1 Ada Mayat!

"Tolong! Tolong ! Ada Mayat!" Teriak seorang warga seraya berlari di jalan utama desa. Teriakan yang histeris pertanda kalau dia baru saja menemukan sesuatu yang tidak beres. Beberapa kali dia terjerebab, karena pandangannya yang tidak fokus ke jalan. Terlebih jalanan pedesaan yang hanya disinari oleh lampu jalan yang masih jarang dan berlubang di sana-sini.

Rumah-rumah yang semula gelap pun satu persatu mulai menyala. Para warga yang ingin tahu segera keluar rumah, mencari sumber suara. Terlihat seorang pemuda yang yang terjatuh di jalan, tetapi mulutnya masih berteriak tolong. Lantas, para warga pun mendekatinya.

"Dimana Mayatnya Jo!" kata seorang bapak-bapak yang mengalungkan sarung kepada pemuda yang bernama Paijo itu. Dia menggoyang-goyangkan pundak Paijo yang masih tampak panik.

"Sabar Pak, Biarkan dia tenang dulu." Ujar Pak Manto selaku kepala desa. Dia terlihat lebih bijak dalam menyikapi masalah. Kemudian dia berkata kepada bapak yang lain, "Pak, Tolong ambilkan segelas Air."

Bapak itu tanggap. Dia masuk ke dalam rumah.Tidak berapa lama kemudian, dia keluar dengan membawa segelas Air. Dia menyodorkan gelas itu kepada Paijo yang masih syok. Setelah meneguk air sampai habis, dia mengatur nafasnya sejenak, baru kemudian berkata walau sedikit terbata-bata.

"Ada Mayat di atas pohon mahoni di dekat rumah Belanda Pak." jelasnya. Semua warga terkesiap. Apalagi kalau mendengar tentang Rumah Belanda yang terletak di atas perbukitan, sangat terasing dari desa.

"Mayat siapa Jo!" tanya yang lain.

"Sepertinya mayat orang yang ngekos di rumah Bu Inem Pak!"

Pak Manto tidak serta merta mempercayai apa yang dikatakan oleh Paijo. Dia pun meminta beberapa warga untuk datang ke rumah Bi Inem untuk memastikan apa ada anak kosnya yang menghilang.

Rumah Bu inem masih bersebelahan dengan rumah yang dia sewakan. Hanya berbatasan dengan pagar alami beluntas. Sehingga, beberapa warga memutuskan untuk langsung ke rumah kos tersebut.

Tokk...tok...tok

Zainal yang sedang tidur di ruang tamu tergeragap. Dia mengucek-ucek matanya. "Siapa sih yang mengetuk pintu tengah malam seperti ini." Batinnya kesal. Dia melangkah dengan berat hati menuju pintu lalu membukanya.

Terlihat beberapa warga yang berdiri dengan nafas yang menderu. Muka mereka mengisyaratkan sebuah kepanikan.

"Ada yang bisa di bantu Pak?" tanya Zayn berhati-hati. Pintunya sedikit terbuka, hanya sebagian tubuhnya yang muncul.

"Mas, tolong periksa teman kosnya Mas. Ada yang belum pulang tidak?" kata seorang warga. Alis Zainal saling berkerut heran.

"Memangnya ada apa ya Pak?"

"Sudah periksa saja!" bentak seorang warga yang tidak sabar. Zayn yang gugup pun segera masuk tanpa bertanya lagi. Agaknya situasinya sangat genting. dia mengetok pintu kamar temannya satu persatu dengan sangat keras. Beberapa saat kemudian, keluarlah dua orang laki-laki dengan wajah kuyu yang tersirat kejengkelan.

"Sialan kamu Zayn! ngapain kamu gedor-gedor kamar kami malam-malam begini!" kata Yudha yang hanya menggunakan boxer sambil menggaruk-garuk Absnya.

"Iya nih, Gangguin orang tidur aja." timpal Rangga yang kemudian melirik ke arah pintu depan. "Eh, ngapain warga rame-rame ke sini?" Rangga menoleh ke arah Yudha. Sementara Pria bertubuh atletis itu hanya mengedikkan bahu.

Zayn tidal menanggapi perkataan teman-temannya. Dia tertuju kepada satu kamar yang terletak di ujung berdekatan dengan kamar mandi kos. Kamar terakhir yang belum dia ketuk. Kali ini, Zayn sangat berhati-hati ketika mengetuk pintu.

Tuk...tuk...tuk

"Zak, Rozak!" lirih Zainal.

"Giliran sama Aneh itu lembut banget sih. " seloroh Yuda.

"Iya Nih, pilih kasih banget. Kerasin dong! Kalau perlu dobrak aja!" timpal Rangga. Zayn pun masih mengetuk pintu dengan sangat pelan tanpa memperdulikan omongan mereka. Dia sudah jengah dengan sifat bar-bar kedua teman kosnya itu. Hal itu berbanding terbalik dengan Rozak yang menghuni kamar itu. Tentu saja perlakuannya beda.

"Kalau pelan kayak gitu, gimana si cupu bisa bangun bambang!" Imbuh Yudha yang tidak sabar. "Sini Biar aku aja."

"Eh...eh mau ngapain kamu!" Tubuh Zayn tergeser dengan Yudha. Zayn langsung menoleh kearah Yudha.

"Ini aku kasih tahu gimana caranya bangunin orang." Yudha berdehem sejenak. Sejurus kemudian, dia menggebrak pintu dengan keras diiringi suara barintonnya.

"Woi! Bocah Aneh! Bangun lo!"

"Heh Bambang! Kalau kayak gitu yang ada Rozak enggak mau keluar!" balas Zayn sengit. Dia sangat tahu dengan perangi penghuni kos paling pojok itu. Pendiam dan sering menjadi bulan-bulanan. Siapa lagi pelakunya kalau enggak Yuda dan Rangga.

"Bodo Amat! Woi Kampret! Bangun Enggak lo!"

Sunyi. Tidak ada tanggapan dari dalam. Yudha dan Zainal yang penasaran sama-sama mendekatkan telinga ke pintu, berusaha mendengarkan pergerakan dari dalam. Tubuh Yudha kembali menegak. Dia memutar gagang pintu dengan cepat sambil mendorong pintu.

"Kemana perginya si kampret!" Yudha menoleh ke arah Zainal.

Zainal terdiam. Sikap Rozak aneh belakangan ini. Dia sering mengurung diri di dalam kamar. Semua ini gara-gara Yudha dan Rangga yang membullynya beberapa hari yang lalu.

"Heh, kutu buku! Ngapain kamu!" Tegur Yudha saat melihat Rozak sedang menulis di buku di diarynya. Rangga di sampingnya terlihat tersenyum miring.

Rozak terkesiap. Dia buru-buru menyembunyikan bukunya di laci meja. Namun, Yudha menahan laci itu dan merebut bukunya. Rozak pun berusaha untuk merebutnya kembali tetapi tangan Yudha yang kekar menepisnya.

"Cowok kok suka nulis diary kayak cewek aja." Ejek Yudha, "Males gua bacanya, coba kamu saja yang baca, Ngga?" kata Yudha sembari melemparnya ke arah Rangga. Rangga dengan sigap menangkapnya. Ketika Rangga akan membukanya. Terlihat Rozak bangkit dan berusaha menggapainya. Tetapi Yudha dengan sigap mendorong tubuhnya sampai menabrak lemari baju.

Terlihat Rangga tertawa geli saat membaca ungkapan cintanya kepada Shinta. Cewek populer yang ada di kampus.

"Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya selama sembilan belas tahun hidupku. Tetapi tiba-tiba kau datang membuat hidupku jauh lebih berwarna. Aku sangat mencintaimu Sinta." Ujar Rangga yang seakan sedang membaca puisi dengan gesture yang mengejek.

"Hah! Dia suka sama Sinta?" Yudha memajukan kepalanya dengan mata membulat. Lantas, dia beralih ke Rozak sambil tersenyum mengejek. " Woi cupu ngaca woi! Mana mungkin Sinta ngelirik lo! Lo aja kayak tikus got gini!" Yudha mentoyor kepala Rozak yang hanya menunduk pasrah.

"Lah, kirain lo homo, ternyata masih suka cewek juga!" kelakar Rangga. Wajah Rozak merah padam. Dia bangkit dan berusaha merebut diary itu dari tangan Rangga. Namun, buku itu di lempar ke Yudha. Rozak seperti di permainkan mereka berdua. Apalagi posture tubuhnya yang kecil, sehingga tidak memungkinkan untuk melawan kedua kakak tingkatannya yang lebih besar darinya.

Karena kehabisan kesabaran, Tepat saat Rangga akan melempar buku ke Yudha, dengan sigap Rozak menendang alat vital Rangga, Sehingga pemuda bertubuh jangkung itu meringkuk kesakitan. Yudha yang terkejut melihat tindakan tidak terduga dari si cupu.

"Oh, mulai berani ya sekarang. rasakan ini! Buk!!" sebuah bogem tepat mengenai perut Rozak. Pemuda malang itu tersungkur di atas kasur. Rangga yang tidak terima karena alat vitalnya di tendang pun membalasnya dengan menendang-nendang tubuh kecil itu berkali-kali. Rozak mengerang kesakitan.

"Apa yang kalian lakukan?" teriak Zayn mengagetkan Rangga dan Yudha. Dia masih menggunakan seragam pabriknya, sepertinya dia baru pulang kerja. Zainal masuk ke dalam kamar dan mendorong mereka, supaya berhenti menganiaya Rozak.

"Kalian mikir pake otak anjing! Perbuatan kalian ini termasuk kriminal! Kalian mau saya laporkan ke polisi?" ancam Zayn. Meskipun, Dia sudah lama satu atap dengan mereka. Tetapi, Zayn tidak suka dengan sikap mereka yang bar-bar. Terlebih kepada Rozak, anak yang baru ngekost di situ dan juga adik tingkat mereka.

Sudah sering dia mendapati Rozak di bully sama mereka. Apalagi, Rozak adalah tipikal orang yang pendiam dan pasrah. Tentu mereka sangat leluasa untuk menginjak-ginjak harga diri anak itu. Sementara Zayn adalah orang yang sangat cuek. Tetapi dia tidak bisa membiarkan orang teraniaya di hadapanya. Dan sekarang sudah sangat kelewatan.

"Gak asik lu Zayn." Ujar mereka sambil keluar pintu. Zayn beralih ke arah Rozak yang sedang meringis kesakitan.

"Kamu tidak apa-apa Zak?" ujar Zayn. Dia hanya meringis dengan air mata yang terus bercucuran.

"Ya sudah, kamu istirahat saja. Jangan khawatir. Aku jamin kedua bajingan itu tidak akan menganggu kamu lagi." Ujarnya sebelum akhirnya keluar dari kamar Rozak. Agaknya Zayn memberikan ruang kepada Rozak untuk sendiri. dan sepertinya Rozak sangat membutuhkan hal itu.

Semenjak saat itu, Rozak lebih banyak mengurung diri di dalam kamar. Dia keluar sembunyi-sembunyi hanya untuk membeli makanan dan ke kamar mandi. Bahkan, dia sampai bolos kuliah beberapa hari karena takut di apa-apain sama Rangga dan Yuda.

"Udahlah! daripada bingung-bingung, mending dobrak saja pintunya biar lebih jelas?" kata Rangga yang sudah tampak geregetan. Dia menghampiri Zayn dan Yuda di depan pintu. Zayn awalnya keberatan tetapi memang tidak ada pilihan yang lain.

Pundak mereka serentak menghantam pintu kamar itu. Sekali, dua kali, sampai akhirnya daun pintu terbanting ke dinding dengan sangat keras.

Note:

Yes, Readers. ini novel keduaku. ceritanya enggak kalah serem. di jamin setiap babnya mengandung kengerian yang selalu membekas diingatan.

jangan lupa subscribe, vote, dan reviewnya ya

makasih

avataravatar
Next chapter