1 1. Keluarga harmonis, tapi...

Perkenalkan namaku Kim Daehyun. Umurku 12 tahun, baru lulus SD beberapa hari yang lalu. Sudah 3 tahun aku tinggal bersama kerabat jauh Halmeoni, sejak ia meninggal. Kenapa aku tidak tinggal dengan orang tuaku? Itu karena Eomma meninggal setelah melahirkanku, sedangkan Appa... ia pergi entah ke mana. Itu yang Halmeoni katakan kepadaku. Aku bahkan tidak pernah melihat wajah mereka. Halmeoni mengatakan bahwa semua foto album tentang keluargaku hilang. Sangat membingungkan, tapi ya... mungkin faktor usia jadi Halmeoni lupa dimana terakhir menaruhnya.

Pindah rumah berarti mengharuskanku pindah sekolah juga 3 tahun yang lalu karena aku dan Halmeoni tinggal di kota sebelah, yang mengharuskanku naik kereta dan bus untuk sampai ke rumah kerabat Halmeoni. 

Youngnam Imo, dia sangat baik dan memberiku perhatian layaknya anak sendiri.

Sedangkan suaminya, Sungwoong Samcheon. Pria itu... lewati saja. Aku membencinya.

Anak pertama.  Taeil Hyung, dia adalah mahasiswa tahun kedua. Ia selalu mendapatkan nilai 90 ke atas di setiap mata pelajaran, dia bahkan terkadang di tunjuk oleh dosennya untuk mewakili kampus di acara yang bergengsi.

Anak kedua, Doyoung Hyung. Ia sangat jago dalam hal bela diri, berkat kehebatannya itu ia telah mendapatkan medali dan penghargaan yang sangat banyak.

Keluarga yang cukup harmonis, tapi... sayangnya tidak semua menganggapku sebagai anggota keluarga mereka. Aku hanya dianggap angin oleh tiga pria itu. Hanya Imo yang selalu berada di sampingku dan menganggapku ada.

Menurut mereka, aku tidak sepintar Taeil Hyung dan juga tidak sekuat Doyoung Hyung. Mungkin itu alasannya mereka membenciku, atau bisa dibilang kecewa karena aku tidak membawa dampak apa-apa. Pernah sekali paman berjanji kepadaku kalau aku dapat nilai 100 di ulangan Bhs. Inggris maka dia akan membelikanku apa pun yang kumau. Tentu saja aku tidak melewatkannya dan memberikannya nilai ulangan yang ia mau. Waktu itu, aku berlari menuju rumah untuk menunjukkannya kepada mereka.

"Kuharap mereka telah pulang," batinku sambil membuka pintu rumah. Aku mendengar suara mereka di ruang keluarga.

Aku berjalan dengan percaya diri dan berharap mendapatkan janji yang Samcheon katakan. Tapi itu hanya sementara saja, rasa senang itu hilang dan berubah menjadi kecewa.

Aku melihat Taeil Hyung membawa begitu banyak lembaran hasil ujian dan nilainya sangat memuaskan, semua nilainya diatas 95, tentu saja ada 100. Doyoung Hyung membawa pulang medali dan piala yang sangat besar.

Paman melihatku berada di balik tembok, saat aku baru saja ingin melangkah mundur dan mengendap-endap menuju kamarku karena sudah pasti dia tidak akan menepati janjinya.

"Oh, Daehyun. Kemari dan perlihatkan hasil ujianmu."

Aku berjalan ke arah mereka dengan memegang hasil kertas jawabanku. Aku memberikannya dan tidak lama kemudian aku mendengar suara tawa merendahkanku.

"Kenapa hanya ini? Tunjukkan semua," kata Doyoung lalu merebut ranselku dan mengeluarkannya semua isi ranselku. Semua isinya telah berada di lantai, berserakan bahkan terinjak. Sengaja atau tidak, aku hanya bisa menahan diriku.

Taeil Hyung memungut semua lembaran ujian lalu memberikannya ke Samcheon.

"80, 85... apa kau belajar?"

"Iya."

"Kenapa hanya ada satu yang nilainya sempurna?"

"Karena Samcheon hanya mengatakan nilai 100 pada mata pelajaran itu."

Ia menghela nafas panjang. Menaruh hasil ujianku lalu berjalan menuju pintu keluar.

"Taeil, Doyoung, ikut Appa keluar. Kita akan makan di luar. Youngnam, kuharap kau ikut." Kedua Hyung langsung mengikutinya.

Tinggal aku dan Imo yang berada di ruang keluarga. Ia membantuku memungut semua barang-barangku.

"Daehyun, Kau telah melakukan yang terbaik. Lihat, nilaimu juga bagus, tidak ada nilai merah," kata Youngnam sambil melihat nilai ujian milikku lalu memberikannya kepadaku. "Maafkan aku, aku tidak bisa berbicara dengannya jika ekspresinya seperti itu. Aku telah menyiapkan makanan di meja."

"Terima kasih. Lebih baik Imo cepat menyusul mereka," sahutku.

Youngnam Ahjumma terdiam lalu memelukku erat.

"Maafkan Imo."

"Tidak apa-apa. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah membuat Imo sedih."

Setelah kepergian mereka, aku segera memakan makanan yang tekah Imo siapkan lalu mengecek ponselku. Mereka makan malam di restoran yang mewah, aku melihatnya dari sosial media Doyoung Hyung, tapi tentu saja kami tidak saling mengikuti.

Wajah bahagia dan hangat memenuhi foto itu. Benar-benar sangat membuatku iri dan lelah.

Bisa di katakan...

Aku lelah berpura-pura.

Semua itu hanya kebohongan semataku kepada mereka untuk terus bermain di dalam permainannya. Berperan sebagai anak yang menyedihkan. Aku tahu jika Samcheon sangat gila dengan namanya uang, nilai, pujian, dan penghargaan. Pernah sekali aku ikut lomba membaca teks berbahasa inggris antar SD dan aku juara 1. Dia yang tidak pernah datang bahkan peduli tentang lomba itu tiba-tiba menjadi pendampingku untuk mengambil medali dan penghargaanku. Dia mendapatkan begitu banyak pujian dari para juri dan orang tua peserta lain bahwa ia telah mendidikku dengan sangat baik. Mendidikku? Itu hanya omong kosong dan aku tidak menyukainya!

Aku tidak mau di manfaatkan olehnya, makanya di setiap ulangan aku sengaja menjawab salah beberapa soal, setidaknya tidak sampai merah. Kecuali mata pelajaran Bhs. Inggris karena jika nilaiku turun, dia akan menyuruhku pergi bimbel yang mata pelajarannya sangat lambat dan aku telah menguasai semuanya.

Aku cukup penasaran bagaimana reaksi Samcheon saat mengetahui rahasia Taeil Hyung dan Doyoung Hyung selama ini untuk menggapai prestasinya, ya? Entahlah. Aku tidak ingin memberitahunya karena jika Samcheon tahu maka Imo juga akan tahu. Aku tidak ingin melihat Imi sedih karena dua Hyung itu.

Yang kutahu, mereka menggunakan cara licik untuk menggapainya. Bisa dikatakan itu bukanlah prestasi yang patut di banggakan.

"Jika diingat-ingat, aku berbakat juga jadi aktor," gumamku lalu terus berjalan menuju rumah setelah pergi membeli bahan makan malam pesanan Imo.

Sangat melelahkan karena bahan-bahan yang ia butuhkan sangat banyak dan jarang di jual di sekitaran sini. Jadi aku harus pergi ke pusat perbelanjaan sejauh 3 halte bus itu. Aku baru sadar telah meluangkan waktuku selama 2 jam untuk berbelanja. Aku harap Imo tidak marah, lagi pula sekarang masih jam 5 sore.

"Youngnam Imo, aku telah membeli bahan yang kau sebutkan," kataku saat memasuki rumah, tapi aku tidak mendengar balasannya.

"Imo?" Aku berjalan ke arah dapur dan tidak menemukannya. Lebih tepatnya mereka tidak ada di rumah. Apa mereka pergi lagi? Jika iya aku harap mereka memberitahuku lebih awal agar aku tidak mencari mereka.

Langit telah gelap, tapi tidak ada satu pun dari mereka pulang. Aku juga telah menghubungi ponsel Imo, tapi tidak ada jawaban. Mereka ada di mana? Biasanya jam segini mereka telah pulang.

Ding... dong...

Aku segera berlari menuju pintu dan membukanya.

"Apa Anda yang bernama Kim Daehyun?" tanya seorang tukang pos.

"Eh... iya," jawabku lalu mengambil surat yang ia berikan.

Aku kembali ke ruang keluarga dan menatap surat yang kuterima. Aku tidak pernah mendapatkan sebuah surat sebelumnya. Aku membuka dan segera membacanya, tanpa berpikir lama aku tahu ini tulisan Bibi.

"Daehyun-na, maaf kami tidak bisa pulang beberapa hari ke depan. Aku, Taeil, Doyoung, dan Sungwoong mempunyai urusan di luar kota dan tidak bisa membawamu bersama kami. Sekarang kau sudah besar, kan? Pasti berani untuk tinggal sendiri. Aku telah menyimpan cukup banyak uang di lemari bajuku untuk keperluanmu sehari-hari, gunakan dengan baik. Jangan sungkan menggunakannya karena uang itu sekarang milikmu. Maaf kami tidak bisa membawamu.

Aku menyayangimu."

Ini benar-benar tulisan Imo, tapi kenapa tulisannya berantakan di dua kalimat terakhir? Selama ini Imo merupakan orang yang rapi makanya dia di tunjuk menjadi sekretaris di kantornya.

Aku menutup surat itu lalu melemparnya hingga jatuh di bawah meja. Ini adalah sekian kalinya mereka pergi entah ke mana meninggalkanku sendiri di rumah. Apa mereka tidak pernah memikirkan keselamatanku jika di tinggalkan sendiri? Entahlah. Tapi masalah keselamatan dan perlindungan diri, aku telah berlatih secara otodidak dari Video, pertandingan, dan bahkan film. Tapi hanya skill menghindar dan bertahan saja. Aku bahkan mahir menggunakan katapelku, mungkin. Jika aku menggunakan katapelku, aku selalu merasa diriku adalah seorang sniper yang handal. Itu patut dibanggakan.

Sebenarnya aku tidak masalah jika mereka pergi cukup lama karena aku dapat menggunakan komputer Samcheon tanpa ada yang menggangguku. Membuat dan melanjutkan program yang ada. Hanya belajar otodidak, mungkin masih jauh dari kata pro.

Aku segera menuju kamar Imo dan membuka lemarinya. Aku mendapatkan amplop coklat.

"Woah! Ini sangat banyak."

Isi amplop itu adalah uang yang Imo katakan, tapi bukankah ini sangat banyak? Setelah kuhitung ternyata 2 juta won! Apa mereka akan pergi cukup lama atau apa ada yang harus aku bayar?

Uang ini bisa-bisa mencukupiku untuk waktu yang lama karena aku tidak perlu membeli bahan-bahan makanan atau keperluan rumah, selain tagihan-tagihan rumah atau semacamnya. Semuanya telah di isi ulang dan yang rusak di ganti dengan yang baru. Cukup membingungkan, tapi aku tidak peduli.

Aku kembali duduk di ruang keluarga sambil menonton TV. Ini memang bukan pertama kali mereka pergi, tapi entah kenapa aku memiliki firasat yang tidak bagus. Biasanya Imo akan langsung menghubungiku jika mereka akan pergi, bukan lewat surat seperti ini, tapi sekarang ponselnya tidak dapat di jangkau.

Memikirkannya saja membuatku bingung dan lapar. Aku pergi ke dapur untuk membuat kimbab serta sereal untuk makan malamku dan memakannya sampai habis, walau perasaanku benar-benar tidak enak setelah membaca suratnya.

"Kapan mereka kembali?" gumamku pelan sambil menatap foto keluarga mereka yang terpajang di sisi kanan ruang keluarga.

TBC:)

TERIMA KASIH:)

NOTE

Mungkin sebagian dari kalian akan berpikir cerita ini akan membosankan.

Tapi tidak dengan pembaca yang terus membaca kelanjutannya. (Borahae~).

Tenang saja~ ini hanyalah sebuah awalan untuk sebuah cerita.

*namanya juga baru chapter 1:)

Ini FF pertama jadi ya... kesalahan tidak jauh dari karyaku.

Fyi, karakter 'Kim Daehyun' di ff ini hanya fiksi:) aku kasih tau aja agar gambaran kalian tidak ke orang yang bernama sama dengan karakter di ff ini.

Semoga kalian suka~

avataravatar
Next chapter