17 Chapter Special 1, Abad 17

Hari itu adalah hari pengangkatan Tjokro sebagai Mahapatih di Kerajaan Kasaktian. Suara musik menggema terdengar hingga diluar gerbang istana. Rakyat berkumpul di depan papan pengumuman. Disitu tertulis bahwa akan ada pelantikan Mahapatih yang baru. Mahapatih itu bernama Tjokro Adi Kusumo.

"Wah, itu pasti den Tjokro yang telah mengalahkan pasukan dari Dinasti Timur", kata salah seorang rakyat Kasaktian.

"Ya benar, den Tjokro yang memimpin perang melawan pasukan Dinasti Timur", kata yang lain.

"Kalau begitu, dia memang pantas menjadi patih".

Semua rakyat bergembira dengan pengangkatan Tjokro sebagai Mahapatih yang baru.

Sementara itu di dalam istana, Tjokro telah dilantik oleh Prabu Jayasakti. Prabu Jayasakti adalah Raja di Kerajaan Kasaktian. Tjokro menerima surat perintah yang berisi bahwa mulai hari itu Patih Tjokro diangkat menjadi Mahapatih atau Patih Amangkubumi yang memiliki kedudukan yang paling tinggi diantara patih lainnya. Dia berhak memimpin kerajaan dikala Prabu Jayasakti sedang meninggalkan istana.

"Mulai Hari ini, Patih Tjokro Adi Kusumo telah diangkat sebagai Patih Amangkubumi yang kedudukannya setingkat dibawah raja, kepada Adinda Tjokro Adi Kusumo, terimalah titah Raja"

Tjokro berlutut dan memberi hormat kepada Prabu Jayasakti.

"Saya datang menerima perintah raja, saya akan memastikan Rakyat Kasaktian hidup Aman dan Sejahtera"

Semua pejabat negara yang hadir saat itu memberikan tepuk tangan untuk Tjokro. Suara gong yang ditabuh terdengar hingga ke Pasar Jojoleksono.

Setelah upacara pelantikan selesai, Tjokro diarak keliling ibu kota. Semua rakyat yang menyaksikan arak-arakan turut memberikan penghormatan kepada patih amangkubumi yang baru saja dilantik tersebut.

Saat berada diatas kereta kencana, Tjokro mengamati rakyat kasaktian yang sedang memberi hormat kepadanya. Dari jauh ia melihat seorang laki - laki muda yang sepertinya berumur sekitar 17tahun melambaikan tangannya pada Tjokro. Namun seorang pengawal istana memerintahkan anak laki - laki tersebut untuk menunduk dan memberi hormat kepada Raja dan Mahapatih Kasaktian.

Namun Tjokro terlihat penasaran dengan anak laki - laki itu, ia terus menengok ke arah anak laki - laki itu, sehingga membuat Prabu Jayasakti bertanya - tanya apa yang menarik perhatian Tjokro.

"Apa yang kau lihat dinda patih?", tanya Sang Raja.

"Ada seorang anak laki - laki yang melambaikan tangannya padaku kanda prabu", jawab Tjokro.

"Kau begitu perhatian sekali dengan rakyatku, kudoakan suatu hari nanti kau akan bertemu kembali dengan anak itu", ucap Sang Raja.

Mungkin itu adalah sebuah doa yang tak sengaja diucapkan oleh Prabu Jayasakti. Namun memang kenyataannya Tjokro ditakdirkan untuk bertemu kembali dengan anak itu, tepatnya keturunan anak itu di ratusan tahun yang akan datang. Keturunan dari anak itulah yang nantinya akan membantu Tjokro untuk membalaskan dendamnya atas runtuhnya Kerajaan Kasaktian dimasa yang akan datang.

Ke esokan harinya, Tjokro datang untuk rapat ke istana. Ia mengirim laporan bahwa ia sedang mempersiapkan pelatihan bagi para tentara kerajaan untuk mengamankan kerajaan dari ancaman penjajah dari barat.

"Ancaman dari timur telah berhasil kita tangani, namun kita tidak boleh lengah karena kerajaan - kerajaan dari barat mulai berlayar ke arah Sunda Kelapa", kata Tjokro.

Para pejabat istana sepakat dengan apa yang di sampaikan Tjokro, kemudian Prabu Jayasakti memerintahkan pejabat pertahanan untuk membangun benteng di perbatasan antara Kasaktian dengan Sunda Kelapa.

Setahun kemudian, Tjokro menerima surat yang berisi laporan bahwa Pasukan dari Belanda telah berhasil menduduki tanah Sunda Kelapa. Mereka mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Batavia. Ia langsung mengadakan Rapat bersama para pejabat lainnya. Lalu Raja memerintahkan Tjokro untuk memeriksa keadaan ibu kota Kerajaan Kasaktian yaitu wilayah Jojoleksono.

Tjokro pun pergi keluar istana. Di luar Istana ia mencari tau kabar kedatangan bangsa barat di tanah jawa. Ia menyamar sebagai pendekar biasa yang sedang menyatap makanan di sebuah warung makan di pinggiran, kemudian ia mendengar percakapan antara para pendekar yang mengatakan bahwa seorang utusan belanda telah ditempatkan di perbatasan antara Kasaktian dengan Batavia.

"Bagaimana ini, saya hawatir negri ini akan dijajah orang barat seperti Sunda Kelapa, eh Batavia, entahlah apa itu sebutannya", kata salah seorang pendekar.

"Saya bingung, apa yang dilakukan patih Tjokro selama ini, padahal dia adalah pemimpin perang melawan dinasti timur beberapa tahun lalu", balas pendekar lainnya.

"Mungkin kinerjanya sudah menurun karena terlalu nyaman duduk di kursi mahapatih", kata pendekar lainnya.

Mendengar perbincangan para pendekar itu membuat Tjokro naik darah. Ia mengeluarkan tenaga dalamnya dan membuat kendi kecil yang ada di meja para pendekar itu pecah.

"Wah, ada apa ini, apa ada hantu", kata seorang pendekar yang ketakutan.

"Ngawur kamu, siang bolong begini man ada hantu", ucap pendekar lainnya.

Tjokro segera meninggalkan warung makan itu. Ia mengambil kudanya lalu pergi menuju gerbang utara, wilayah perbatasan dengan Batavia. Sesampainya disana, ia melihat beberapa rakyat Kasaktian pergi menyebrang ke Batavia. Rupanya beberapa utusan dari negri Belanda sedang mengambil hati rakyat Kasaktian. Mereka menawarkan pekerjaan di Batavia dengan upah yang lebih tinggi dari standar upah di Kerajaan Kasaktian.

Tjokro menuju gerbang untuk melihat -lihat keadaan sekitar.

"Tunggu, siapa kisanak? sepertinya kami belum pernah melihat kisanak di wilayah ini", kata salah seorang penjaga perbatasan.

Kemudian Tjokro mengeluarkan tanda pengenalnya yang terukir dari bambu bertuliskan nama dan Jabatannya.

"Ampun gusti patih, maafkan hamba yang tidak mengenali gusti", kata penjaga perbatasan.

Penjaga perbatasan itu langsung berlutut di hadapan Tjokro.

"Tidak masalah, maafkan saya yang terlambat berkunjung", kata Tjokro.

Tjokro memerintahkan pengawal untuk menutup gerbang utara, ia meminta para warga yang bekerja di Batavia untuk segera kembali ke Kasaktian.

"Cepat laksanakan, ini titah raja", teriak Tjokro.

"Baik, gusti patih"

Tetapi sayangnya beberapa warga melakukan protes kepada Tjokro. Mereka meminta bantuan untuk diberikan pekerjaan dari istana sebagai ganti karena mereka tidak diperbolehkan untuk pergi ke Batavia.

"Baiklah, lahan milik kerajaan yang tidak dikelola, silahkan digunakan untuk pertanian. Dengan demikian rakyat bisa bekerja menjadi petani, dan hasilnya bisa dijual ke Jojoleksono".

Semua rakyat pun bergembira mendengar perintah Patih Tjokro yang begitu bijaksana.

"Terima kasih gusti patih".

Setelah menyelesaikan tugasnya. Tjokro kembali ke Istana. Sesampainya di Istana, Tjokro melapor kepada Prabu Jayasakti. Kemudian Prabu Jayasakti pun memuji kinerja Tjokro.

"Saya harap kasaktian akan selalu aman, tentram dan damai".

Sementara itu, seorang jendral belanda bernama Stephen Van De Ruls telah mendapatkan kabar bahwa Kasaktian telah menutup gerbang perbatasan. Lalu ia pun mengungkapkan idenya kepada ratu belanda.

"Baiklah, untuk saat ini kita biarkan saja Kasaktian menutup gerbang, tetapi tahun depan, saat mereka mulah lengah, kita serang kerajaan mereka", kata Jendral Stephen Van De Ruls.

avataravatar
Next chapter