webnovel

Pekerjaan Baru

Melati menceritakan banyak hal tentang pengalamannya semasa bekerja di keluarga Carlston itu. Kemewahan yang benar-benar dirasakan oleh Melati, masih belum bisa ia lupakan dengan mudah.

Risa ternganga mendengarnya, bukan itu saja. Gadis berambut pendek itu mendekati sumber suara sambil memegangi pundaknya. Mengungkapkan rasa kagumnya.

"Widih, enak banget sih kamu, Mel. Udah jadi kek kisah Cinderella deh kamu." Lalu ia duduk sambil melipat kakinya.

Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Melati yang tertawa sambil tersenyum. Meskipun mereka memberikan fasilitas yang bagus, tetapi ia tak bisa bertahan lama di sana bukan?

"Berapa gajiku di sana, Mel."

"Di atas UMR, alhamdulillaah," paparnya.

"Keren banget. Aku aja gak pernah sampe segitu. Beruntung kamu, Mel."

Gadis yang memakai alas bedak tipis itu tersenyum, "Alhamdulillah. Tetapi keberuntungan itu tak selalu berpihak padaku, Sa." Mengakhiri kata itu dengan sebuah rangkulan.

"Benar. Karena keberuntungan itu salah satu cara Allah melihat bagaimana hambaNya. Caranya bersyukur akan nikmat yang diberikan oleh Tuhannya." Tambah Risa.

"Kita makan yuk, Sa. Kangen ni makan indomie," kelakar Melati.

"Yok, kita kan punya chef andalan. Yaitu Nona Melati. Yeee." Sorak Risa seperti sedang menyambut chef profesional.

Semangkok mie instan sudah tersaji di atas nampan. Lengkap dengan teh dingin. Sedikit banyaknya dia masih teringat dengan Devano.

"Melati, kamu lagi makan apa?" tanyanya.

"Oh, saya sedang makan mie instan, Tuan. Apakah saya mengganggu Tuan?"

"Tentu, sangat menggangu." Gadis itu segera mengakhiri acara makannya, lalu meletakkan mangkok itu di atas meja.

"Kenapa kamu berhenti?" Devano bingung karena tidak mendengar suara dari mulut Melati yang asik. Sangat menikmati makanan itu.

Tiba-tiba perutnya berbunyi. Devano malu, menunduk kepalanya. "Tuan ingin semangkok juga?"

Ia berlari ke belakang, lalu kembali dengan semangkuk mie yang sangat harum dan nikmat. Wah, jadi ngiler ya, hehe.

Melati menyuapi Devano makan. Ia meniup dulu mie itu sehingga tidak terlalu panas. "Hmp," Devano menikmati setiap suapan yang diberikan oleh Melati kepadanya.

"Mel, halo. Kok bengong sih!" Risa mengguncangkan bahunya. Namun tak ada reaksi. Lalu Risa menarik kedua pipinya, lalu tersadar.

"Mikir apaan sih!" Rutuk Risa kesal.

"Hehe, gak ada kok, Sa. Dimakan dong mienya, nanti keburu dingin sama ngembang loh. Haaaa." Mulutnya ternganga melihat mie yang sudah kembang seperti cacing."Kamu kok gak bilang sih?" Berangnya.

**

Handphone jadul Melati berbunyi. Risa meneriaki Melati yang sedang menjemur pakaian. "Assalamualaikum, Mbak."

"Melati, kamu ada di mana sekarang? Bisa kita bertemu."

Beberapa menit kemudian Yura datang menemuinya. Yura meminta maaf atas kejadian yang menimpa Melati. Ia juga baru tahu setelah diberitahu oleh Devano.

Waktu itu ia tak sengaja menghubungi Devano. Lalu pria itu mengatakan bahwa Melati sudah tidak bekerja di rumahnya.

Yura bingung, sebab ia sudah mengemban janji agar selalu menjaga Melati. Tetapi ia ceroboh karena sudah teledor.

"Melati, maafkan saya yang tidak becus ini. Apakah kamu sudah makan?" tanyanya dengan hati yang malu.

"Alhamdulilah sudah, Kakak bagaimana?"

Yura menyampaikan niat baiknya untuk membawa Melati kembali ke kota. Mencari pekerjaan.

"Apa kamu mau ikut lagi dengan saya?" Tawar Yura sebagai tanda maaf.

"Tentu, Mbak. Saya senang dan berterima kasih sekali kepada, Mbak." Kata Melati.

"Mungkin pekerjaan ini akan sedikit melelahkan, apa kamu mau?"

"Bismillah. Saya siap. Selama itu halal."

Melati berpamitan dengan Risa. Risa merasa sedih kehilangan Melati. "Ya, gak ada lagi dong kawan curhat aku." Ia memeluk gadis itu sebagai tanda perpisahan.

"Kamu baik-baik ya di sini, Sa." Melati membalas pelukan dari Risa.

Yura dan Melati telah sampai. Mereka menempuh perjalanan selama tujuh jam. Laundry ini tidak begitu jauh dari kediaman Yura.

"Nah ini dia tempat laundrynya, masuk yuk!" Gedung tingkat dua. Di depannya bertuliskan Laundry Bunda.

"Memang gaji tidak sebesar gaji sebelumnya, apa kamu masih yakin untuk bekerja di sini?"

"Tidak masalah, Mbak." Melati mulai membersihkan lantai, menyapu, mengepel dan menata kamarnya.

Kamar yang sangat kecil, ada kipas seadanya dan dapur yang sempit. Tetapi ia bersyukur, berharap akan mendapatkan kehidupan yang bagus.

Yura juga memberikan beberapa karung beras, kompor beserta gas, sayuran dan beberapa lauk yang terletak di kulkas.

Seperti memiliki rumah sendiri. Melati bahagia ketimbang berada di rumah besar dan mewah.

Ia harus bekerja sepanjang waktu dan hanya memiliki waktu yang sedikit untuk rehat.

Gadis itu merebahkan badannya di kasur kapuk dan usang. Paginya ia terbangun, sholat dan mulai membuka laundry.

Menyapu halaman depan, menyapa tetangga dan melayani orang yang datang dengan ramah.

"Wah, Mbak anggota baru ya di sini!" Tanya pelanggan pertama Melati.

"Iya, Buk. Baru saja datang semalam."

"Sudah punya pacar belom?"

"Belum, Buk."

"Udah cantik, baik lagi. Idaman banget deh. Sayang saya tidak punya anak laki-laki, kalau tidak akan saya jodohkan dengan kamu." Geram, mencubit pipi Melati yang manis kalau tersenyum.

"Pokoknya kamu harus betah di sini. Kita langganan deh." Pelanggan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.

Inikah yang dinamakan dengan pesan berantai. Satu orang yang memuji, mendatangkan banyak pelanggan.

Siapa sangka, di saat dirinya tengah asik menggosok. Gadis yang sebaya dengan dirinya datang, masuk tanpa izin.

Melati menegurnya dengan sopan. "Maaf, Mbak siapa ya? Kenapa tidak izin dulu kalau masuk?"

Tatapan gadis itu melihatnya dengan tatapan tidak suka. Melirik dari atas hingga bawah. Kemudian menyunggingkan senyum pahit.

"Oh jadi lo anak baru itu. Kenalin, gue Leta. Senior lo." Belum jadi Melati menyambut tangan gadis angkuh itu, ia sudah memerintah dengan seenaknya.

"Lo harus ngerjain di belakang. Mulai dari menimbang pakaian, mengangkat ke belakang, mencuci, menyetrika. Oke."

"Tapi Mbak--"

"Sssttt! Jangan ngebacot deh!" Ia menaikkan satu kaki ke atas meja.

"Udah sana ke belakang, nyuci." Melemparkan sabun nyuci sehingga mau tak mau Melati pun memungutnya.

"Astaghfirullah. Sabar, Melati. Sabar." Ia mengurut dada menenangkan hati.

Dengan cepat Melati mulai membuka bungkusan plastik besar. Memperlihatkan pakaian yang kotor.

Memasukkan ke dalam mesin cuci. Di saat pakaian itu tengah diputar oleh mesin, Melati mengambil satu plastik lagi, memilih dan mulai memisahkan pakaian warna.

Membawanya naik ke lantai atas, menjemur serta mengangkat pakaian kering.

Pesan buat kalian yang sudah lama bekerja, dan mendapatkan pekerja baru. Jangan karena kalian merasa lebih lama bekerja, jadi seenaknya memerintah. Kita bekerja digaji, digaji membutuhkan tenaga. Bukan tenaga untuk memerintah.

Sebagai junior juga jangan diam saja. Jika mendapatkan perlakuan yang tidak bagus seperti Melati. Kalian harus, diharuskan untuk komentar kepada atasan. Tak perlu takut dicap sebagai tukang mengadu, malah lebih bagus. Anggap itu sebagai pelajaran pertama. Karena mendapatkan teman sepekerja yang tidak baik.

Mengerti bukan?

Next chapter