2 Chapter 2

Owena menumpahkan tangisnya, bercampur angin serta suara hewan malam. Gelapnya taman tak membuat gadis itu beranjak dari tempat. Juga menghiraukan tubuhnya yang nyaris menggigil karena pergantian ke musim dingin.

Padahal di kehidupan sebelum dirinya tak sadarkan diri dalam jangka waktu panjang ini, dia sama sekali tidak merasakan sakit hati akibat perkataan menyakitkan dari anggota keluarganya. Tetapi, hari ini rasanya ia tak bisa membendung air mata kekecewaan atas penggalan perkataan Ayah dan Kakak pertamanya di ruang tengah tadi.

"Dada ku sangat sakit... rasanya hampir mati..." ucapnya disela-sela isakan.

"Astaga! Bukannya kau sudah mati?! Padahal aku besok sudah berencana akan menaburkan abu kremasi mu, lho!"

Calisto membelalak terkejut. Lantas berjongkok di hadapan gadis yang bersimpuh di atas rumput tanpa alas duduk.

"H-hei! Kau kenapa?!"

Tak menjawab, Owena semakin menangis dan itu membuat Calisto semakin panik.

"Aduh! Aku tak berbuat apa-apa lho! Eh, tapi tunggu. Kau bukan roh gentayangan kan?! Kau menangis di sini bukan karena menyesali perbuatan mu selama hidup kan?!"

Calisto berucap tak karuan dan menjauhkan diri dari Owena.

"Ah! Sialan. Kenapa aku takut begini?!"

Sebelum pergi, Calisto berucap cepat. "Aku sudah memaafkan semua kesalahan mu. Jadi kembali ke alam mu dan tidurlah dengan tenang. Dan jangan menangis sembarangan di sini!"

"A-aku pergi!"

Setelah itu, Calisto benar-benar meninggalkan Owena yang masih terisak. Dia ingin sekali menjawab tadinya, tetapi isakan nya membuatnya tak bisa melakukan.

Pagi datang dan mentari mulai menunjukkan atensinya. Suara kicauan burung serta gesekan suara angin memaksa Owena bangun. Lagi-lagi kepalanya nyeri dan kali ini dua kali lipatnya. Ditambah sekujur tubuhnya pun sakit.

Owena sempat terkejut karena dirinya masih di tempat yang sama seperti semalam. Lalu menurunkan arah pandang lemah. Ternyata tidak ada yang peduli dengannya di sini, bahkan para pelayan sekalipun. Betapa menyedihkannya nasibnya ini.

Owena berusaha berdiri dan gagal karena kakinya yang tiba-tiba lemas. Dia hampir menangis kalau saja seorang pelayan muda tak memekikkan namanya.

"Ya Tuhan! Nona Owena!"

Pelayan itu melemparkan keranjang pakaian yang ia bawa dan berlari menghampiri Owena. Gadis itu menatap khawatir sembari membantu Owena untuk berdiri.

"Kenapa Anda duduk di sini? Apalagi dengan pakaian tipis begini. Salju pertama turun kemarin malam. Nona bisa sakit karena udara dingi-- Astaga! Tubuh Nona sangat dingin seperti es!"

Pelayan yang tidak diketahui namanya oleh Owena itu berteriak meminta tolong. Sekitar tiga orang datang dan ekspresi awal mereka sama terkejutnya begitu melihat Owena. Entah karena kondisi gadis ini atau fakta bahwa yang diketahui seluruh kediaman Walas kalau Owena sudah mati.

"Cepat bantu aku membawa Nona ke kamarnya! Dan kau, tolong panggilkan dokter pribadi keluarga Marquess Walas."

Setelah situasi heboh di taman sampai kamar Owena. Dokter yang memeriksa gadis itu selesai dengan pekerjaannya memeriksa kondisi Owena.

"Bagaimana bisa ini terjadi?" tanya Baron Pelps, dokter pribadi keluarga Walas.

Pelayan yang pertama kali menemukan Owena itu menggeleng lemah. "Saya juga tidak tahu, Tuan. Saya yang baru akan memulai pekerjaan Saya pagi ini mendapati Nona Owena duduk lemas di atas rumput di taman. Dan tubuh beliau sedingin es. Saya panik dan---"

"Tidak. Maksudku, bagaimana bisa orang mati bisa hidup kembali? Jelas-jelas kemarin aku yang mengecek kalau pernapasannya berhenti."

Seperti baru sadar akan sesuatu. Pelayan tersebut menutup mulutnya terkejut. Pandangannya terarah kepada Owena yang terbaring tidur di atas ranjang.

"Sepertinya kau baru sadar akan semua ini. Kalau begitu aku permisi untuk menemui Tuan Marquess dan membicarakan hal ini. Kau jaga Nona Owena di sini." Setelah itu Baron Pelps pergi dari kamar Owena.

Gadis yang berprofesi sebagai pelayan itu masih dalam kondisi keterkejutannya.

"Memang, kemarin aku pamit pulang terlebih dahulu karena penyakit nenek kambuh. Tetapi aku tak menyangka kalau... Nona Owena kembali hidup begini..." lirihnya.

"Padahal aku yang menyiapkan kayu-kayu bakar sebelum pulang kemarin. Aku masih tak percaya,"

TBC

avataravatar
Next chapter