8 GERALD:EUWY|| Gina... [✓]

Gina benar-benar sakit hati, bahkan sampai sekarang ia belum pulang ke rumah. Gadis itu terus berjalan dengan langkah kecilnya menyusui trotoar jalan dengan tangis yang tidak reda dari tadi.

"Kenapa jatuh cinta sakit banget hiks," gadis itu kemudian menghentikan langkahnya lalu memilih duduk dipinggir trotoar.

Dia menghapus air matanya kemudian mendongak ke atas, menatap langit sore yang terlihat mendung seperti hatinya saat ini.

Seragam sekolah gadis itu masih lengkap dengan backpack nya juga. Sejak Gerald telah mematahkan hatinya, Gina tidak ada niat untuk pulang. Pikiran dan hatinya sedang kacau, jadi gadis itu memilih untuk berjalan hingga lelah.

"Kata orang jatuh cinta itu menyenangkan, tapi kenapa aku rasain nya sakit banget sampe ke tulang belakang?" Gina ber monolong sambil menunduk menatap sepatunya.

"Apa iya aku harus nyerah buat dapetin Gerlad?"

Gina menghembuskan nafasnya, pilihan hanya ada ditangan gadis itu. Ia sendirilah yang harus menentukan pilihannya, bertahan dan berjuang atau menyerah dan melupakan Gerald yang ia sukai.

"Kalau gue nyerah, gue gak bakal dapat apa-apa. Tapi, kalau gue tetep berjuang, gue bakal terus-terusan sakit atau bahkan, nggak tahu perjuangan gue itu sia-sia atau enggak," ujarnya masih menimang keputusan yang akan dipilihnya.

"Gerald bilang gue murahan, masa iya gue berjuang pakai cara mahal? Gimana caranya? Ngada-ngada emang si Gerald," Gina menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir.

"Tapi gue suka!" Lanjutnya lalu menyembunyikan wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.

Tiba-tiba saja Gina teringat perlakuan Gerald padanya, semburat merah dan senyum manisnya langsung hilang.

"Udah disakitin masih aja gue bucinin Gerald, kalo udah cinta sama seseorang pasti bawaannya gila terus," ujarnya cemberut.

Rintik hujan tiba-tiba turun, membuat Gina mendongak ke atas, kemudian gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat berlindung. Tapi sayang, jalanan ini sepi, tidak ada halte ataupun toko yang bisa dijadikan tempat berteduh.

Dengan terpaksa dia berlari sekencang mungkin untuk mencari tempat berlindung. Namun usahanya gagal karena hujan turun dengan lebat membuat seragam dan backpack nya basah.

"Yah," lirihnya.

Tidak menyerah, Gina melanjutkan langkahnya mencari tempat berlindung, dan tepat disebut kedai kecil yang sudah tutup, gadis itu langsung berlindung disana.

"Gue udah basah, percuma dong gue berlindung? Tapi lebih baik berlindung sih, dari pada gue lanjut dan ujung-ujungnya sakit dan akhirnya gak bisa ketemu Gerald lagi, kan gak banget!" ujarnya lalu membuka tas mencari saput tangan untuk mengelap wajah nya.

Pergerakan nya terhenti saat menyadari apa yang ia ucapkan. "Kepikiran Gerald lagi kan? Ish!" Gina memukul kepalanya untuk menghilangkan wajah datar Gerald dari pikirannya, namun sia-sia karena cowok itu telah memenuhi otaknya sampai sekarang.

"TERSERAH! TERSERAH LO DEH GER! PENUHIN AJA OTAK GUE SAMPE MELEDAK! LO UDAH JAHAT SAMA GUE TAPI MASIH AJA GUE BUCININ LO! UDAH SARAP EMANG GUE?!" teriak Gina frustasi, untung saja tidak ada orang. Jika ada, pasti orang mengira gadis itu sudah gila.

Disisi yang lain, Gerald dan Vian sedang main game online di ponselnya. Kedua cowok itu terlihat serius.

"Atas Ger atas!" seru Vian.

Tak lama game yang mereka main telah selesai, Vian sudah tepar di atas tempat tidur Gerald. Ya, cowok itu sedang bermain ke rumah Gerald.

"Ger!" Panggil Vian.

Gerald yang duduk dan masih sibuk dengan ponsel pun menoleh.

"Pas gue tadi mau kesini, gue lihat Gina jalan sendiri, dia masih pakai seragam, nggak tau mau kemana tuh anak, sambil nangis lagi." ujarnya pada Gerald yang masih bergeming ditempat.

"Sendiri?" tanya Gerald memastikan.

Vian bangkit mengubah posisi nya menjadi duduk. "Iya sendiri," angguknya.

Entah kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi tak karuan sekarang, ia mengingat kejadian tempo hari, dimana Gina hampir dilecehkan oleh seorang preman.

Tanpa ba-bi-bu, ia langsung bangkit dan mengambil jaket serta kunci motornya.

"Mau kemana Ger?" tanya Vian binggung.

"Gina," hanya satu kata sudah membuat Vian mengerti. Cowok itu langsung bungkam dan hanya menatap kepergian Gerald setelah melewati pintu kamarnya.

"Lo suka Ger sama Gina?" terlambat, sudah terlambat Vian bertanya, sedangkan Gerald sudah pergi dengan motor besarnya.

Seorang cowok menrutuki dirinya sendiri, cowok itu merasa bersalah sekarang. Ia tahu kenapa Gina belum pulang kerumahnya saat Vian mengadu tadi.

Pasti ini gara-gara ucapannya yang tidak disaring dulu tadi siang di gudang.

Gerald membelah jalan raya yang basah karena tadi turun hujan, cowok itu semakin khawatir karena ini sudah larut malam. Kenapa Vian tidak bilang dari tadi sih?! Batinnya kesal.

Dari kejauhan ia melihat ada seorang gadis yang duduk di kedai kecil yang sudah tutup, gadis itu duduk memeluk lututnya kedinginan.

Sudah bisa Gerald tebak, gadis itu adalah Gina. Cowok jangkung itu menghentikan motornya kemudian berhenti didepan kedai tersebut dan turun dari motornya.

Dari kondisi Gina yang ia lihat, gadis itu sudah basah kuyup. Pasti kehujanan tebaknya.

"Gin," panggil Gerald berjongkok menyamakan tingginya dengan Gina yang meringkuk kedinginan.

Tidak ada sahutan sama sekali dari gadis itu membuat tangan Gerald reflek bergerak memegang bahu gadis itu.

"Gin," panggilnya lagi.

Suhu tubuh gadis itu sangat panas ketika tersentuh kulit dan terasa seperti tersengat listrik.

"Gin," panggilnya lagi lalu memegang kedua bahu gadis itu yang masih menunduk.

Saat gadis itu mendongak, Gerald melihat wajah dan bibir Gina yang pucat seperti orang demam.

"Ge~ Ge~ Gerald?" lirihnya terbata-bata.

Cowok tampan itu menyentuh dahi Gina. Panas, itu lah yang ia rasakan.

Tiba-tiba saja tubuh mungil Gina ambruk, untung Gerald yang sigap langsung menahan tubuh mungil itu.

"Gina!" seru Gerald semakin panik, "bangun Gin!" Cowok itu menepuk-nepuk kedua pipi Gina, namun sayang tidak ada lenguhan ataupun reaksi dari tubuhnya.

Gerald semakin panik, ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"An! Bawa mobil gue cepat! Alamatnya dijalan Mangga yang ada kedai dipinggir jalan!" ujar Gerald cepat.

"Lo ngapain disana?" tanya Vian dari sambungan ponsel.

"Cepat! Gue tunggu!"

Tut

Gerald memutuskan sambungannya dan kembali memasukan ponselnya disaku. Cowok itu berusaha membuat Gina sadar dengan menepuk-nepuk pipinya yang terasa hangat dikulitnya

Tak lama, Vian datang dengan mobil Gerald, cowok itu langsung turun dari mobil tersebut dan menghampiri Gerald yang sudah memeluk Gina.

"Gina kenapa?" tanya Vian terkejut.

Cowok itu tidak membalas pertanyaan Vian. "Buka pintunya cepat!" titahnya.

Vian merasa binggung dengan reaksi Gerald yang seperti orang panik dan khawatir. Ini anak kenapa? Tanyanya dalam hati.

"Lo bawa motor gue!" Gerald melempar kunci motornya pada Vian yang masih melongo apa yang Gerald lakukan tadi.

Gerald menggenggam tangan mungil Gina yang hangat, cowok itu sesekali melirik wajah Gina yang pucat.

"Gin..." lirih nya semakin mengeratkan genggamannya.

[Sudah direvisi✓]

avataravatar
Next chapter