11 Bagian 10

Kabar kecelakaan Unggul Suroso memang cukup mengejutkan dan hal itu menarik perhatian banyak orang termasuk kalangan wartawan hingga ketika Tiara tiba di rumah sakit sudah banyak wartawan berkumpul di depan rumah sakit. Namun saat ini Tiara tidak bisa meladeni pertanyaan para wartawan karena pikirannya sedang dalam keadaan kalut yang terlintas dalam benaknya hanya kondisi sang paman.

"Tiara" panggil sang ibunda setibanya Tiara di depan UGD dan betapa terkejutnya ia melihat ibundanya sudah tiba padahal ia pikir sang ibunda bahkan mungkin masih dalam perjalanan.

"Di mana paman?" tanya Tiara langsung.

"Tiara tenang dulu, dokter sedang memeriksanya, sebaiknya kita berdo'a" kata sang ibunda mencoba menenangkannya sementara tak jauh dari tempatnya berada tampak sang ayah berjalan mendekat. Tiara hanya menatap sekilas ayahnya dan kembali memandang ibundanya. Ia sedang tak ingin berdebat apa pun dengan ayahnya saat ini, karena itu meskipun melihat sang ayah ia tak mengatakan sepatah kata pun bahkan meski sang ayah berbicara dengannya dengan sikap yang seolah berusaha menenangkannya.

"Tak akan ada hal buruk yang terjadi" kata sang ayah dan lagi-lagi Tiara hanya diam.

Dalam keadaan seperti ini Rahayu sangat berharap ucapan suaminya akan cukup menenangkan putrinya tapi sayang hubungan mereka telah cukup lama menjadi demikian tegang hingga tak akan ada kata-kata sang suami mampu menenangkan kegelisahan putrinya.

"Bagaimana keadaannya?"

Tiara sontak menoleh mendengar suara tak asing itu. Seorang pria berbusana rapi dengan wajah yang sangat mirip ayahnya dengan rambut beruban tampak menatapnya. Pria itu Harimukti Soroso saudara kembar ayah Tiara yang sekalipun wajahnya sangat mirip sang ayah tapi melihatnya Tiara justru merasa jauh lebih tenang daripada melihat ayahnya sendiri. Kadang ia berharap jika saja ayahnya bisa memiliki tatapan mata dan raut wajah setenang itu betapa dirinya akan menjadi lebih tenang tapi sayangnya tidak demikian. Setiap kali mereka bertatapan selalu saja wajah tegang, tatapan tajam yang selalu mengarah padanya.

"Paman baru datang?"

"Iya, setelah mendapat kabar dari ayahmu, bagaimana kondisinya?" tanyanya menatap Tiara dan saudara kembarnya bergantian.

"Dokter sedang menanganinya, sampai saat ini mereka belum keluar dari UGD" jawab Hariadi yang tampak sekali raut wajahnya demikian tegang.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku juga tidak mengerti"

"Keluarga bapak Unggul" seorang pria dengan seragam operasi dan masker tergantung di lehernya muncul dari balik pintu UGD dan mendengar nama sang paman disebut Tiara langsung menghampirinya.

"Saya adiknya" kata Hariadi pada pria itu. "Bagaimana keadaan kakak saya?"

"Pendarahannya berhasil kami hentikan tapi kondisinya belum stabil, pasien banyak kehilangan darah akibat benturan keras di kepalanya"

"Lakukan sesuatu untuknya"

"Kami sudah berusaha, sekarang hanya tinggal menunggu pasien sadar"

"Boleh saya melihatnya?" sela Tiara.

"Setelah pasien dipindahkan" jawab dokter sembari berlalu pergi dari UGD dan tak lama kemudian Unggul Suroso dipindahkan dari UDG ke ruang rawat inap. Tidak lama berselang Tiara datang mengunjungi sang paman yang tampak kritis dengan berbagar peralatam medis menancap di tubuhnya. Tiara shock menyaksikan kondisinya dan ia pun seketika jatuh pingsan.

"Tiara!!!!"

***

Hari sudah hampir siang saat Raka terbangun dari tidurnya. Dengan setengah mengantuk ia menoleh ke arah jam dinding di sudut kamarnya yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Raka bergegas melompat dari ranjang dan berlari ke kamar mandi yang berada persis di samping kamarnya. Rani yang baru saja keluar dari kamar mandi nyaris tertabrak oleh tubuh kakaknya dan hanya terdiam bingung melihat sikap sang kakak yang terlihat begitu panik.

"Kak ada apa?" tanya Rani saat pintu kamar mandi ditutup dengan keras dan tiba-tiba suara berisik benda-benda berjatuhan terdengar dari dalam kamar mandi. Rani hanya bisa menatap heran ke pintu kamar mandi sembari mencoba mendengarkan suara-suara yang ada di dalam kamar mandi, berisik dengan suara keran yang tak kalah kerasnya.

"Permisi…" suara wanita terdengar dari arah pintu ruang tamu dan mendengarnya Rani sontak berlari turun menuju pintu ruang tamu. Begitu membuka pintu seorang wanita menegurnya dengan ramah dan senyum manis mengembang di bibir wanita itu. Rani menatapnya dengan tatapan heran dan berpikir sejenak kapan ia pernah melihatnya tapi rasa-rasanya ia tak pernah bertemu wanita itu. Wanita itu berpenampilan seperti orang-orang di desa kelahirannya polos tanpa makeup mencolok.

"Teteh[1] siapa?" tanya Rani pada wanita itu.

"Saya Neneng," kata wanita itu.

"Neneng?"

"Teh Dewi suruh saya kemari, katanya ada yang butuh pengasuh" kata wanita itu.

"Tapi di sini gak ada bayi" kata Rani heran sekaligus bingung kenapa sepupunya menyuruh pengasuh kemari padahal di rumahnya tidak ada bayi, orang paling muda di rumah ini adalah dirinya tapi ia sudah cukup besar dan tidak butuh seorang pengasuh untuk menjaganya.

"Tapi kata teh Dewi di rumah ini butuh pengasuh" kata wanita itu bersikeras.

"Tunggu sebentar, biar saya tanya kakak" kata Rani meninggalkan sejenak wanita bernama Neneng itu dan menghampiri sang kakak yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Ada apa?" tanya Raka saat melihat ekpresi wajah adiknya yang terlihat bingung.

"Kakak lagi cari pengasuh bayi buat siapa?" tanya Rani langsung.

"Pengasuh?" tanya Raka heran sekaligus bingung mendengar istilah pengasuh yang meluncur dari mulut adik bungsunya itu.

"Iya, di depan ada orang namanya Neneng, katanya dia disuruh kemari sama teh Dewi, dia bilang di rumah ini lagi cari pengasuh"

"Siapa yang cari pengasuh" gumam Raka heran karena seingatnya ia meminta sepupunya itu mencarikannya pembantu rumah tangga yang bisa menjaga adiknya dan bukannya pengasuh.

"Terus gimana kak?"

"Suruh dia masuk dulu saja, kakak biar bicara dulu sama teh Dewi" kata Raka meminta sang adik mempersilahkan wanita bernama Neneng itu masuk sembari berjalan ke kamarnya. Mendengar ucapan sang kakak Rani segera turun dan mempersilahkan wanita muda itu masuk ke rumahnya mempersilahkannya dengan sopan sambil sesekali mengomentari logat bicaranya yang seperti orang Sunda.

"Saya dari Ciwidey" jawab wanita itu saat mendengar komentar Rani.

"Terus kenapa teh Dewi suruh teteh kemari, di sinikan gak ada bayi"

"Soal itu saya gak tahu, katanya sepupu teh Dewi yang lagi cari orang buat…"

"Sepertinya teh Dewi salah tangkap" sela Raka yang tiba-tiba muncul dan melihat pemuda tampan di hadapannya sontak Neneng terdiam. Neneng bukan orang desa yang tidak tahu perkembangan berita tapi dia adalah orang desa yang sangat tahu perkembangan berita termasuk berita tentang kaum selebriti hingga saat melihat model tampan di hadapannya itu ia langsung mengenalinya karena dulu ia sering melihatnya di iklan-iklan TV.

"Salah tangkap?"

"Sebenarnya saya suruh dia cari orang buat bantu saya jaga Rani soalnya saya hampir setiap hari pulang malam jadi harus ada yang jaga Rani tapi maksud saya pembantu rumah tangga bukan pengasuh" kata Raka berusaha menjelaskan kesalah pahaman itu yang baru saja ia ketahui ketika menghubungi sepupunya dan ternyata benar sepupunya salah paham hingga menyuruh seorang pengasuh untuk datang ke rumahnya bukan sekedar pembantu rumah tangga.

"Kak, Rani udah gede gak perlu dijagain"

"Rani diam dulu," tegas Raka. "Jadi apa bisa aku meminta bantuanmu menjaga Rani dan melakukan beberapa pekerjaan rumah, teh Dewi bilang Neneng pernah menjadi pembantu rumah tangga"

"Bisa, saya juga bisa bersih-bersih rumah, cuci baju atau masak"

"Dan si bawel ini kau yakin bisa menjaganya selama aku pergi? aku mungkin akan sering pulang malam jadi aku butuh seseorang yang benar-benar bisa menjaganya, Dewi tak bisa seterusnya membantunya menjaga dia, jadi mau tidak mau aku harus mencari seseorang untuk mengantikan Dewi menjaganya" kata Raka sembari menunjuk adik perempuannya yang sedang merengut kesal. Raka tahu Rani tak akan begitu saja setuju karena Rani jelas akan menolak apalagi usianya yang sudah cukup besar untuk dijaga oleh seorang pengasuh. Tapi Raka, dia seorang kakak bagaimana mungkin ia biarkan adiknya sehari-hari tinggal di rumah sendiri mengurus rumah dan dirinya sendiri ketika ia tak ada di rumah sementara Dewi yang biasa membantunya menjaga Rani sudah tidak bisa membantunya lagi karena pekerjaan barunya yang cukup banyak menyita waktu. Terlebih lagi sang ayah yang bekerja di pabrik hampir setiap hari pulang larut dan baru kembali menjelang dini hari.

"Tuan tidak perlu khawatir, saya sudah pernah jadi pelayan pribadi anak dari majikan lama saya"

"Berapa usianya?" kata Raka sembari duduk di hadapan Neneng sementara Rani masih memasang mimik kesal. Raka ingin memastikan bahwa Neneng benar-benar bisa menjalankan tugasnya karena ia tak mau harus memecat seseorang karena tidak becus dalam pekerjaan, Raka sangat menghindari hal itu.

"SMP kelas dua"

"Sebaya dengan Rani, lalu kenapa berhenti?"

"Majikan saya dan keluarganya pindah keluar negeri, jadi karena saya tidak bisa ikut makanya saya milih berhenti"

"Kenapa?"

"Keluarga saya di Bandung, saya gak tega meninggalkan mereka ke luar negeri"

"Jadi karena itu kamu terima tawaran teh Dewi?"

"Iya" kata Neneng dan mendengar jawaban jujur dari calon pembantunya itu Raka hanya manggut-manggut mencoba mempertimbangkannya. Bagaimanapun si Neneng ini adalah orang dari desa kelahiran ayah dan adik bungsunya. Dia juga tetangga kakeknya di desa dan dari cerita sepupunya sepertinya Neneng cukup dekat dengan sepupunya juga keluarga besar ayahnya di desa. Bagi Raka tak ada alasan ia untuk menolaknya karena saat ini tak ada orang lain yang bisa ia percaya kecuali Neneng yang memang sudah cukup dekat dengan keluarga besar ayahnya meskipun Raka tidak mengenalnya. Terlebih sepupunya itu cukup mengenal baik siapa Neneng juga keluarganya yang sebagian besar dari mereka adalah buruh tani yang bekerja di lahan pertanian milik kakeknya.

"Oke, saya terima Neneng bekerja disini"

"Kak!!" protes Rani mendengar keputusan Raka.

"Rani tahukan kakak baru dapat kontrak dengan perusahaan besar dan kakak gak akan ada waktu untuk ngurus Rani sendiri, kakak butuh bantuan orang lain untuk membantu"

"Tapi Rani udah gede"

"Kakak tahu tapi kakak gak akan bisa tenang biarin Rani sendiri di rumah, ditambah lagi ayah sudah beberapa hari ini tidak pulang"

"Kakak…"

"Rani nurut saja, teteh ini baik, dia kenal dekat dengan keluarga kakek di desa"

"Tapi Rani gak kenal"

"Makanya kenalan, dan lagi kalau ada Neneng semua urusan di rumah bisa diurus sama Neneng, Rani hanya cukup konsentrasi belajar, semua kebutuhan Rani akan diurus Neneng, dia juga akan antar jemput Rani ke sekolah, masak makanan buat Rani dan menyiapkan semua keperluan Rani" jelas Raka panjang lebar berusaha membujuk Rani meski ia tak yakin adiknya itu akan setuju begitu saja. Rani bagaimana pun dia bukan gadis manja yang merasa terbebani hanya karena setumpuk pekerjaan rumah yang harus diurusnya lantaran tak punya pembantu. Hingga mendengar iming-iming kehidupan santai lantaran semua pekerjaan rumah diurus Neneng tak sertamerta membuatnya langsung menerima keputusan kakaknya begitu saja dengan memperkerjakan seorang pembantu rumah tangga untuk mengurus rumah dan keperluannya.

"Rani gak keberatan kok ngurusin semua pekerjaan rumah asal Rani jangan dititipi sama pengasuh bayi, Rani bukan anak kecil lagi kak" kata Rani masih saja menolak keputusan sang kakak.

"Kamar Neneng ada di dekat dapur, hari ini saya pulang malam, tolong jaga Rani" kata Raka tanpa menghiraukan protes adiknya.

"Kakak gak bisa kayak gini donk…"

"Sudah dulu, kakak harus segera berangkat, baik-baik sama Neneng, jangan buat ulah"

[1] kakak perempuan/panggilan kepada perempuan yang lebih tua usianya dari kita (bahasa Sunda)

avataravatar
Next chapter