4 Salah masuk

Mobil yang ditumpangi oleh Maura dan Roop berhenti di sebuah hotel bintang lima. Hotel mewah yang dimasuki oleh orang kaya. Tepukan di bahu membuat Maura tersentak, dia menoleh ke sisi samping menatap Roop dengan sendu. Ini pertama kalinya dia melakukan hal yang menurutnya menjijikkan.

"Jangan takut, Maura. Kita sudah sampai, pergilah ke kamar 2011," ucap Roop dengan lembut.

Maura hanya bisa menunduk, pikirannya berkelana jauh. Memikirkan bagaimana dia bisa melakukan hal tersebut. Tepukan di bahu kembali menyadarkan Maura, perempuan itu mengerutkan dahi menatap Ropp.

"Turunlah, pelangganmu sedang menunggu. Setelah kamu berhasil menaklukkan dia. Kamu akan mendapatkan bayaran tinggi."

Maura menelan salivanya, dia mengangguk sekilas. Lalu turun dari mobil. Dia menatap hotel mewah itu, ada rasa takut terpatri dalam diri. Dengan keberanian yang tersisa dalam diri, Maura melangkah memasuki hotel tersebut.

Maura berjalan ke arah resepsionis hotel, bukannya mendapatkan sapaan ramah. Maura justru mendapat lirikan sinis dari tiga orang resepsionis wanita di sana. Dia jadi merasa sungkan untuk bertanya, apalagi ketiga wanuta itu memerhatikan pakaiannya yang terlihat minim. Tidak ingin terlihat seperti wanita murahan, Maura mengulas senyum ramah kepada resepsionis tersebut. Ketiga resepsionis itu membalas senyumannya. Lalu kedua resepsionis yang lain, kembali melanjutkan tugas masing-masing.

"Ada yang bisa saya bantu, Kak?" tanya resepsionis bername tag, Luna.

Mulut mengatup. Otaknya berpikir keras, mengingat nomor kamar yang akan dia kunjungi. Dia tidak mendengar dengan jelas ucapan Roop mengenai soal kamar dan laki-laki itu. Maura menatap Luna dengan bingung, dia hanya ingat depan nomor tersebut.

"S–saya ingin pergi ke kamar 2017. Bisa tolong tunjukkan kamarnya?" tanya Maura dengan tergagap.

Dia tidak tahu pasti apakah alamatnya benar atau tidak, seingatnya begitu nomor kamarnya. Luna mengulas senyum tipis, dia memanggil salah satu office girl yang kebetulan sedang lewat di sana. Luna menyuruh office girl tersebut mengantarkan Maura ke kamar yang dituju.

Maura hanya mengangguk mengiyakan. Di dalam lift, dada Maura bergemuruh hebat. Rasa takut kembali menyelinap dalam benak. Maura memegang tangannya sendiri dengan erat guna menghilanglan rasa takut dalam diri.

"Kakak cantik, apakah kakak ke sini untuk bertemu dengan suami kakak?"

Maura tersentak mendengar pertanyaan dari office girl itu. Tidak mungkin dia mengatakan hal sejujurnya, kalau dia datang ke hotel tersebut untuk memuaskan hasrat seorang lelaki. Maura hanya memebalas dengan senyuman kecil, menyembunyikan rasa takut dalam diri.

Lift berhenti di lantao yang dituju, mereka berdu keluar dari dalam lift. Office girl tersebut berhenti didekat lorong, membuat Maura mengerutkan kening saja.

"Kenapa berhenti?" tanya Maura bingung.

"Maaf, Kak. Area ini khusus orang penting, kami yang memiliki derajat rendah dilarang masuk. Aku hanya bisa mengantar kakak sampai di sini," ucap office girl tersebut.

Peraturan macam apa itu yang melarang pekerja masuk ke dalam sana. Maura menatap lorong dengan kosong, lalu kembali menatap office girl tersebut.

"Tidak masalah. Bisa kau tunjukkan di mana letak kamar 2017?"

"Kamar itu terletak di ujung sana," ujar office girl tersebut seraya menunjuk ke dalam lorong itu. "Yang ada dua lelaki bertubuh besar, itu kamarnya."

Maura memandang ke depan sana, memang ada dua orang lelaki berpakaian hitam berdiri di depan pintu sana. "Baik, terima kasih banyak."

Setelah mengatakan itu, Maura berjalan menelusuri lorong. Perasaannya semakin campur aduk, dia masih saja memegang erat jemarinya. Memikirkan bagaimana nasib ke depannya nanti setelah memuaskan hasrat lelaki hidung belang itu. Menjadi kupu-kupu malam ternyata tak menyenangkan.

Maura tiba di depan pintu kamar bertuliskan nomor 2017, dia menatap pintu itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Baru saja dia ingin mengetuk, tangan kekar lelaki yang berjaga di depan pintu mencekal lengan Maura. Buru-buru Maura menepisnya.

"Katakan, siapa kamu? Dan kenapa berdiri di sini?" tanya lelaki berkepala botak di sisi kiri seraya menatap Maura dengan tajam.

"Kau punya mulut, 'kan? Cepat katakan!" sentak laki-laki di sisi kanan yang memiliki rambut ikal, karena Maura tak kunjung menjawab.

Maura tersentak, dia menarik napas dalam-dalam. Lalu mengembuskannya dengan kasar. "Aku ingin bertemu dengan si pemilik kamar ini."

"Tidak bisa. Berikan kartu tanda pengenalmu terlebih dulu. Tuan kami sedang beristirahat, kau bisa kembali besok."

"Tetapi aku memiliki janji dengan dia," ucap Maura. Dia tidak mau pergi sebelum mendapatkan uang itu. Maura merasa aneh, padahal si laki-laki itu yang memesan. Namun kenapa menyuruh dirinya pergi oleh para bodyguardnya.

Maura dan kedua laki-laki itu tampak berdebat. Membuat kericuhan di sana. Sampai perdebatan mereka terhenti oleh suara pintu kamar tersebut terbuka. Dengan cepat dan tanpa rasa malu, Maura melangkah memeluk laki-laki yang berdiri di ambang pintu. Menatap penuh ejek kepada kedua bodyguard itu yang siap akan menangkapnya.

"Hei, kau gadis gila! Berani sekali kau memeluk Tuan kami!" bentak si kepala botak itu.

"Tolong usir mereka! Bukankah kau yang memanggilku?" Maura mendongak menatap wajah laki-laki itu, seketika dia terkesima dengan wajah tampan milik laki-laki yang sedang dia peluk.

Bola mata berwarna kehijauan milik laki-laki itu sangat meneduhkan. Rahang yang kokoh, hidung mancung, alis lentik, dan tubuh kekar seperti seorang aktor bollywood yang pernah Maura tonton di TV—Hrithik Roshan. Maura menatap wajah itu tanpa berkedip hingga tarikan tangan dengan kasar membuat Maura kembali sadar ke dunia nyata.

"Lepas bodoh! Ini sakit!" teriak Maura memberontak, karena kedua laki-laki jelek itu memegangi tangan Maura.

"Maaf, Tuan. Atas ketidaknyamanan ini," ucap laki-laki berambut ikal itu.

Laki-laki yang berdiri di ambang pintu sana masih menatap Maura dengan rasa penasaran. Menatap dari ujung kepala hingga kaki, darahnya berdesir melihat lekuk tubuh milik perempuan itu menempel di tubuhnya. Jakunnya naik turun, hasrat kelelakiannya tiba-tiba saja menyelinap dalam benak.

"Lepaskan dia!" perintah itu langsung saja dituruti, mereka tidak mau membuat sang bos murka.

"Pergi dari sini!"

Kedua laki-laki berpakaian hitam itu saling menatap satu sama lain. "Tetapi Tuan, Tuan besar meminta kami untuk menjaga Tuan di sini. Takut kalau perempuan ini malah mencelakai, Tuan."

"Saya bisa jaga diri! Saya bilang pergi, pergi!" Suara tegas dan penuh dengan penekanan menggema. Membuat kedua lelaki yang tadinya tampak perkasa kini menciut.

Mereka berdua pergi dari hadapan sang tuannya entah ke mana. Kini hanya tinggal Maura berdiri seraya menunduk dengan dalam. Mendengar suara tegas dan nada tak ingin dibantah membuat dirinya takut. Maura merasa tatapan tajam lelaki itu kini tertuju padanya, dia menelan salivanya sendiri.

"Masuk!"

Maura menurut, mengekori lelaki itu masuk ke kamar itu. Pintu terdengar ditutup dan terkunci. Maura masih mematung di tempat, sedangkan lelaki itu melangkah masuk lebih dalam lagi.

Dengan kewibawaan dan karismanya, laki-laki itu duduk di sofa. Jas formal masih melekat di tubuh laki-laki itu. Maura merasa bahwa laki-laki itu memiliki kekuasaan yang begitu melejit hingga tak ada yang mampu melawannya.

Maura mengembuskan napas pelan. Ini giliran dirinya melayani laki-laki itu. Dia berjalan berlenggak-lenggok ke arah laki-laki itu. Akan tetapi Maura merasa bahwa laki-laki itu sama sekali tak tergoda. Tampak tenang duduk bersandar sembari memegang segelas wine.

"Kupu-kupu malam," desis laki-laki itu, membuat Maura mematung seketika.

Laki-laki itu meneguk sedikit winenya, menaruh gelas itu kembali ke meja kecil. Dia bangun dari duduk, berjalan menghampiri Maura di sana. Kesannya tampak sangat mencekamkan, seperti sedang diinterogasi.

"Kau sadar dan tahu siapa orang yang sedang kau goda?" Laki-laki itu melontarkan pernyataan didekat telinga Maura.

Membuat Maura bergedik ngeri saja. Rasa takut semakin menyilinap dalam diri. Dia tidak berani menatap, dia hanya bisa memilin jemarinya. Maura merasakan langkah kaki laki-laki itu mendekat, membuat Maura memundurkan diri menghindar.

Maura mengikuti langkah alunan kaki itu hingga tubuhnya terhimpit oleh dinding. Napas berat menerpa wajah Maura, sungguh batinnya belum siap. Apalagi dengan laki-laki berkuasa seperti yang ada di hadapannya. Tampan, tetapi menakutkan, pikir Maura.

"Berapa harga dirimu? Berapa yang harus aku bayar?" tanya lelaki itu.

Mendengar soal harga diri, Maura mendongak membalas tatapan dari laki-laki itu. Seumur-umur dia baru saja mendengar soal harga diri ada nilainya. Dia memang membutuhkan uang, mengorbankan diri menjadi seorang wanita malam. Bukan berarti dia menjual harga dirinya.

"Bisakah kau mengubah pertanyaanmu? Bukan berapa harga dirimu, melainkan berapa tarifmu."

Seulas senyum smirk terbingkai di wajah laki-laki itu, Maura semakin takut saja. "Menyenangkan bertemu dengan kupu-kupu malam yang menganggungkan harga dirinya. Apakah kau lupa? Bahwa seorang pelacur tidak pernah memiliki harga diri."

Maura menahan diri agar tak tersulut emosi. Ingin sekali dia merobek mulut laki-laki itu, berwajah tampan tetapi mulutnya tampak busuk. Dia mengembuskan napas kasar, memberanikan diri mendekat kepada lelaki itu. Menaruh tangan di dada bidang laki-laki itu.

"Jangan membahas hal lain, mari membahas malam panjang bersamaku," ucap Maura dengan suara serak seksi menggoda. Sejujurnya dia merasa jijik mengucapkan hal itu.

Laki-laki itu menarik pinggang Maura ke dalam dekapannya. Membuat buah dada milik Maura menempel di dada bidangnya. Kemudian, mendorong Maura kembali menghimpit di dinding.

"Siapa yang menyuruhmu datang ke sini?" tanya laki-laki itu dengan napas tak beraturan. Maura yakin, laki-laki itu sedang menahan gairah seksnya.

"Roop, bukankah kau yang memesan ingin dilayani?"

Lelaki itu mengulas senyum menyeringai mengerikan. Dia semakin menghimpit Maura di dinding, mengembuskan napas beratnya di leher Maura. Membuat Maura memejamkan mata karena geli.

"Kau sudah salah masuk kamar. Aku ucapkan selamat datang, nikmatilah malam kita yang panjang ini," desis laki-laki itu di samping telinga Maura.

TBC:

AHAY, gimana? Jangan lupa vote dan share ke temen-temen ya bund.

See you^^

avataravatar
Next chapter