webnovel

Bab 01 : Galih Hargana.

Bunga-bunga bermekaran menyambut musim semi yang bersinar menyilaukan di atas kota Eternia.

Itu adalah sebuah kota modern yang berdiri di atas pulau buatan bernama Alten di sebelah selatan Samudra Pasifik. Dibangun tahun 2009 hasil kerja sama kesepuluh negara besar dan juga para Penyihir. Setelah berakhirnya perang besar 26 tahun lalu, Manusia dan Penyihir melakukan perjanjian damai dan membuat Alten serta kota-kotanya sebagai wilayah netral. Di kota ini, penduduknya berjumlah lebih dari 40 juta orang dan merupakan campuran dari berbagai suku dan ras sekaligus pusatnya ilmu pengetahuan dari berbagai negara di dunia. Tidak heran Alten disebut sebagai cahaya baru yang datang setelah badai.

Matahari duduk dengan nyaman di atas langit pertanda jika waktu telah menunjukkan tepat tengah hari. Ini sudah saatnya untuk pergi makan siang. Orang-orang bergegas menghentikan aktifitas mereka sejenak dan pergi keluar untuk sekedar mencari makan ke restoran terdekat. Keramaian di jalan-jalan besar seketika memadati kota. Suara klakson kendaraan bersahut-sahutan layaknya kicauan burung di pagi hari. Mungkin waktu istirahat yang sedikit menjadi penyebab utama kenapa orang-orang itu begitu terburu-buru.

Para penjual di pinggir jalan berteriak dan berseru mempromosikan dagangan mereka pada orang-orang yang lewat. Ada yang tidak peduli dan hanya melewati tanpa sekedar mampir atau membeli, tapi tidak sedikit juga yang tertarik dengan dagangan yang ditawarkan para penjual itu. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak sekolahan yang tak punya duit lebih untuk makan di sebuah bangunan bernama restoran. Karena uang jajan yang dibatasi, kios-kios makanan pinggir jalan menjadi destinasi utama. Dengan slogan, "Rasa bintang lima, harga kaki lima", siapa yang tidak tertarik untuk sekedar mencicipi. Tidak terkecuali seorang lelaki yang mengenakan jaket hoodie berwarna hitam kelabu ini.

Lelaki itu bernama Galih. Seorang pelajar menengah atas yang mempunyai motto, "Selalu hindari segala masalah agar hidupmu tenang selamanya". Hari ini dia bermaksud untuk mencari makan siang. Di depan sebuah kios hamburger, Galih terlihat kebingungan sembari melihat papan menu yang terpampang di situ. Matanya dengan cekatan memeriksa setiap makanan yang dijajakan di daftar menu tersebut. Sesekali dia membuka dompet kecilnya untuk membandingkan harga dengan uang yang dia bawa. Dan setiap dia menemukan harga yang kurang pas, lelaki itu menghembuskan nafas berat.

"Apa kau sudah menentukan pilihanmu, anak muda?" Kata penjaga kios.

"Tunggu sebentar, Paman." Kata Galih. Matanya lalu berhenti pada salah satu menu yang bernama : Double Cheese Burger. Di sana juga terpampang potongan harga yang lumayan membuat dirinya tergiur. Bagaimana tidak? Double Cheese Burger yang awalnya seharga 5$, sekarang menjadi 2$.

"Paman, apa diskon ini benar?" Tanya Galih menggebu-gebu.

"Tentu saja benar. Jika tidak, untuk apa aku pasang di situ." Ujar Paman penjual.

Mata anak Galih seketika bersinar-sinar mendengar jawaban si Paman penjual. "Kalau begitu aku ingin pesan ini satu, Paman!" Katanya semangat sambil menunjuk menu pilihannya.

"Double Cheese Burger? baiklah, tunggu sebentar ya." Ujar Si Paman penjual. Dia berbalik ke arah pemanggangnya dan mulai menyiapkan pesanan si lelaki.

Sembari menunggu pesanannya siap, Galih berjalan ke arah salah satu meja kosong. Kios sedang sepi jadi dia bebas memilih meja yang mana saja. Untungnya ada meja yang berada tepat di bawah pohon rindang. Jadi dia tidak perlu berpanas-panasan selagi pesanannya disiapkan oleh Paman pemilik kios.

Galih lalu menarik kursi itu dan duduk nyaman di sana. Tangannya mengeluarkan sebuah Smartphone dari dalam saku jaketnya dan mulai melakukan aktivitas layaknya anak muda pada umumnya. Dengan cekatan, jari jemarinya menekan beberapa huruf di layar Smartphone, menggeser ke atas dan ke bawah, lalu kembali menekan beberapa huruf.

"Teror di stasiun Shibuya?" Ucap Galih kala membaca judul sebuah artikel yang menarik perhatiannya. Ibu jarinya lantas menekan tautan artikel tersebut cepat. Tampilan layar handphone berkedip sekali lalu berganti dengan isi artikel.

"Rabu pagi, 30 maret 2033 telah terjadi sebuah ledakan di stasiun Shibuya, Jepang. Ledakan yang terjadi pukul 4 pagi hari tadi mengakibatkan sebagian stasiun mengalami kerusakan berat. Korban berjumlah 213 orang. 98 orang tewas, sementara 115 orang lainnya mengalami luka berat dan ringan.

Polisi setempat bersama tentara dan pasukan khusus penjinak bom yang tiba dilokasi langsung melakukan investigasi. Menurut beberapa saksi, 2 menit sebelum terjadinya ledakan, mereka sempat melihat seorang lelaki memasuki stasiun dengan ransel besar di punggungnya. Kamera keamanan yang terpasang di stasiun juga sempat merekam gerak-gerik pria yang dimaksud. Namun kepolisian belum menemukan titik terang lantaran si pria yang dicurigai sebagai pelaku pengeboman memakai jaket bertudung dan masker untuk menutupi wajahnya.

Tidak diketahui siapa pria tersebut. Tapi ada kecurigaan jika dia adalah salah satu anggota dari kelompok separatis penyihir bernama New Light yang dipimpin oleh gembong terosis internasional, Sallad Warningstar, yang diduga berusaha mengadu domba Penyihir dan Manusia yang saat ini tengah kembali mengalami situasi panas setelah peristiwa pembantaian brutal di New York Times Square beberapa tahun lalu.

Hingga berita ini diturunkan, kepolisian masih berusaha menyelidiki kasus ini."

Begitulah isi dari artikel tersebut. Galih menghela nafas dan mematikan smartphone-nya. Kepalanya mendongak dan pandangannya menatap langit cerah yang terhalang oleh dedaunan.

"Jika terus begini, bagaimana hidupku bisa tenang." Ucapnya.

Sembari merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya, Galih terlarut dalam lamunannya. Penyihir dan Manusia bagaikan dua sisi mata uang. Terlihat sama namun sangat berbeda. Konflik berkepanjangan antara kedua belah pihak yang terus terjadi nyaris membuat dunia berkali-kali berada diambang bayangan kehancuran. Masing-masing dari mereka memiliki kekuatan besar. Apalagi kedua belah pihak memiliki masa lalu yang tak bisa dilupakan. Tidak heran satu kesalahpahaman kecil saja bisa memicu bencana yang lebih besar dari yang pernah terjadi sebelumnya. Dan ini ditambah dengan kejadian pembantaian massal di New York Times Square. Meski sudah jelas pelakunya adalah kelompok teroris, tapi itu tidak menutup fakta jika sebagian dari mereka adalah Penyihir. Bahkan kejadian tersebut nyaris membuat dunia memasuki perang dunia keempat.

Situasi memanas ini berlangsung selama 2 tahun. Negara-negara baru yang kebanyakan dipimpin oleh para penyihir sampai memasang barikade dan pertahanan mutlak pada wilayah udara, darat, dan perairan mereka. Tidak jarang perang kecil terjadi di beberapa wilayah. Khususnya wilayah yang bersinggungan langsung dengan negara-negara lama yang dipimpin Manusia. Tapi itu tidak sampai menyebabkan perang pecah lebih besar lagi. Sebagian orang hanya menganggap itu sebagai sebuah konflik kecil tentang pelanggaran perbatasan.

Ketegangan akhirnya mereda saat dilakukan pertemuan perjanjian gencatan senjata di gedung World Peace Organization ( WPO ). Sebuah organisasi perdamaian baru yang dibangun menggantikan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) yang runtuh ketika perang dunia ketiga pecah tahun 2004. Meski perjanjian telah dibuat, situasi memanas ini masih terasa hingga sekarang. Terlebih saat kelompok seperti New Light terus-terusan membuat aksi teror dimana-mana.

Kali ini teror tersebut menargetkan salah satu stasiun terpadat di Jepang. Korbannya juga tidak sedikit. pemerintah sebentar lagi mungkin akan membuat pernyataan resminya. Apakah benar itu merupakan aksi teror berantai yang dilancarkan New Light, ataukah perbuatan orang lain. Teror kali ini jelas-jelas berbeda dengan kejadian pembantaian di New York yang menggunakan sihir. Penyerangan di Shibuya hanya menggunakan bom buatan tangan yang disembunyikan di dalam tas. Mungkin hal ini tidak akan terlalu berpengaruh pada konflik yang terjadi. Pastinya pemerintah akan menganggap itu hanyalah aksi terorisme biasa. Bukan sebuah ultimatum atau pernyataan perang. Berharap saja seperti itu, karena jika tidak Galih benar-benar tidak akan bisa hidup dengan tenang.

Alten mungkin tempat teraman bagi lelaki itu untuk sekarang. Tapi jika konflik berujung pada peperangan skala global, tempat netral ini akan menjadi medan perang dadakan. Hidup tenang yang diharapkannya akan sirna dalam sekejap. Padahal ini bukanlah urusannya. Konflik ini tidak ada hubungannya dengannya. Akan tetapi kenapa dia juga yang harus terkena getahnya? benar-benar tidak masuk akal.

Galih sekali lagi menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Berpikir seperti ini terlalu berat untuknya. Dia adalah anak SMA biasa. Urusan seperti ini lebih baik diserahkan kepada yang bersangkutan. Selagi ada waktu, dia ingin menikmati momen santai ini lebih lama.

"Maaf dek, ini pesananmu." Paman penjual tiba-tiba muncul dari arah sampingnya sembari membawa bungkusan berisi hamburger pesanan Galih.

"Terima kasih, Paman. Ini uangnya." Ujar Galih menerima bungkusan itu sambil memberikan uang 2$ dari dompetnya.

Galih lalu beranjak pergi dari kios hamburger diiringi ucapan terima kasih serta lambaian tangan Paman penjual yang tersenyum ramah. Lelaki itu membalas lambaian tangan Paman penjual dan menghilang di antara kerumunan orang-orang yang masih memadati trotoar-trotoar jalan.

Di sepanjang jalan menuju apartemennya, Galih bersenandung dengan makan siang di tangan. Dia ingin cepat sampai ke sana untuk mencicipi hamburger panas yang lezat. Tadinya begitu sampai dia berpapasan dengan seorang pria misterius yang mengenakan jaket bertudung serta masker hitam yang menutupi wajahnya.

Karena gerakannya yang sangat mencurigakan, Galih memutuskan menghentikan langkahnya dan ingin mengamati pria itu lebih lagi. Di setiap momen, mata biru Galih tidak lepas mengamati si pria yang terlihat semakin mencurigakan itu. Dia menggendong tas ransel besar di punggungnya dan terlihat berbicara sendiri menggunakan bahasa Prancis yang fasih. Pria itu lalu berhenti di tengah perempatan yang ramai dilalui oleh orang-orang serta kendaraan yang berhenti karena lampu lalu lintas jalan. Karena jaraknya yang dekat dengan tempat dia membeli hamburger, Galih tidak merasa kerepotan untuk mengikutinya lebih jauh. Kepala pria itu menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mengamati sesuatu. Situasi yang sedang ramai membuat Galih sedikit kesulitan melihat pria itu dengan jelas. Tapi gerak-geriknya yang semakin mencurigakan menambah keyakinan pada diri Galih jika ada yang tidak beres pada pria misterius itu.

Benar saja. Sesaat si pria mengangguk, tangannya merogoh tas ransel itu dan mengeluarkan sebuah bola kristal berwarna biru cerah. Mata Galih membelalak kala mengenali bola kristal itu. Menghentikannya akan sulit karena jalan dipenuhi para pejalan kaki yang lalu lalang. Satu-satunya cara adalah berteriak. Ini memang akan menimbulkan kepanikan, tapi itu lebih baik daripada semua orang ini mati sia-sia.

Dalam satu kali tarikan nafas, Galih mulai berseru sekeras-kerasnya. "ADA BOM LARI!!!"

Seketika semua orang dilanda kepanikan saat mendengar teriakan Galih yang mengalahkan bunyi klakson sebuah truk tronton. Orang-orang berlarian ke segala arah. Tidak terkecuali mereka yang tadinya duduk di belakang kemudi. Para pemilik mobil itu meninggalkan kendaraan mereka serampangan demi menyelamatkan diri. Mengingat kekhawatiran orang-orang akan teror belakangan ini, reaksi mereka terbilang sangat wajar.

Sementara itu si pria tampak kebingungan. Dari kerutan di matanya, Galih bisa tahu jika dia sedang kesal. Sadar rencananya gagal, si pria bermaksud untuk melarikan diri. Namun sebelum dia bisa melakukan itu, Galih dengan cepat menarik tudung jaketnya dan membantingnya ke trotoar. Untuk mencegah pergerakan si pria, Galih mengunci tangan dan lehernya. Si pria berusaha meronta namun kuncian Galih begitu kuat sehingga dia tidak bisa melepaskan diri.

"Siapa kau!?" Tanya Galih.

Tapi pria misterius itu hanya diam seribu bahasa. Yang terdengar dari mulutnya hanya suara geraman dan lenguhan.

Galih lalu membuka masker si pria dan membuat wajahnya terekspos oleh semua orang. Di lihat dari wajahnya, dia sepertinya berumur 40 tahunan. Tidak ada tanda khusus pada wajah pria itu kecuali bekas luka memanjang yang terdapat pada pipi kirinya.

"Kutanya sekali lagi, siapa kau dan kenapa kau ingin mengebom tempat ini!!?" Ulang Galih dengan nada suara yang lebih tinggi. Tangannya semakin menekan kunciannya sehingga pria itu mengerang kesakitan.

Orang-orang berkerumun mengitari mereka berdua. Walau dengan jarak yang aman. Ada yang hanya sekedar melihat, ada juga yang sambil merekam kejadian itu di ponsel mereka masing-masing. Beberapa polisi yang memang sedang bertugas di dekat sana menghampiri kerumunan dan menyuruh orang-orang untuk mundur. Ada sekitar 20 orang polisi yang datang ke tempat Galih. 10 orang mengamankan area, 2 orang memanggil bantuan, dan 8 orang lagi menodongkan senjata mereka ke arah Galih serta pria itu.

Salah seorang polisi mendekati mereka perlahan sembari menyuruh Galih melepaskan kunciannya. Namun Galih menolak itu. Dia tahu jika dia melepaskan kunciannya, maka si pria bisa membuat segel khusus dan memicu bola kristal itu untuk meledak. Selagi polisi itu terus meneriaki mereka berdua, Galih kembali melanjutkan interogasinya.

"Cepat katakan, siapa kau dan darimana kau dapat Bom mana itu?!"

"Je ne te dirai rien, Humain! ( Aku tidak akan mengatakan apapun padamu, Manusia! )" Kata orang itu yang akhirnya berbicara walau dalam bahasa Prancis.

Galih terdiam sebentar. Lalu sedetik setelahnya lelaki itu membalas ucapan si pria. "Pensez-vous que je ne parle pas français!? Vite, dites-moi qui vous êtes et pourquoi voulez-vous bombarder cet endroit?! ( Kau kira aku tidak bisa berbahasa Prancis!? cepat, katakan padaku kenapa kau ingin mengebom tempat ini!? )"

Namun bukannya menjawab pertanyaan Galih, si pria kembali meronta lebih keras. "LAISSEZ-MOI VOUS BAISER HUMAIN! JE NE DIRAIS RIEN! ( LEPASKAN AKU, MANUSIA BRENGSEK! AKU TIDAK AKAN MENGATAKAN APAPUN! )"

Polisi yang tadi menyuruh Galih memegang pundak lelaki itu dan kembali menyuruhnya untuk mundur. "Lepaskan dia, nak! Serahkan tugas ini pada kepolisian."

"Kau tidak mengerti petugas. Jika aku melepaskannya, dia akan memicu bom itu dan meledakkan seluruh tempat ini." Tolak Galih.

"Tapi--" Ucapan si polisi mendadak terpotong saat pria itu mendadak tertawa keras.

Merasa sedang dipermainkan, Galih menghujam kepala si pria ke aspal keras hingga membuat aspal itu retak karenanya. Tawanya seketika berubah menjadi erangan kesakitan. Namun itu tak berlangsung lama, karena setelahnya si pria kembali tertawa dengan kepala berdarah dan gigi copot.

Galih bertanya marah, "qu'est ce qu'il y a de si drôle!? ( apanya yang lucu!? )"

Si pria misterius tidak menjawab. Dia malah bergumam dengan menggunakan kosa kata aneh yang tidak dapat dimengerti. Bukan prancis, lebih seperti bahasa lama yang tidak pernah digunakan lagi.

Galih terdiam mendengar gumamannya. Pada mulanya Galih mengira jika pria itu menjadi gila, tapi tidak lama kemudian dia seketika sadar kalau itu bukan gumaman biasa.

"Jangan-jangan...." Mata Galih dengan cepat menoleh ke arah bola kristal yang sempat jatuh menggelinding ke tengah jalan. Dugaannya ternyata benar, pria itu tengah merapalkan sebuah mantra pada benda tersebut. Bola yang semakin lama semakin bersinar itu perlahan bergetar seakan digoyangkan oleh seseorang.

Mata Galih kembali menoleh saat pria itu kembali tertawa penuh kemenangan.

"AHAHAHAH! Matilah kalian dan terbakarlah kalian di api neraka. Wahai jiwa-jiwa yang penuh dosa!" Kata pria itu yang tak lagi menggunakan aksen Prancis-nya.

"SEMUANYA PERGI DARI SINI!!!" Teriak Galih memperingatkan.

Tapi sayangnya dia terlambat. Karena sesaat dia berteriak, saat itu juga bola kristal itu pecah dan mengeluarkan ledakan luar biasa.

Bersambung....

Next chapter