11 Gadis kecil

Karenina melajukan mobilnya menuju kerumahnya di sebuah perumahan di Jakarta Selatan, suasana siang di Ibu Kota sangat terik, Karenina berhenti saat tiba-tiba lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah, waktu singkat itu Ia gunakan untuk memungut rokok yang simpan di dashboard mobil, lalu mengambilnya sebatang bersama korek api yang juga terselip disana.

Dengan satu jentikan saja, api keluar dari pemantiknya lalu Karenina segera membakar ujung rokok itu sambil menyesapnya pelan. Dibukanya kaca mobil disamping kirinya separuh lalu Ia lemparkan asap yang mengepul keluar jendela.

Lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, Karenina kembali melajukan mobilnya, namun kali ini Ia mengambil jalur memutar tak seperti biasanya. Mobil yang Ia kendarai terus melaju membelah keramaian ibu kota.

Mata indah Karenina mengedar kesegala penjuru jalan menjelajah kesegala arah hingga matanya tertuju pada seorang gadis kecil yang dengan tubuh lusuh tertidur di pinggir trotoar, tubuhnya dekil penuh debu berbantal dengan sebuah lengannya, dengan pohon rindang yang melindunginya dari panas yang menyemat, disampingnya kotak semir sepatu kecil yang sama dekilnya dengan si gadis mungil itu teronggok disana.

Perlahan Ia memarkirkan mobilnya di pinggir trotoar pas di depan anak gadis kecil yang tertidur lelap bahkan tak terganggu oleh bisingnya mobil yang berlalu lalang di depannya. Karenina kembali menyulut rokoknya untuk kedua kali. Dengan duduk di pintu mobil yang ia buka di sebelah kanan sambil matanya awas menatap sang gadis dekil itu.

Gema suara adzan zuhur, membuyarkan mimpi sang gadis kecil tadi, lalu perlahan ia mengucek matanya dan bangkit dengan tubuh gontai, diraihnya kotak semir sepatu dekil itu lalu Ia berjalan ke sebuah warung makan.

"Mau apa lagi kamu kesini?" Kata Ibu-ibu pemilik warung makan.

"Saya Cuma mau minta minum, Bu." Kata Gadis kecil dekil itu.

"Punya duit?" Kata si pemilik warung lagi.

Sang gadis dekil itu mengeleng pelan, lalu sang ibu pemilik warung itu mengusir sang gadis dekil itu dengan mendorongnya kasar. Karenina segera mematikan rokoknya lalu berlari dan menolong gadis kecil itu.

"Kamu tidak apa-apa, dek?" Tanya Karenina pada gadis kecil itu.

"Ga apa-apa kak, terimakasih." Ucap gadis kecil itu.

"Siapa namamu?"

"Nisa kak."

"Mau makan?"

Dengan ragu Nisa mengangguk, lalu Karenina tersenyum ramah, "Ayo kita makan, kebetulan kakak juga lapar."

Tapi gadis kecil itu hanya diam tapi pandangannya mengamati Karenina dengan seksama. "Kenapa?" Tanya Karenina.

"Aku ga punya uang kak."

Karenina tersenyum, "Kakak yang akan membayarnya, OK?"

Nisa masih diam, lalu Karenina memesan makanan pada ibu pemilik warung tadi serta minuman untuknya dan Karenina.

"Ayo sini." Ajak Karen. Dengan ragu Nisa masuk ke dalam warung makan pinggir jalan itu lalu duduk di dekat Karenina, sang pemilik warung menatap Nisa dengan tatapan sinis.

"Saya yang akan membayarnya bu, tolong berikan makanan yang sama dengan yang saya pesan." Ucap Karenina pada si ibu pemilik warung.

"Iya Kak."

"Rumahmu dimana?"

"Diujung gang sebelah sana kak."

"Sama siapa kamu tinggal?"

"Sama ibu kak."

"Ibumu kerja?"

"Dia ini anak seorang pemulung kak." Ucap pemilik warung sambil meletakkan dua piring nasi dengan lauk dan sayuran serta dua the manis hangat dihadapan mereka. Nisa hanya menunduk sedih.

"Makanlah." Tutur Karenina pada NIsa. Lalu dengan lahap Nisa memakan makanan yang berada di hadapannya. Karenina tersenyum miris. Lalu ikut memakan makanan miliknya.

Sepuluh menit kemudian Karenina dan Nisa telah menyelesaikan makan siang mereka, Karenina menyerahkan uang seratus ribuan pada Ibu pemilik warung dan meminta sang pemilik warung untuk membungkuskan nasi serta lauk untuk Nisa dan ibunya.

"Ini buat kamu Nisa."

"Makasih kak, tapi kenapa ini ada uangnya?"

"Iya, buat kamu."

"Buat aku?"

"Iya, pulanglah dan kasih ke ibumu."

"Terimakasih kak."

Karenina mengangguk, lalu Nisa segera berlari pulang menuju rumahnya, begitu juga dengan Karenina yang langsung naik lagi ke dalam mobil dan kembali melajukan mobilnya menuju ke rumah. Ia harus istirahat karena nanti malam jadwal Ia Nge-DJ di sebuah club malam terkenal di Jakarta.

"Nyonya Karenina baru selesai makan di warung pinggir jalan bersama seorang gadis kecil tukang semir sepatu, Bos." Lapor anak buah Alfredo.

"Ikuti dia terus, pastikan Ia selamat sampai di rumah." Perintah Alfredo tegas, lalu menutup telponnya.

"Rudi, kau wakili aku miting selepas makan siang nanti, aku ada perlu." Kata Alfredo sambil berdiri di depan pintu ruang kerja Rudi yang baru saja Ia buka.

"Oke." Rudi sudah tahu pasti sang bos akan menemui Karenina, selama ini tak pernah sekalipun Alfredo menyuruh dirinya mewakilinya untuk miting, baru kali ini setelah kenal dengan Karenina Alfredo menjadi seperti ABG labil yang sedang jatuh cinta.

Alfredo melangkah keluar dari gedung kantornya, lalu masuk ke dalam mobilnya yang sudah disiapkan oleh Joko sang sopir pribadinya yang diminta pulang naik ojek atau taksi kerumahnya.

Alfredo melajukan mobilny ake perumahan dimana rumah Karenina berada, dengan menempuh jarak hanya dua puluh menit akhirnya dia sampai di rumah Karenina dan dengan santainya memasukkan mobilnya di pekarangan rumah Karenina.

Karenina yang baru mau masuk ke dalam kamaranya setelah membersihkan diri di kamar mandi lalu membelokkan langkahnya menjadi kearah ruang tamu, dan melihat Alfredo sudah berdiri di depan pintu rumahnya.

"Mau apa lagi?"

"Mau ketemu kamu?"

"Untuk?"

"Memang harus ada alasan untuk menemui calon istri?" Jawab Alfredo langsung menerobos masuk ke dalam rumah, sedangkan Karenina hanya mendengus kesal.

"Sudah makan?" Tanya Alfredo pada Karenina yang hanya berdiri menatapnya.

"Sudah, aku mau tidur, nanti malam aku harus bekerja." Karenina langsung melangkah ke dalam kamarnya lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang.

"Oke," Alfredo melepaskan dasi dan mengulung lengan kemejanya. Lalu ikut bergabung dengan Karenina merebahkan tubuhnya di ranjang Karenina.

"Mau apa Kamu?"

"Tidurlah."

"Siapa yang suruh?"

"Ga ada."

Alfredo menarik Karenina kedalam pelukannya, "Pejamkan matamu, lalu tidurlah."

"Lepas!"

"Tidur."

"Lepas!"

"Tidur atau aku cium."

Karenina tak mampu membalas perdebatan mereka jika Alfredo telah memberikan ancamannya karena Ia tahu itu bukan sekedar ancaman, Alfredo benar-benar akan menciumnya jika Ia tak menuruti akata-kata laki-laki itu.

Akhirnya mereka berdua tertidur dengan berpelukan erat, bahkan Karenina tak menyadari jika Ia malah semakin memeluk alfredo semakin erat jika Alfredo bergerak sedikit saja, seolah enggan untuk ditinggalkan.

avataravatar
Next chapter