1 Korban yang Sama Sekali Tidak Terlihat Seperti Korban

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Bulan September, di kota Wu. Hari itu langit terlihat begitu cerah. Tepatnya terletak di sebuah bangunan kecil yang berdiri sendiri di ujung gang, saat itu perawatan psikologis khusus sedang berjalan.

Lu Mian duduk di sofa dengan santai, jari telunjuknya melingkari ujung rambutnya yang tersebar, sambil tersenyum ia melihat ke arah sisi yang berlawanan. Kemudian Lu Mian meminum seteguk air, saat ia meletakkan kembali cangkirnya, tangannya yang lain mengambil pena yang ada di atas meja dengan santai.

Pena bulat yang sudah umum digunakan seperti kehidupan saat ini tampak berputar-putar di antara jari-jari Lu Mian yang putih dan panjang.

"Ayo mulai." Ucap Lu Mian dengan santai.

Pemuda yang ada di seberang Lu Mian tidak bisa menahan tawa. 'Kenapa aku merasa identitasku berubah? Jelas-jelas aku yang merupakan seorang psikolog, tapi malah aku yang didominasi oleh pasien.'

Dengan segera, pemuda yang ada di seberang Lu Mian itu melihat berkas yang ada di tangannya.

[Lu Mian, perempuan, 19 tahun, ia adalah korban terakhir dari kasus penculikan besar-besaran Aorb. Ia diselamatkan setengah bulan yang lalu.]

Sebelumnya, pria itu sudah mempelajari informasi ini tentang pasiennya yang satu ini.

Tapi… Sulit dibayangkan bahwa ternyata gadis yang ada di depannya saat ini adalah korban penculikan.

"Lu Mian, bisakah kita berbicara seperti saat kamu berbicara dengan temanmu? Keluargamu sangat mengkhawatirkanmu. Mereka ingin tahu lebih banyak tentangmu melalui aku."

Lu Mian malah terlihat tidak berminat saat pemuda itu berkata demikian kepadanya. Aksi tangan kanannya yang memutar pena itu pun masih terus berlanjut dan tidak berhenti. Dan tangan kirinya bermain ponsel dengan bosan untuk mengisi waktu luang.

Ekspresi Lu Mian saat ini juga terlihat serius. Sesekali matanya juga tampak berkedip pada lawan bicaranya. Selain itu, tahi lalat merah kecil yang menjulang di tulang rawan telinga kiri gadis itu terlihat dingin, indah dan menyentuh.

Tetapi jauh di dalam mata yang tenang dan wajah yang tersenyum itu, tidak ada kehangatan sedikitpun. Yang ada hanyalah tatapan dingin yang menyiratkan jangan berani menyentuhku.

Psikolog Ye Jinwen sedikit mengernyitkan alisnya saat melihat Lu Mian. Bagi Ye Jinwen, Lu Mian adalah orang kedua yang sulit untuk didekati!

Orang yang pertama tentu saja… Sudah pergi menjauh. Sebagai seorang psikolog, Ye Jinwen dengan sabar tetap melanjutkan pertanyaannya untuk mengambil hati pasien.

"Bisa ceritakan padaku, apa saja yang telah terjadi saat kamu diculik selama dua tahun itu?"

"Aku lupa."

"Kalau begitu, apa kamu ingat pria misterius yang menyelamatkanmu waktu itu? Apa kamu mengenalnya?"

"Tidak kenal."

"Bagaimana pendapatmu tentang kedua orang tuamu dan adik perempuanmu?"

"Baik."

Seketika Ye Jinwen merasa mengalami hambatan dalam karirnya menjadi psikolog. Pasiennya kali ini tidak terburu-buru juga tidak gelisah. Namun sebaliknya, malah Ye Jinwen yang duduk dan merasa sedikit gelisah.

Bagi Lu Mian, ini adalah terapi yang keempat kalinya. Setiap kali diberi pertanyaan, ia selalu saja memberi jawaban yang sama.

Tidak peduli bagaimana Ye Jinwen mencoba untuk memecahkan masalah, Lu Mian tetap tidak goyah sedikitpun. Ia bahkan tidak mampu melihat kebohongan pada tatapan dan ekspresi Lu Mian.

Namun intuisi Ye Jinwen selalu memberitahu, bahwa Lu Mian bukanlah pasien PTSD (post-traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca trauma adalah kondisi jiwa akibat peristiwa traumatis yang dilihat atau dialami seseorang), tapi pasti Lu Mian memiliki masalah lain!

Ye Jinwen teringat dengan perkataan Ibu Lu Mian, 'Sejak kecil Lu Mian sering sekali berbohong, perkataannya tidak bisa dipercaya!'

'Apakah perlu menggunakan cara paksaan untuk membuat Lu Mian mengatakan yang sebenarnya…' Batin Ye Jinwen.

Waktu pun berlalu dengan cepat. Setelah menyelesaikan game ke-20, akhirnya Lu Mian bangkit dari sofa.

Alis dan mata yang indah serta senyuman yang menawan dari wajah Lu Mian menatap pada kamera pengawas sebentar, lalu ia mengembalikan pena yang tadi ia pegang itu kepada Ye Jinwen.

Setelah waktu terapi selesai, Lu Mian merasa seperti telah menyelesaikan suatu pekerjaan, dan ia juga merasa bahwa saat ini memang sudah waktunya ia pergi.

"Lu Mian!" Ye Jinwen dengan tergesa-gesa menyusul Lu Mian dan berkata langsung di belakang punggung Lu Mian yang kurus dan sikapnya yang dingin, "Aku tidak berniat jahat, aku hanya ingin membantumu!"

Lu Mian pun menoleh. Setelah ia mendengus dari mulutnya, ia langsung terkekeh tanpa ragu-ragu.

"Dokter Ye, apa kamu tidak lelah pura-pura peduli dengan pasienmu?"

Perkataan Lu Mian itu seketika langsung membuat Ye Jinwen terdiam. Pada akhirnya Ye Jinwen pun kembali ke kantornya dengan rasa frustrasi.

Saat Ye Jinwen membuka pintu ruangan, ia melihat ada seseorang yang berperawakan tinggi sedang duduk di sofa dengan wajah bahagia. Setelah melihat orang tersebut, kini perasaannya pun berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya.

Seorang pria sedang duduk di sofa dengan tangan yang membungkus lutut yang terangkat. Tubuhnya sedikit condong ke depan untuk menatap pada layar monitor kamera pengawas.

Karena tubuhnya sedikit condong ke depan, kerah kemeja abu-abu yang ia pakai itu pun tampak sedikit terbuka dan memperlihatkan kulitnya yang putih.

Dari sisi samping, wajah pria itu terlihat lembut. Namun sebenarnya jika dilihat lebih dekat, ekspresi wajahnya yang tampan itu tampak sangat dingin.

Tatapan mata yang dingin itu dibingkai oleh kacamata berbingkai emas yang fokus pada layar monitor kamera pengawas. Tatapan matanya terpaku saat melihat Lu Mian.

---

Dari 15 Februari 2020, koin yang sudah digunakan untuk membeli buku yang tidak terpilih akan dikembalikan dalam waktu 30 hari. Perlu diperhatikan Fast Pass yang sudah digunakan tidak bisa dikembalikan. 

Buku-buku yang terpilih untuk dilanjutkan akan memiliki tanda khusus di pojok sampul dalam 30 Hari untuk menunjukkan kelanjutannya. 

Terimakasih atas pengertian Anda.

avataravatar
Next chapter