah itu ia tak bertemu lagi dengannya karena ia memutuskan pulang ke rumah sementara putra sulungnya berjaga di rumah sakit menemani kakaknya. Pagi-pagi sekali ia hanya mendengar suara mobil putra sulungnya dan sama sekali tidak sempat bertegur sapa dengannya.

"Kak Adit ada pemotretan tadi pagi dan katanya mau mampir ke kantor kak Tiara bentar buat ngasih tahu keadaan kak Tiara"

"Dan kau tidak ada pemotretan hari ini?" tanya Hadimukti saat teringat agenda kerja putrinya beberapa hari terakhir sangat padat dan tiba-tiba hari ini putrinya itu malah menemaninya ke rumah sakit.

"Hari ini tidak ada, besok baru ada pemotretan sekaligus shoting iklan"

"Ayah dengar kau dipasangkan dengan Raka"

"Ayah tahu?" tanya Nadia kaget karena sudah lama sekali ia tak pernah membicarakan tentang Raka yang dulu sering bertemu sang ayah saat berada di Sun Agensi. Dulu diawal kariernya Nadia sering sering mengantar jemput sang ayah saat masih menjadi model Sun Agensi, saat itu ayahnya belum menduduki jabatan politik apapun. Tapi beberapa tahun terakhir ini sejak menduduki jabatan gubernur Jawa Barat sang ayah menjadi sangat sibuk dan tak pernah lagi bisa mengantar jemput dirinya ke tempat kerja. Tapi tentu saja sang ayah belum lupa soal Raka yang dulu sering dilihatnya saat menjemput Nadia di kantor Sun Agensi.

"Beritanya sudah muncul di koran"

"Ah itu…" kata Nadia sama sekali tidak terkejut jika bergabungnya Raka dengan perusahaan mode milik sepupunya cukup menarik perhantian dan menjadi perbincangan banyak media.

"Jadi benar Nadia dipasangkan denganmu?"

"Iya, dan orang-orang pada meributkan soal itu" jelas Nadia yang jujur saja ia juga sedikit kesal dengan ulah beberapa orang yang meributkan skandal ibunda Raka. Nadia memang sempat mempermasalahkan hal itu tapi setelah melihat bagaimana partnernya itu sangat professional dalam pekerjaan ia merasa sikap orang-orang yang hanya meributkan skandal raga sangat berlebihan.

"Skandal yang dibuat ibunya dengan teman ayah cukup menggemparkan, jadi wajar kalau banyak yang membicarakannya" jelas Harimukti yang meski pun ia tidak banyak mengenal soal Raka tapi mengenai gossip serta berita heboh seputar skandal ibu pemuda itu dengan salah seorang rekannya tak bisa ia pungkiri cukup menggemparkan. Terlebih skadal itu membuat rekannya dipecat yang membuatnya kehilangan jabatan politiknya sebagai anggota dewan.

"Siapa yang kasih minuman ini, memangnya boleh pasien minum soda, ada-ada aja" kata Nadia saat melihat sebotol soda di atas almari baju dekat ranjang Tiara dan mendengarnya sang ayah bukannya menjawab malah terdiam sembari menatap ke arah pintu. Melihat sikap aneh sang ayah Nadia pun menoleh dan kaget bukan main saat melihat pemuda berwajah oriental bersama Ruby. Sontak saja karena kaget Nadia melepaskan botol minuman di tangannya yang langsung meluncur dengan mulus dan menghantam kakinya.

"Au….kakiku…" kata Nadia meringis sambil melompat-lompat di samping ranjang Tiara.

"Kau sedang apa?" tanya Ruby heran melihat tingkah aneh sepupunya itu.

"Kakiku kena botol" jawab Nadia kesal sembari membungkuk mengambil botol besar yang sempat menjatuhi kakinya tapi diam-diam masih memandang pria tampan bermata sipit itu. "Dia siapa?" tanya Nadia menatap Ruby yang berdisi di samping ayahnya. "Apa teman kencannya kak Tiara?" tambah Nadia blak-blakan sambil berusaha berdiri meskipun masih merasa sakit di kakinya tapi keberadaan pria di samping Ruby membuat Nadia teralihkan perhatiannya pada pria yang sepertinya belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Jangan sembarang bicara" tegur Ruby kesal mendengar ucapan Nadia.

"Ya siapa tahu, kak Tiarakan hobi kencan sama cowok-cowok ganteng"

"Berisik" kata Ruby tak ingin meladeni ucapan Nadia.

"Hei kau mau apa?" kata Nadia menatap pria berwajah oriental itu yang tiba-tiba menghampiri Tiara dan menyentuh tangan sepupunya. Melihat sikap lancang yang berani dilakukan pria asing bermata sipit itu sontak sana Nadia tak bisa tinggal diam, tapi saat ia hendak menyingkirkan pria itu dari samping Tiara gerakannya seketika terhenti ketika mendengar bagaimana pria itu memanggil sepupunya.

"Cuby…buka matamu" panggil pria bermata sipit itu dan mendengarnya Nadia langsung menghentikan gerakannya menatap ke arah pria bermata sipit itu yang entah kenapa memanggil Tiara dengan sebutan cuby, nama yang sering ia dengar terlontar dari mulut kakak sulung sepupunya itu.

"Kenapa kau memanggilnya cuby?" tanya Nadia menghampiri pria di hadapannya itu yang seketika mendongak mendengar pertanyaannya.

"Apa kau Akira?" kini giliran Harimukti bertanya.

"Menurut paman?"

avataravatar
Next chapter