webnovel

GERIMIS SENDU

WARNING (21+)!!! Harap bijak memilih bacaan. Terdapat adegan yang mungkin kurang nyaman. Atau kurang cocok untuk pembaca di bawah 21 tahun. seorang gadis yang hidupnya penuh dengan cobaan yang sama sekali tak pernah ia ingin hal itu terjadi dalam hidupnya. lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang selalu dipenuhi dengan kekerasan fisik maupun verbal. Ali, cowok satu angkatan yang jauh hati pada Davina meskipun awalnya mereka saling membencinya. Pria baik dan tulus pada Davina. Rico Hardinata, pria playboy yang punya segudang antrean wanita yang bisa dengan mudah ia dapatkan. Suatu ketika terjadi tragedi yang mengakibatkan kenangan indah akan masa sekolah berubah menjadi kenangan paling buruk untuk ketiganya.

YuiSakura · Urban
Not enough ratings
400 Chs

Pertolongan Dan Pertikaian

"Eh, ada apa?" tanya Ali ingin tahu.

"Ini di dalam ada orang ngga mau keluar. Jangan jangan ada orang mesum di dalam kelas takut ketahuan," ujar anak - anak itu.

Ali mengerutkan dahinya. Ia mencoba mengintip di dari balik celah pintu namun hanya melihat meja kursi yang ditumpuk di depan pintu.

"Ini, kan, kosong, sih?" tanya Ali.

"Iya, makanya. Masa kosong dikunci dari dalam?"

"Biasanya ini kelas dipake sama murid cewek buat ganti baju pas pelajaran olahraga," ucap salah satu diantara mereka.

Tiba tiba Ali tersadar akan sesuatu. Ia ingat kalau Davina tak terlihat sejak jam pelajaran olahraga.

"Kalian mau apa?" tanah Ali.

"Mau ganti pakaian, juga, sih. Sama nongkrong bentar sebelum latihan," ucap mereka.

"Ehm, gini, di ruang kelas depan kayaknya kosong. Kalian bisa ke sana dulu. Tadi aku lihat pelatihan Kalian udah datang kayaknya," ujar Ali.

"Eh, masak?" ujar mereka.

"Iya, buruan sana," ujar Ali.

"Oke, oke, makasih, ya!"

Anak anak itu segera bergegas pergi meninggalkan ruang kosong itu. Ali berusaha memastikan tak ada siapapun di tempat itu.

"Ehem, Davina! Vina!" panggil Ali. Namun tak ada sahutan.

Ali lantas berusaha membuka pintu ruangan itu. Tapi cukup sulit karena ada meja kursi yang menahan pintu itu dari dalam.

"Davina! Ini aku, Ali! Buka, Vin!"

"Pergi!" ucap Davina dari dalam.

"Vin! Kenapa? Ada apa? Eh,buka! Di sini cuma ada aku aja!"

"Engga mau!" pekik Davina dari dalam.

"Ada apa?" tanya Ali.

Davina bersikeras tak mau membukakan pintu ruangan itu. Dan Ali pun tetap memaksa. Ia berusaha keras untuk membuka pintu ruangan itu.

Beruntungnya, karena sudah hampir sore. Tak ada yang melintas di tempat itu.

BRAK!

Ali berhasil mendobrak pintu ruangan itu.

"Keluar! Keluar!" teriak Davina.

Ali melihat ke arah Davina yang hanya memakai kaos singlet. Terlihat jelas bra milik Davina yang dipakai karena kaosnya tembus pandang. Untungnya Davina memakai roknya. Sehingga tak terlalu terlihat polos.

Ali buru buru melepas jaketnya dan menutupi tubuh Davina dengan Davina.

"Pergi! Ali, pergi!" teriak Davina sambil menangis.

"Udah, diem! Engga ada siapa siapa! Di sini Cuma aku. Aku engga lihat apapun!" pekik Ali.

Davina tak mau menoleh ke arah Ali. Ia sangat malu. Bagaimana tidak, pria itu melihat tubuhnya. Dan kenapa harus dia selalu saja ada di saat saat memalukan baginya.

"Aku ambil tasmu dulu. Aku antar kamu pulang," ucap Ali.

Ali bergegas keluar, tak lupa ia menutup pintu ruangan itu. Ia bergegas ke kelas Davina untuk mengambil tas milik kekasihnya itu.

Tak sengaja ia melihat kemeja dan kaos olahraga Davina ada di loker samping tempat Davina duduk.

"Kog, ini di sini?" gumam Ali.

Tak ingin berlama - lama. Ali segera menghampiri Davina kembali. Ia menyerahkan pakaian Davina dan juga tasnya.

Ali menunggu Davina berpakaian di luar kelas. Pikirannya tak bisa ia hindarkan dadi kecurigaan kepada Ratna. Bagaimana bisa Ratna membawa pakaian Davina? Padahal ia teman sekelasnya.

"Udah," ucap Davina saat keluar dari ruangan itu. Wajahnya terlihat lesu dan masih malu malu bertemu Ali.

"Udah, dong. Jangan gitu. Aku engga apa apa, kog," ujar Ali.

"Aku malu," sahut Davina.

"Lagian cepat atau lambat, kan, aku juga bakal lihat semuanya," ucap Ali.

"Apa maksudnya?" pekik Davina.

Ali mengehela napas kasar ke arah Davina.

"Kalau kita nikah, kan aku juga bakal lihat semuanya," ucap Ali.

"Ni – nikah?"

"Lah, kamu ngga mau nikah?" tanya Ali.

"Tapi, kita, kan ... "

"Buat apa aku pacaran kalau engga ada tujuan ke sana?" sahut Ali.

Ucapan Ali sungguh di luar batas. Berpacaran dengannya saja sudah hal yang luar biasa. Menikah? Apa itu mungkin untuk Davina?

"Ayo kuantar pulang," ucap Ali sambil menarik tangan Davina. Namun Davina menepisnya.

"Di sekolah," ucap Davina.

Ali tersenyum dan mengalah kepada sang gadis.

***

Esoknya, Ali mengajak Ratna bertemu di ruang OSIS karena memang mereka berdua adalah anggota OSIS.

"kenapa, Li?" tanya Ratna yang sudah kege-eran karena Ali mengajaknya bertemu sembunyi sembunyi.

"Kamu kog jahat banget sama Davina, sih? Dia, kan, temen sekelasmu. Temen cewek satu satunya lagi di kelas," tegur Ali.

"Eh, apaan, sih, Ali? Kenapa tiba tiba marah sama aku?" ujar Ratna heran.

"Kami ambil pakaian Davina waktu ganti baju? Dia seharian di ruangan kosong engga berani keluar!" pekik Ali.

"Lah, kog, aku yang salah? Kan, aku ngga sengaja? Lagian salah sendiri ditumpuk jadi satu di pakaianku," sahut Ratna.

"Kamu bener bener, ya. Dia itu temen kamu sendiri, lho. Tega banget!"

"Aku udah bilang engga sengaja! Mana aku tahu kalau kebawa! Lagian dianya juga engga kenapa kenapa, kog. Baik baik aja. Kog kamu yang sewot? Kamu siapanya dia? Pacarnya?" Ratna terlihat kesal karena Ali malah menyalahkannya tanpa tahu duduk perkara sebenarnya.

"Iya, aku pacarnya. Kenapa? Awas, ya, kalau kamu jahatin dia lagi!" ancam Ali.

Pernyataan Ali bahwa ia adalah kekasih Davina benar benar membuat Ratna cemburu. Pria yang ia sukai, mengatakan bahwa ia adalah kekasih dari temannya yang jika dilihat secara kasat mata. Tak ada apa apanya dibandingkan Ratna yang sangat cantik dan menjadi primadona di sekolah.

"Kamu yakin dia anggap kamu pacarnya? Kamu jangan ngaku ngaku!" pekik Ratna.

"Mau ngaku atau engga, faktanya emang aku pacaran sama Davina. Kenapa? Kamu engga suka? Kenapa? Davina ngga lebih cantik dari kamu jadi engga boleh punya pacar?" pekik Ali.

PLAK!

"Ali kamu jahat!" ucap Ratna. Ia berlalu pergi meninggalkan Ali sendiri di ruang OSIS. Air mata Ratna menitik di pelupuk matanya. Namun ia segera menghapusnya sambil berjalan masuk ke kelas.

Ia segera mengambil tasnya yang berada di sebelah tempat duduk Davina. Lalu ia pindah ke tempat duduk lain.

"Kenapa pindah?" tanya Davina.

"Engga apa apa!" jawab Ratna dengan ketus.

Hal itu tentu saja membuat Davina heran. Namun ia tak ingin bertanya melihat betapa seriusnya raut wajah Ratna.

***

Pulang sekolah, Davina sudah ditunggu Ali di depan perpustakaan. Ratna melihat Ali memberi kode kepada Davina untuk ke perpustakaan. Davina sedikit tersenyum lalu hendak melangkah ke perpustakaan. Namun, Ratna tiba tiba merangkul lengan Davina.

"Jalan, yuk, Vi," ucap Ratna.

"Aah, aku engga bisa," sahut Davina.

"Kenapa? Mau jalan sama cowokmu?" sindir Ratna

"Cowok? Cowok mana?" sahut Davina pura pura tak mengerti.

"Yah, mana aku tahu. Kamu apa apa, kan, engga pernah bilang. Jadi mana aku tahu siapa pacar kamu," sahut Ratna.

"Engga ada," jawab Davina.

"Ya, udah ayo jalan," ajak Ratna.

"Emm ... "

"Kalau engga mau aku marah," ancam Ratna.

"Ya, udah, deh," sahut Davina.

Bersambung ...