13 GERALD:EUWY|| Cerai

Gina diam, ia hanya mengamati apa yang ia lihat. Semua sudah jelas, ia menatap surat perceraian yang ada dihadapannya. Mama dan papanya sudah resmi bercerai.

Kini Rita duduk sambil menangis, sedangkan Tomi hanya diam menatap anak dan MANTAN istrinya itu datar.

"Ayah dan dia sudah bercerai, dan kamu ikut papa," ujar Tomi pada Gina.

air mata Gina mengalir, ia tidak terisak. Gadis itu menatap miris mama dan ayahnya.

"Tapi Gina mau sama mama yah," kata Gina.

"TIDAK! DIA BUKAN IBU KANDUNG KAMU?! KAMU BAKAL TETAP IKUT AYAH!"  bentak Tomi murka.

"Tap_"

"TIDAK ADA TAPI-TAPIAN!" Tomi bangkit berdiri kemudian menyeret Gina dari pelukan Rita mantan istrinya yang masih menangis.

"KAMU KELUAR DARI RUMAH SAYA! SAYA DAN KAMU SUDAH TIDAK ADA HUBUNGAN APA-APA LAGI!" usir Tomi pada Rita.

Wanita itu menghapus air matanya kemudian berdiri dan menyeretnya kopernya pergi.

Gina yang di tahan Tomi langsung berteriak, "GAK! MAMA GAK BOLEH PERGI! GAK! MAMA!!!"

Rita hanya menoleh sekali, kemudian melangkahkan kakinya pergi dari rumah tersebut. Untuk apa ia berlama-lama di sana, benar kata Gina dulu, semakin ia bertahan maka akan semakin terluka. Bodohnya ia tetap mempertahankan hubungan yang memang tidak pernah bisa menyatu.

Semuanya sudah selesai, ia tidak akan bisa lagi memimpikan hubungan dan keluarga yang bahagia, semuanya hanya khayalan semata.

"Yah! Mama pergi Yah! Kejar mama Yah! Kejar mama!" Gina meronta-ronta ketika ditarik ayahnya untuk ke kamar. Gadis itu menangis sejadi-jadinya melihat tidak ada lagi punggung rapuh mamanya.

Tomi mendorong Gina masuk ke kamarnya dan langsung menguncinya dari luar.

"KAMU SEMENTARA AYAH KURUNG, AYAH TIDAK AKAN MEMBIARKAN KAMU MENYUSUL PEREMPUAN JALANG ITU!"

Brak!

Brak!

"YAH BUKA PINTUNYA! GINA MAU SAMA MAMA! GINA GAK MAU TINGGAL SAMA AYAH!" gadis itu terus memukul-mukul pintu kamar dan juga mencoba mendobraknya.

Tidak ada lagi sahutan, gadis itu menyerah. Tidak ada gunanya lagi berteriak dan menahan mamanya pergi. Apa yang ia pertahankan semuanya sudah sia-sia.

Gina itu merosot dibalik pintu dan memeluk kakinya kemudian terisak keras.

"ARGH!!! KENAPA AKHIRNYA SEPERTI INI?! GINA MAU KELUARGA YANG UTUH TUHAN! GINA PENGEN BAHAGIA! ARGH!!!" Gina mengacak-acak rambutnya frustasi.

Masih menangis tersedu-sedu, ia mendongak menatap meja belajarnya, lebih tepatnya menatap bingkai yang terdapat foto keluarga nya. Dengan pelan ia bangkit berdiri dan menghampiri meja belajarnya dan mengambil bingkai tersebut.

Difoto itu ada Ayah, Mama, dan juga Gina yang berpose dengan wajah datar kecuali Gina yang tersenyum sumringah.

Dengan perasaan kecewa gadis itu melempar foto tersebut hingga bingkai dan kacanya hancur.

Ia kembali merosot kebawah, menangis sejadi-jadinya hari itu. Gina merasa sendiri, dan akan terus seperti itu.

Berbeda dengan dua gadis yang duduk di kantin. Dinda dan Riri menyantap makanannya dengan tidak selera, dari sore kemarin sahabatnya yang satu tidak ada kabar sama sekali dan membuat keduanya sangat khawatir.

"Gina kemana sih? Kok gak ada kabar sama sekali?" gerutu Dinda menusuk cilok nya dengan kasar.

"Lo mau nanya siapa? Sedangkan gue juga gak tahu," sahut Riri.

"Gimana kalo nanti pulang sekolah kita kerumahnya Gina?" saran Dinda langsung mendapat anggukan dari Riri.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu, Dinda dan Riri sudah berada di halte untuk menunggu angkot untuk ke rumah Gina.

Saat angkot itu berhenti di halte keduanya langsung naik bersama siswa yang lain.

Sesampainya di rumah Gina, kedua gadis itu menatap pagar rumah Gina yang tertutup rapat.

"Coba Lo telpon Gina sekali lagi, siapa tau udah aktif hp nya." suruh Riri.

Dinda menelpon Gina, namun tetap tidak aktif nomornya.

"Gina kemana sih? Buat khawatir aja tuh anak!" gerutu Dinda.

Brak! Brak! Brak!

Riri mengetuk pagar tersebut dengan batu, "PERMISI! ADA ORANG NIH!" teriak gadis itu.

"HALLO!!! ADA ORANG DI SANA?!!!!!" tambah Dinda tak kalah nyaring.

Tak lama ada seorang satpam berlari ke arah mereka dan menatap kedua gadis yang ada diluar pagar itu dengan heran.

"Temennya Non Gina ya?" tanya satpam tersebut.

Kedua gadis itu lantas langsung mengangguk cepat. "Iya pak Gina nya ada di rumah?" tanya Riri.

"Ada, sebentar bapak buka pagar nya dulu," kata pak satpam tersebut.

"Non berdua masuk aja," pak satpam mempersilahkan kedua siswi SMA itu.

Dinda dan Riri masuk kemudian harus mengetuk pintu rumah Gina lagi.

Tingnong!

Riri memencet bel rumah dan tak lama pintunya terbuka.

Ceklek!

"Eh temennya Non Gina ya?" tanya ART yang bernama bik Siti itu.

"Iya bik, Gina nya ada Bik?" tanya Dinda ramah.

"Ada, masuk aja Non, Non Gina nya ada di kamar dari kemarin gak turun-turun," kata bik Siti.

"Gak keluar kamar?!" tanya Dinda sedikit kaget.

"Iya Non, udah bibik panggil-panggil tapi gak nyaut sama sekali," jelas bik Siti.

"Sebelumnya ada masalah ya bik?" Kini Riri yang bertanya dengan hati-hati.

"Hmm, tanya aja sama Non Gina nya aja ya Non, bibik gak bisa jelasin selengkap dan serincinya," kata bik Siti.

"Ya udah bik saya temen saya keatas dulu ya, kita mau coba bujuk Gina," pamit Dinda lalu menarik Riri.

Tok! Tok! Tok!

Dinda mengetuk pintu kamar Gina hati-hati.

"Ngetuk pintu tuh yang bener! Perlu gue ajarin sekalian?" sinis Riri geram dengan Dinda yang pelan sekali saat mengetuk pintu.

TOK! TOK! TOK!

"WOE GIN! BUKA PINTU KAMAR LO WOE! INI GUE SAMA DINDA! KALO LO NGGAK BUKA GUE DOBRAK NIH!" teriak Riri keras.

Dinda meringis takut, gadis itu langsung menutup mulut sahabatnya itu. "Sttttt! Kalo Lo mau berantem jangan disini! Bisa-bisa diusir kita bego!"

Riri tidak peduli, ia menepis tangan Dinda kemudian mengetuk pintu kamar Gina dengan keras lagi.

TOK! TOK! TOK!

"BUKA WOE! GUE TAU LO ADA DIDALAM! KALO LO BENERAN GAK BUKA! GUE DOBRAK! LO BUDEG YA GIN! WOE!!"

Plak!

Dinda memukul bahu Riri kuat. "Sekali lagi Lo kayak gitu beneran gue seret Lo keluar ya!" ancam Dinda menatap Riri tajam, sedangkan yang diancam sama sekali tidak takut.

"Apa?!" tanya Riri ngegas.

"Lo yang apa?!" balas Dinda tak kalah galak.

"Kalo Lo ngetuk nya kek orang gak makan gak bakal denger Gina nya bego!" hina Riri.

"Lo bilang gue apa tadi?!"

"BE-GO!" ulang Riri dengan penuh penekanan.

"Lo yang bego!" Keduanya terus berseteru sambil menjambak-jambak rambut satu sama lain.

Ceklek!

Pintu terbuka, dan Dinda dan Riri lantas langsung menghentikan perkelahian, lalu menatap pintu yang terbuka sedikit.

Riri mengambil alih memegang kenop pintu dan mendorongnya.

"Gina?"

avataravatar
Next chapter