9 GERALD:EUWY|| Sakit [✓]

Lenguhan kecil keluar dari bibir mungil seorang gadis yang terbungkus selimut tebal.

"Engh," perlahan gadis itu membuka matanya, yang pertama kali dia lihat adalah langit-langit kamar yang bernuansa abu-abu, dan hidungnya mencium aroma ruangan yang sedikit asing, baginya.

"udah bangun?" suara seseorang dari arah kanan.

Gina menoleh sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Gerald?" gadis itu kaget, pasalnya kenapa Gerald bisa disini. Dan Gina juga...

"Ini dimana?" tanyanya kaget seraya melihat sekeliling kamar yang begitu luas dan pastinya sangat rapi.

"Kamar gue," sahut Gerald lalu tiba-tiba menyentuh dahi Gina dengan punggung tangannya.

Gina terbungkam sambil menatap wajah Gerald yang ada dihadapannya.

"Masih sakit?" tanya cowok itu membuat Gina semakin tidak karuan.

"I i iya," jawabnya terbata-bata tanpa mengalihkan pandangannya.

"Lo kenapa bisa basah-basahan?" Lagi dan lagi cowok itu bertanya. Gina sedikit heran dengan sifat Gerald yang sangat susah ditebak.

"kehujanan," jawab Gina sekenanya.

Cowok itu mendengus, "Lo masih sakit hati karena ucapan gue?"

Gina terdiam lalu memilih mengalihkan pandangannya sambil memilin selimut.

"Maaf," ucap Gerald lalu duduk dipinggir kasur sambil mengusap rambut Gina lembut.

Mendapat perlakuan manis seperti itu membuat jantung Gina berdegup cepat.

Gina tidak kuat jika diperlakukan seperti ini, entah kenapa mendengar kata 'maaf' dari Gerald membuat hatinya sakit. Dan sekarang ditambah perlakuan manis dari cowok itu.

Ia berusaha bangun dengan kepalanya yang berat, seketika ia kaget melihat pakaiannya telah berganti.

Gerald yang paham langsung menjawab, "mami gue yang gantiin."

Gina menatap Gerald tak percaya, apa kata cowok itu tadi? 'maminya?" Wah Gina sepertinya akan gila sekarang. Bagaimana tidak, cowok ini semakin membuatnya jatuh cinta terlalu dalam.

"Gue mau pulang," kata Gina lalu berusaha bangkit berdiri namun ditahan cepat oleh cowok tampan itu.

"Lo masih sakit!" ucapnya.

Gadis mungil itu mengerutkan dahinya, jujur ia merasa binggung dengan sikap dan perlakuan Gerald yang berbeda dari biasanya.

"Lo punya dua kepribadian ya?" tanya Gina memicingkan matanya.

"Maksud Lo?" Gerald menaikkan sebelah alisnya.

"Lo beda tau gak, hari ini Lo tiba-tiba baik, terus besoknya cuek, jutek, dingin. Lo punya kepribadian ganda?" jelasnya lalu bertanya kembali.

Gerald menggeleng.

Gina menghela nafas panjang, percuma ia bertanya. Toh cowok itu tidak akan pernah paham, termasuk perasaannya.

Ceklek!

Pintu terbuka menampilkan wajah seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.

"Hallo Gina," sapa wanita itu ramah kemudian menyimpan semangkuk bubur di atas nakas.

"Ini buburnya, dimakan ya, Tante udah buatin." ujarnya lagi yang tak lain adalah Gigi, maminya Gerald.

Gina tersenyum kikuk, ia tak tahu harus merespon apa. Yang pasti, saat ini ia benar-benar malu.

"Yaudah Tante keluar dulu, kamu cepat sembuh ya."

"Makasih Tante, maaf ngerepotin." ucap Gina merasa tidak enak hati.

"Santai aja," Gigi tersenyum lalu segera keluar dari kamar Gerald.

Ketika maminya Gerald sudah keluar, Gina memegang dadanya yang deg-degan.

"Itu tadi mami, Lo?" tanyanya.

Gerald mengangguk sekali.

Suasana tiba-tiba canggung, Gerald sibuk dengan ponselnya dan masih duduk dipinggir kasur, sedangkan Gina sedari tadi menahan sakit kepalanya yang makin menjadi. Setelah memakan bubur dan minum obat, bukannya reda malah semakin menjadi.

"Shh," gadis mungil itu memukul-mukul kepalanya yang sakit, Gerald langsung mendongak dan melihat apa yang Gina lakukan.

Dengan cepat cowok itu menahan tangan Gina. " Jangan dipukul!" decaknya kesal.

"Kepala gue sakit banget, gue gak kuat!" ringis Gina memijit-memijit kepalanya.

Entah dorongan dari mana, cowok itu langsung menarik tubuh kecil Gina dan memeluknya, lalu mengelus kepala gadis itu pelan.

"Gerald," panggil Gina yang berada di dekapan cowok itu.

Gerald tidak menjawab, dia masih setia memeluk Gina.

Dalam hati, Gina berteriak kencang, ia sangat senang. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan langka ini, ia pun membalas pelukan Gerald.

Sekitar sepuluh menit, Gerald sudah tidak merasakan pergerakan apapun dari Gina, bahkan tangannya yang melingkar ditubuhnya melongar ditambah deru nafas yang sangat tenang menerpa lehernya.

Gerald melepaskan pelukannya dan membaringkan tubuh Gina diatas kasur dan menyelimutinya hingga leher.

Cowok itu terus menatap wajah Gina yang masih terlihat pucat, entah kenapa ketika melihat wajah gadis itu membuatnya sedikit berdebar, apalagi suara cempreng yang selalu memanggilnya disepanjang koridor.

Sadar akan apa yang ia pikirkan, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya agar membuang wajah dan suara Gina yang terus terngiang-ngiang di kepalanya.

Cowok itu bangkit berdiri dan keluar dari kamarnya untuk menenangkan dan merefresh otaknya yang sudah dipenuhi oleh gadis gila itu.

Sore harinya, keadaan Gina sedikit membaik. Satu hari full ia tidak pulang kerumahnya dan tidak mengabari ibunya. Ia yakin wanita paruh baya itu pasti mengkhawatirkan dirinya.

Kini Gina berdiri di balkon kamar Gerald sambil menikmati angin yang menerpa wajah dan rambutnya.

Tanpa ia sadari, sedari tadi seseorang menatapnya lekat dari arah belakang.

Gina menghela nafas, Dia sebenarnya malas untuk pulang ke rumah apalagi bertemu dengan ayahnya yang kejam itu, ia masih tidak sanggup dengan perlakuan kasar dan umpatan-umpatan yang keluar dari mulut ayahnya.

Air matanya tiba-tiba menetes, dadanya sesak. Kapan ia punya keluarga yang bahagia. Semakin lama, bukan kebahagiaan yang ia lihat, melainkan kehancuran keluarganya, dan ia juga semakin muak dengan semua itu. Ia berjanji akan segera membawa mamanya pergi jauh dari hidup ayahnya untuk selama-lamanya. Ia pastikan itu!

"Lo masih sakit, kenapa disini?" suara seseorang menginterupsi membuat Gina refleks berbalik kebelakang.

Gadis itu segera menghapus air matanya dan berjalan mendekati Gerald.

"Gue udah sembuh, bisa anterin gue pulang gak?" pintanya, sejujurnya Gina masih merasa tidak enak badan. Tapi jika berlama-lama di rumah Gerald membuatnya tidak enak hati, apalagi dengan kedua orangtua Gerald yang sangat baik kepadanya.

Gerald mengangkat tangannya dan menempeli punggung tangannya di dahi Gina. Hangat itulah yang ia rasakan.

"Lo masih sakit," katanya lalu menjauhkan tangannya lagi.

"Gue mau pulang Gerald, gue gak enak sama Lo dan orangtua Lo, apalagi Lo bolos sekolah kan?" jelasnya kemudian bertanya memastikan.

"Ini hati Sabtu," jawab Gerald.

Gina sedikit terkejut, ternyata ia lupa jika hari ini adalah hari Sabtu, yang tentunya hari libur untuk semua anak sekolah.

"Gue lupa hehe," cengir nya. "Eh tapi Lo harus anterin gue ya, gue udah kangen sama rumah," pintanya.

"Kengen? Emangnya bokap nyokap Lo udah baikan?" Ceplos Gerald.

Cetar!

Seolah ada petir disiang bolong, Gina tidak menjawab pertanyaan cowok itu. Gadis itu mematung sambil menatap wajah Gerald yang datar.

"Mulut Lo kek cabe, sekali ngomong langsung nusuk ke hati," cibirnya sinis.

"Lah, kan Lo per_"

"Udah! Udah! Nggak usah di jelasin!" potongnya cepat, saat ini ia sedang tidak ingin membicarakan masalah Keluarganya.

[Sudah direvisi✓]

avataravatar
Next chapter