webnovel

GCDT 39

Waktu makan malam tiba, semua sudah berkumpul di ruang makan dan di tempat masing-masing.

"Paman mau makan apa? Biar Dea ambilkan?" tawar Dea begitu selesai mengambilkan nasi, sayur beserta lauk untuk Rama, karena kata Rama selama seminggu ini jatah Dea, maka wanita itu harus melayani dirinya lahir dan batin.

"Nggak usah, Nak. Paman bisa sendiri," tolak Jerry yang disertai senyumnya, "yakin?" tanya Dea lagi, Rama menatap tak suka pada pria yang sedang duduk di depannya kemudian mendengus sebal.

"Yakin, sekarang makanlah. Lihat suamimu tak juga makan karena kamu tak kunjung makan," Jerry berkata sambil menunjuk Rama yang sedang menopang kedua tangannya di atas meja, Dea menoleh dan memandang wajah suaminya kemudian tertawa kecil.

"Dia memang begitu, manja," jawab Dea yang mengundang tawa Jerry, "sepertinya kalian cocok," sindir mama Abhel yang dari tadi menyimak interaksi keduanya, Dea hanya mengulas senyum kemudian mengambil sendok dan menyuapkan nasinya kedalam mulut Rama.

Dengan senyum bahagia Rama membuka mulut dan menerima suapan itu lalu mengunyahnya. Dea ganti menyuapkan sendok yang berisi nasi ke mulutnya, begitu terus hingga piring yang tadi isi menjadi kosong karena isinya telah berpindah ke perutnya.

Dea berdiri dan membawa piringnya serta piring Rama yang juga telah kosong kearah dapur, lalu mencucinya.

"Ck, non, itu kan tugas saya," gerutu art yang gemas melihat Dea, wanita itu menoleh lalu tertawa, "maaf kebiasaan di rumah kalau aku sama mas Rama habis makan pasti langsung aku cuci," jawabnya yang membuat sang art menggeleng sekaligus senang dan bangga.

"Yank," Rama yang tiba-tiba muncul ke dapur mencari Dea, "ya," Dea menjawab sambil mengelap tangannya dengan kain lap kemudian melangkah menghampiri suaminya.

"Kamu udah transfer mamamu?" kening Dea mengkerut bingung, "iya sudah, kebetulan keuntungan butik agak banyak, jadi Dea kasih ke mama sedikit. Nggak apa 'kan?" tanya Dea hati hati, sebenarnya dia sedang berbohong.

'Apa Abraham yang kirim ya?' tanyanya dalam hati, "sudah mas bilang 'kan, biar mas aja yang transfer. Uang kamu, kamu pakai buat beli sesuatu yang kamu mau. Dasar bandel," ucap Rama gemas yang kemudian menarik kepala Dea dan mengecupnya.

"Ekhemm," suara deheman membuat Rama dan Dea menoleh, "perlu sesuatu?" tanya Dea ramah pada Jerry, pria yang memakai kaos putih itu melirik Rama yang terlihat tak nyaman dengan keramahan istrinya pada dirinya.

"Nggak ada, saya cuma mau bikin kopi," sahut Jerry yang kemudian berjalann kearah kompor dan mengambil panci lalu mengisinya dengan air, kemudian menaruh nya di atas kompor lalu menyalakan kompor tersebut.

Sembari menunggu air mendidih, Jerry memgambil gelas yang kemudian dia isi kopi hitam dan sedikit gula. Semua itu tak lepas dari pengamatan Dea, "anda dan mas Rama sama ya, suka ngopi kalau habis makan malam," celetuk wanita itu yang membuat Jerry menghentikan gerakan tangannya lalu menatap wanita itu dan tersenyum.

'Karena dia putra ku, De,' kalimat itu hanya mampu Jerry katakan dalam hati, "kebetulan saja, Yank," Rama yang menimpali, dan Dea mengangguk.

"Mas, mau dibuatin kopi juga?"

"Kamu mau dibuatin kopi juga?" Dea dan Jerry menawari Rama dengan pertanyaan yang sama dan waktu yang sama, mereka kemudian saling memandang dan tertawa.

"Tau gitu nitip, ngomongnya," Dea berkata sambil menutup mulutnya dan tertawa kecil.

"Maksudnya?" Jerry yang sedang menuang air panas itu kedalam gelas seketika berhenti, "ck, maksud Dea, karena kalian ngomong nya samaan, tau gitu dia nggak ngomong. Biar anda saja!" ketus Rama yang langsung mendapat cubitan sayang di pinggang nya.

"Mas, nggak sopan ngomong dengan nada kaya gitu," tegur Dea sambil berbisik, Rama hanya berdecak sebal. Jerry yang paham maksud perkataan Rama akhirnya mengangguk, Dea kemudian mengambil gelas dan mengisinya dengan kopi dan dia beri susu putih sedikit dan gula sesendok.

Sedang Rama memilih duduk di depan meja makan di mana biasanya para artnya makan, di situ dia bisa memandang aktifitas Dea yang sibuk membuatkan kopi susu kesukaannya.

"Oya, kata Mas Roy kamu punya usaha sendiri?" Jerry ikut menghenyakkan bokongnya di kursi di dapur itu, Rama hanya mengangguk dan menaruh kegiatan istrinya.

"Mas Rama memang pinter kok, selain ngurusin perusahaan papanya, Mas Rama juga membuka usaha lain," Dea berkomentar, Jerry merasa jika Rama tidak menyukai kehadiran dirinya. Namun Jerry tidak perduli, dia kesini dengan maksud untuk mendekati dan bisa mengambil hati Rama, putranya.

Jerry juga akan menjamin kebahagiaan dan masa depan Rama, Dea meletakkan cangkir yang berisi kopi susu di atas meja di depan Rama tepat. Rama yang dari tadi pura-pura sibuk dengan ponselnya mendongak dan mengucapkan terima kasih.

Dea menopang kedua dagunya dengan punggung tangannya, netranya menatap kedua pria yang sedang duduk di depannya. Dea menyunggingkan senyum kala melihat ada kemiripan gerakan dan seperti kebiasaan yang suaminya lakukan.

"Kalian tahu nggak, kalian itu kaya ayah dan anak lho," celetuk Dea tanpa sadar, Rama dan Jerry yang hendak menyeruput kopi mereka, tiba-tiba menyemburkan kopi itu dan meletakkan cangkir itu bersamaan yang membuat tawa Dea pecah.

"Kan kompak," lagi Dea berujar yang membuat sosok perempuan yang berdiri tidak jauh dari mereka yang mendengar meringis menahan sesak di dada.

"Suka banget bikin orang kaget," ujar Rama sambil mengambil tissu dan mengelap dagunya yang terkena air kopi, Dea tertawa kecil seraya membantu Rama.

"Maaf," Dea bergelayut manja di lengan Rama, dan pria itu mengusap lembut kepala Dea.

"Eh, iya. Paman kok nggak sama istrinya?" Dea mulai bawel, sedang Jerry tersenyum. Ternyata menantunya ini cukup peka, walau tidak ada yang memperhatikan, buktinya istri pertama Rama bertanya.

"Om belum menikah, tapi dulu sempat mencintai seseorang, dan yah wanita itu mencintai pria lain." Dea menyibak rambutnya dan menyelipkan rambutnya kebelakang telinganya, wanita itu siap mendengar kisah cinta yang menurut nya langka.

"Dan sebelum wanita itu menikah dengan pria yang dia cintai, saya sempat menyatakan perasaan ini, namun dia bersikukuh ingin mendapatkan pria itu meski pria itu tidak mencintai dirinya," Jerry menarik nafas, dan menatap lantai.

Seketika bibirnya tertarik ketika melihat bayangan seseorang yang tengah menguping pembicaraan mereka, dan Jerry tahu, dia adalah wanita itu.

"Dan saat dia menikah, dia sudah hamil anak saya." Dea terkejut mendengar cerita terakhir yang adik Papa mertuanya ceritakan.

"Apa suami wanita itu tahu?" Dea bertanya karena penasaran, Jerry menatap wajah penasaran Dea lalu tertawa gemas.

"Tahu, tapi belum lama ini," Mama Abhel yang menguping tersentak kaget, pun Dea. Sedang Rama tidak ada reaksi apapun, karena baginya itu tidak penting.

Next chapter