3 Bukan pilihan

Laki-laki berperawakan tinggi besar dengan rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang menambah wajahnya semakin berkarisma, berjalan memasuki kamarnya yang luas dan mewah. Di atas ranjangnya terbaring sosok cantik dan seksi yang yang dulu sempat membuatnya menggila diatas ranjang, namun setelah ia memergoki perselingkuhan istrinya, laki-laki itu tak pernah lagi menjamahnya, dia jijik dengan perempuan yang menyandang status sebagai istrinya itu.

Pernikahan mereka bermula dari perjodohan oleh kedua orang tua mereka untuk memperlebar sayap bisnis kedua keluarga, seiring berjalannya waktu mereka saling nyaman satu dengan yang lain dan kehidupan rumah tangganya berjalan dengan bahagia dan tanpa kendala walau belum juga hadir seorang anak ditengah-tengah mereka, kedua keluarga tak pernah mempermasalahkannya lagi pula usia mereka masih sangat muda kala itu.

Menginjak usia pernikahan ke lima tahun, Zarima istrinya berubah, sering keluar rumah tanpa member tahu padanya dan sering pergi keluar kota dengan alasan arisan bersama teman-teman sosialitanya, namun laki-laki itu tidak percaya begitu saja, suatu ia mengikuti istrinya yang hendak ke luar kota.

Jauh diluar dugaannya sang istri pergi bersama dengan laki-laki lain yang ternyata adalah sahabatnya sendiri. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat istrinya bergumul dengan laki-laki lain. Suara erangan dan desahan mereka terdengar jelas di telingganya, namun dia hanya diam lalu pergi meninggalkan istri dan sahabatnya yang sedang bertukar kenikmatan.

Sejak saat itu dia tak pernah lagi menyentuh istrinya, walau berbagai cara dilakukan istrinya untuk merayu namun tak ada satu cara pun yang berhasil membuatnya kembali seperti dulu.

"Kamu sudah pulang, Al." Sapa Zarima pada laki-laki bernama Alfredo yang tak lain adalah suaminya.

"Hm." Jawab Alfredo sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Zarima menarik nafas panjang, sampai detik ini dia tak tahu apa yang membuat sikap suaminya berubah. Walau dia mempunyai laki-laki lain yang selalu dapat memuaskan birahinya, namun sebagai seorang istri yang pernah merasakan hangatnya seranjang dengan suami, Zarima ingin kembali merasakan kehangatan tersebut, namun apapun yang dilakukan Zarima untuk menarik perhatian suaminya tak pernah berhasil.

Alfredo mengunci pintu kamar mandi lalu mengisi air hangat dalam bathup sambil ia melucuti seluruh pakaiannya. Lalu perlahan ia msuk kedalam bathup dan merendam tubuhnya yang lelah karena seharian bekerja dan mengikuti perempuan yang berhasil mengungkung hatinya dalam sebuah perasaan cinta yang dalam.

"Karenina, tunggu aku sebentar lagi sayang, aku akan datang dan menjadikan kau milikku selamanya." Gumamnya dengan mata terpejam.

"Bagaimana bisa hanya dengan mengingat namamu saja, kau membuatku bergairah Karen, kau bisa membuatku gila jika aku tak segera memilikimu." Alfredo terus bergumam.

"Kau harus memuaskan aku suatu hari nanti Karenina." Lanjut Alfredo bergumam.

Perlahan tangan Alfredo memainkan benda pusakanya sendiri, yah.. sejak dia melihat Karenina ia sering tersulut birahi dan berakhir dengan bermain solo dari pada bermain dengan istrinya yang justru akan membuatnya jijik.

Satu jam kemudian Alfredo mengakhiri sesi mandi yang berujung kepuasan, dia segera meraih mantel yang tersusun rapi di dalam rak tak jauh dari bathup.

Alfredo keluar dari kamar mandi tanpa menoleh pada sang istri yang sudah menggunakan baju tidur tipis dan siap untuk memuaskannya. Namun Alfredo justru melangkah menuju balkon dan menyulut sebatang rokok yang kemudian di hisap dengan pelan sambil melihat pemandangan kota.

Zarima berjalan mendekat ke arah Alfredo kemudian memeluknya dari belakang, sudah lama ia tak lagi merasakan hangatnya pelukan laki-laki di dekapannya ini.

Dan untuk kesekian kalinya, Alfredo menolak Zarima dia melepaskan tangan Zarima yang melingkar di pingangnya dengan pelan, lalu pergi begitu saja dari kamar mereka.

Cetek cetek.

Alfredo mengunci ruangan kerjanya lalu merebahkan tubuhnya di sofa, ingin sekali ia menceraikan Zarima namun perjanjian kedua keluargalah yang membuatnya tidak bisa berkutik untuk menceraikannya.

"Suatu saat aku akan memberikanmu pada Tama, Zarima. Aku tak mungkin lagi bersamamu, aku bukanlah pilihan hatimu, jika saja dulu kau mengatakan padaku sebelum pernikahan kita jika kau mencintai Tama, maka tak akan pernah terjadi pernikahan ini, Zarima." Lagi, Alfredo bergumam.

Tak lama ia tertidur pulas tanpa menikmati makan malam terlebih dahulu.

Karenina meliuk-liukkan tubuhnya diatas panging di sebuah club malam selain pandai menyanyi Karenina juga terkenal sebagai disk jokey yang selalu membuat orang bersemangat terjun ke dance floor untuk berpesta.

Karenina mengoyangkan tangannya di atas dan pinggulnya meliuk lincah, tangan kirinya memainkan disk dan tombol-tombol untuk meracik music beat yang menggema di club malam eksklusiv itu.

Di meja bartender terdapat sang sahabat sedang ikut bergoyang dipangkuan seorang pria yang memeluknya dari belakang.

"Sahabat kamu memang hebat menjadi DJ, suaranya juga bagus." Kata Damar kekasih Sofia yang tak lain adalah pemilik club malam tersebut.

"Ya, ayahnya juga sangat pandai bermain music, mungkin darah seni yang dimiliki Nina turunan dari ayahnya."

"Aku harus berterimakasih pada sahabatmu, semenjak dia bergabung dengan club ini, penghasilanku naik drastis."

"Asal kau jangan menjualnya pada lelaki hidung belang saja, sayang. Aku akan membunuhmu jika itu terjadi."

"Aku tak akan berani, karena ada seseorang yang selalu menjaganya, dan menginginkanya."

"Ha?! Serius? Bahaya kalau gitu."

"Tenang, dia orang yang baik, dia juga sahabatku, aku jamin dia tak akan macam-macam."

"Oke aku percaya padamu."

Ketika hampir subuh, Karenina baru menyelesaikan pekerjaannya, dan dia buru-buru ke parkiran untuk menuju ke mobilnya, kepalanya sudah pusing, walau ia tak banyak minum namun aroma di dalam club malam itu membuatnya pusing.

Dia buru-buru masuk kedalam mobilnya lalu keluar dari area gedung dan meluncur dipekatnya malam, dia bermaksud untuk mampir kepanti asuhan untuk memberikan uang hasil kerjanya mala mini, lalu alangkah terkejutnya ketika melihat plang yang tertulis di depan panti, jika panti asuhan itu dalam sengketa.

Ibu-ibu paruh baya keluar dari pintu samping dan menemukan Karenina sedang berdiri di depan olang tersebut.

"Kau kah yang selalu memberikan uang untuk anak-anak di sini, Nak?" Tanya ibu-ibu itu.

Karenina tergagap, namun akhirnya Ia mengangguk lemah, lalu tangannya menunjuk ke sebuah plang yang bertulis bahwa rumah itu harus segera dikosongkan.

"Ya, panti ini harus segera di kosongkan karena pemilik lahan akan membagun hotel disini."

"Apa?"

"Siapa pemilik lahan ini, Bu?"

"Namanya Tuan Alfredo, dia pemilik perusahaan pengembang dan juga seorang pengusaha pernotelan."

"Dimana saya bisa menemuinya, Bu? Saya akan coba bantu bicara padanya."

"Apa kau serius? Ingin membantu kami?" Tanya ibu-ibu pemilik panti lagi.

"Ya bu."

"Sebentar." Ibu-Ibu itu masuk kembali ke dalam panti, lalu tak lama beliau keluar dan memberikan sebuah kartu nama Alfredo Dimitri.

"Baik bu, saya akan bantu agar panti ini tidak jadi di gusur. Simpan uang ini untuk keperluan panti bu."

"Siapa namamu, Nak."

"Karenina Bu, saya permisi."

"Ya, hati-hati."

Karenina kembali masuk ke dalam mobil menuju ke ruamhnya, rencananya siang ini dia akan ke kantor pemilik lahan panti asuhan itu setelah ia mengistirshstkan tubuhnys sekejap.

avataravatar
Next chapter