1 Ares Welkins

"Halo Ares?"

"Hari ini kamu pulang lambat. Pelangan di apartemen itu meminta perbaikan listrik lagi."

"Namun, besok saja kamu mengerjakannya," suara itu membuat Ares yang sedang sibuk menatap kabel-kabel di depannya menghela napas panjang.

"Mr. Davidson, apakah bulan ini gajiku akan dinaikan?" tanya Ares. Dia harus menanyakan hal itu kepada tuan Davidson. Pasalnya, sudah dua bulan lebih tuan Davidson tidak memberikan gajinya.

"Kau membutuhkannya?" tanya lelaki itu dari sambungan telepon. Ares menghela napas panjang. Ingin sekali dia memaki lelaki tua itu. Tentu saja setiap karyawan membutuhkan gaji.

"Istriku ulang tahun, aku akan membelikan bunga dan juga berlian," ucap Ares berterus terang. Sudah lima hari ini istrinya -Marta- ingin memiliki cincin emas seperti yang dikenakan Ladifa. Saudara Martha yang memiliki banyak berlian karena suaminya adalah pengusaha batu bara.

"Uhft!" terdengar suara hembusan napas panjang dari sambungan telepon.

"Tapi, istriku bisa marah jika aku tidak memberikan berlian malam ini," sahut Ares. Dia masih membujuk tuan Davidson.

"Selesaikan tugasmu hari ini, aku akan mengirimkan setengah dari gajimu," ucap tuan Davidson. Ares menghela napas panjang. Dia meletakkan ponselnya di meja lalu melajutkan tugasnya untuk memperbaiki beberapa perabotan rumah.

Istrinya -Martha- dari tadi malam sudah mengingatkan Ares untuk membeli berlian dan juga bunga karena perempuan itu akan ulang tahun. Ares akan meminta gajinya namun tuan Davidson malam memberikan setengah.

Ares menghela napas panjang.

"Tuan Ares, apakah hari ini kamu akan pergi?" tanya Senorita, perempuan itu adalah tukang masak di tempat Ares. Tuan Davidson juga tidak memberikan gaji kepada Senorita.

"Mengapa wajahmu terlihat murung?"

Senorita mengerutkan kening memandangi Ares.

"Tuan Davidson tidak memberikanku gaji bulan ini, kau tahu kan kalo Martha ulang tahun?" sahut Ares kemudian. Senorita yang merupakan sahabat Martha menganggukan kepala.

"Biasanya Martha mengiginkan barang yang mahal, kau tahu kan Ares kalo di anak pengusaha terkenal."

"Seharusnya kau bisa memberikan Martha lebih dari permintaanya. Ares, kau beruntung memiliki Martha," ucap Senorita sambil tersenyum. Semua orang mengatakan bahwa Ares beruntung memiliki Martha. Ares menyadari itu. Siapa sih yang ingin bersamanya kalo bukan Martha? Gadis cantik lulusan luar negeri yang menikah dengan dirinya, sedangkan dia adalah seorang pria miskin dengan latar belakang tidak jelas.

"Sebab itu Senorita, aku sangat mencintai Martha," ucap Ares kemudian.

"Aku akan berusaha membelikannya berlian malam ini agar dia bahagia. Mungkin aku akan menjual cincin kuno milikku di pasar barang antik," ucap Ares sambil menatap cincin kunonya. Senorita menganggukan kepala setuju.

"Tapi, kau mendapatkan barang sampah seperti itu di mana, Ares?" seru Senorita kemudian. Ares menatap cincin kuno yang melingkar di jari manisnya.

"Entahlah, ini adalah barang yang sudah ada sejak aku berada di panti asuhan," jelas Ares kemudian. Senorita mengerutkan kening. Dia tidak mengerti.

***

Ares menatap sandal jepit miliknya sebelum ke pasar kuno. Seharusnya hari ini dia membeli sandal jepit untuk keperluannya kerja, namun Ares mengurungkan niatnya itu. Sudah tiga hari ini dia menahan laparnya. Ares tidak makan siang di kantor karena uang makan siang bisa dia simpan. Cincin untuk Martha begitu penting untuknya.

"Apa yang membawahmu ke sini?" tanya seorang lelaki bertubuh tinggi dan bermata bagaikan elang. Ares mengeluarkan cincin kunonya dan meletakkan benda itu di depan display.

"Aku ingin menjualnya, aku membutuhkan uang untuk membeli berlian," jelas Ares berterus terang. Lelaki itu mengerutkan kening sejenak. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.

"Ini sangat murah," sahut lelaki itu. Ares mengusap wajahnya kesal.

"Tidak masalah jika ini murah, aku hanya ingin cincin berlian!" jawab Ares secepat mungkin. Lelaki itu mengerutkan kening sejenak. Dia memperhatikan cincin milik Ares. Lelaki itu menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.

"Oke, aku bisa menukar cincin ini dengan cincin berlian," sahut lelaki itu lagi. Ares tersenyum bahagia. Setidaknya cincin kuno miliknya berguna juga.

"Ya, aku ingin seperti itu saja," sahut Ares semangat. Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin berlian dihiasi sebuah permata berwarna biru muda. Ares tersenyum saat menatap cincin berlian yang begitu cantik.

"Oke, aku ingin yang itu!" jawab Ares. Lelaki bertubuh tinggi itu kemudian memberikan cincin berlian kepada Ares. Dengan bahagia, Ares kemudian bergegas pulang. Dia tidak sabar melihat wajah ceria istrinya setelah memakai cincin berlian pemberiannya.

Di tengah perjalanan, Ares menghela napas panjang saat sandalnya terputus. Pantas saja saat dia melangkah, kakinya terasa beda.

"Seharusnya aku membeli sandal juga tadi," gerutu Ares lirih. Dia membuang sandal kusutnya lalu berjalan tanpa alas kaki.

Ares tidak sabar melihat Martha.

Klek~

"Sayang!"

"Sayang!" sahut Ares yang sedang mencari istrinya. Seharusnya Martha menyambutnya hari ini. Ares yakin, istrinya itu menunggu hadiah ulang tahunnya.

"Sayang, Martha!" gerutu Ares lagi. Dia membuka kamarnya. Namun sialnya, Martha tidak ada.

"Ah … ah … ah … kau begitu nikmat!"

"Aku tidak pernah merasakan sesuatu yang nikmat seperti ini, percepat sayang!"

"Ah … ah … aku mau keluar," desahan itu terdengar jelas di telinga Ares. Dia membulatkan matanya. Ares mencoba mendengar lebih jelas suara rintihan itu.

"Ah … percepat," gerutu suara itu lagi. Ares mempercepat langkahnya menuju sebuah kamar yang terletak di belakang rumah kontrakan mereka. Ares spontan membuka pintu. Suara itu tidak asing di telingannya. Suara itu adalah desahan Martha. Dada Ares tiba-tiba memanas. Dia benar-benar disulut api cemburu.

Klek~

Bola mata Ares terbelalak saat melihat istrinya sedang ditindih oleh lelaki lain. Martha menatapnya dengan ekpresi kaget. Lelaki itu sedang melakukan penyatuan dengan istrinya dan pantas saja Martha merancau.

"Kau~" ucap Ares. Serasa ada bongkahan besar di tengorokannya saat ini. Lelaki asing itu melanjutkan permaiannya. Suara penyatuan dirinya dengan Martha begitu jelas berbunyi.

"Martha!" teriak Ares. Wajahnya memerah. Emosinya memuncuk. Istrinya itu tidak mendengarkannya. Dia malah menikmati permainan seorang lelaki yang sedang menindihnya.

"Martha!"

"Keluar kau keparat!" gerutu Martha kemudian. Ares benar-benar kesal. Dia berjalan dan segera memukul wajah lelaki yang sedang bercinta dengan istrinya saat ini.

"Kau!"

"Ares!" teriak Martha histeris. Dia kemudian mengambil bajunya dan segera menggunakannya.

"Kau bercinta dengan lelaki lain, Martha?" sahut Ares. Hampir saja suaranya tidak keluar. Ares mengepal tangannya dengan kuat. Dia benar-benar emosi. Martha menatap Ares dengan ekspresi tidak suka.

"Thomas, apa yang terjadi dengan sudut bibirmu?" ucap Martha yang kemudian menghampiri kekasihnya.

"Kau tidak bisa melukai dia, Ares!" hardik Martha. Dia menatap suaminya itu. Bola mata Ares memanas. Ingin sekali dia membunuh lelaki yang sedang asik menindih istrinya malam ini.

"Dia siapa, Martha?" sahut Ares kemudian. Dia menunjuk seorang lelaki yang sedang tersenyum kecut. Tangan Martha dengan lembut mengelus pipinya yang penuh dengan brewok.

"Dia Thomas, kau tidak perlu tahu. Dia adalah temanku!" jelas Martha. Thomas duduk di bibir ranjang sambil menggunakan baju dan celananya.

Ares menghela napas kasar ke udara. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.

"Kau bercinta dengan temanmu?" sergap Ares kemudian.

"Apa urusanmu?" hardik Martha segera.

"Kau tidak perlu mencampuri itu!" sambungnya. Ares mengengam tangannya dengan kuat hingga urat jemarinya terlihat jelas.

"Aku suamimu!" jawab Ares sambil menatap Martha dengan tatapan tajam dan mematikan. Martha tersenyum kecut, dia malah memeluk Thomas dan memperlihatkan keromantisannya itu di hadapan Ares.

"Kau lelaki miskin!" ucap Martha kemudian.

Bersambung …

avataravatar
Next chapter