Satu-satunya orang yang terbebas dari jeratan kawat besi itu hanyalah aku seorang, maka dari itu hanya aku yang bisa mengalahkan Boss Area empat ini. Aku sudah mencoba untuk menebaskan pedangku pada kawat besi itu, tapi hal itu tidak mungkin. Jadi, aku harus siap untuk bertarung melawan Monster yang armornya adalah level seratus atau level max.
Prajurit Besi itu tidak mengeluarkan suara apapun, karena dari awal makhluk di depanku ini tidak memiliki pita suara, hanya ada gelap dan kosong di balik armor dari besinya itu. Tapi, aku rasa aku bisa mendengar sesuatu seperti dengusan aneh darinya.
Dia tiba-tiba berlari ke arahku, suara berisik dari armornya membuat siapapun bisa menyadari kedatangannya, tapi kenapa dia tidak menggunakan gerakan cepat seperti saat dia membunuh salah satu player? Skill? Iya, hanya itu jawabannya. Skill percepatan itu mungkin sedang cooldown.
Aku berlari untuk melawannya, menebaskan pedangku secara horizontal. Percikan api keluar saat pedangku dan armor miliknya saling beradu. Seranganku sama sekali tidak berefek padanya. Dia melepaskan pukulan dari tangan kanannya mengarah pada perutku. Aku mengambil lompat mundur sambil menebas kepalanya, tapi sama seperti sebelumnya, yang aku dapatkan hanyalah percikan api. Sekarang sudah pasti kalau serangan tebasan dan tusukan yang hakikatnya sama-sama benda tajam tidak akan berpengaruh pada Boss ini. Satu-satunya tipe serangan yang mungkin mempan hanyalah serangan benda tumpul atau blunt.
Sial! Kalau saja aku punya senjata tongkat atau hammer atau yang lainnya yang merupakan benda tumpul, aku mungkin bisa melawannya. Sebuah perisai tidak akan mungkin bisa di gunakan untuk menyerang selama ini adalah sebuah game.
Prajurit Besi itu mendengus lagi, lalu dia berlari ke arahku dan mengarahkan sebuah pukulan tangan kanan ke kepalaku. Aku menunduk untuk menghindari serangan itu dan melakukan serangan balik dengan memukul perut besinya dengan perisaiku. Memang tidak menimbulkan percikapan api, tapi HP nya sama sekali tidak berpengaruh. Perisai memang tidak mungkin bisa selama ini adalah sebuah game.
Bagaimana ini?
"Apa ada yang punya ide?" Tanyaku.
Tidak ada jawaban selama beberapa menit. Lalu seorang player perempuan berkata, "Sendinya! Coba serang sendinya dengan pedangmu!"
"Aku akan mencobanya!"
Walaupun aku memang berkata akan mencobanya, tapi menyerang sendinya adalah hal yang lumayan sulit untuk di lakukan, apalagi jarak antara armor satu dengan yang lainnya terlalu kecil. Tapi aku yakin memang hanya inilah satu-satunya cara.
Prajurit Besi itu melayangkan pukulan tangan kiri ke kepalaku. Aku menunduk sambil berjalan ke arah kiri, lalu menebaskan pedangku ke sendinya, tapi tidak berhasil dan malah mengenai armornya.
"Sia- Akh!"
Tangan kanan si Prajurit Besi mengenai rusuk kiriku, lalu dilanjutkan dengan dengan genggaman tangan kanannya yang menghantam tengkuk ku.
"Gah!"
Dan membuatku jatuh tepat di bawahnya. Aku bisa melihat armor di kakinya yang mengkilap dan membuatku muak.
Hmm? Pandanganku memerah? Ha? Sepuluh persen lagi?
Aku segera bangkit dan berguling ke belakang, lalu langsung meminum healing potion full healing.
Hampir saja aku mati.
Satu serangan mungkin berdampak sebesar empat puluh lima persen. Woi! Woi! Bukankah Boss ini terlalu hebat untuk Boss yang hanya berlevel empat puluh?
Sekali lagi kami hanya saling menatap.
Cara untuk menyerang sendinya. Aku harus fokus agar seranganku akurat. Tenang, aku harus tenang agar aku bisa fokus.
Aku menarik napasku dalam-dalam, menutup mataku selama beberapa detik sambil menahan napas, lalu menghembuskannya kembali sambil membuka mataku. Aku terus mengulangi hal itu tanpa menutup mata, karena hal itu bisa sangat berbahaya.
Dia mulai mendekat lagi padaku, kali ini dia menggunakan kaki kiri nya untuk langsung menghantam kepalaku. Ada sisi kosong yang cukup besar di kaki kirinya yang dia angkat untuk menendang kepalaku. Aku menunduk dan langsung berguling ke arah sisi kosong tadi, lalu menebaskan pedangku tepat ke sendi kaki kanannya.
"Kena!" Aku tersenyum.
Kaki kanannya terlepas, dan dia sendiri terjatuh. HP nya berkurang sebanyak dua puluh persen.
Lemah!
Aku hanya butuh lima serangan lagi pada sendi-sendinya, dan aku bisa menang.
Saat dia terjatuh, kaki kanannya kembali tersambung, tapi beruntung karena HP nya tidak ikut bertambah, karena jika hal itu terjadi, aku pasti akan sangat kesulitan. Sekarang aku hanya harus melakukan gerakan yang sama jika dia mencoba menendangku lagi.
Benar saja, dia mengangkat kaki kirinya dan menendang ke arah kepalaku. Aku melakukan hal yang sama, menunduk lalu berjalan ke sisi kosongnya dan menebas kaki kanannya, tapi ternyata tidak semudah itu. Pedang hitamku menembus begitu saja sela-sela di sendi miliknya, dan HP Si Prajuirt Besi pun sama sekali tidak berkurang.
Jadi begitu ya? Aku harus menebas di sendi yang berbeda untuk setiap serangan.
"Berjuanglah!"
"Jangan kalah!"
"Jangan hilang fokus!"
Aku tersenyum saat mendengar teriakan-teriakan penyemangat itu.
"Tidak apa-apa, aku pasti menang." Gumamku.
Sepertinya seluruh Ability dan skill ku selain Ability Immortal kembali di refresh.
Sama seperti saat aku mengaktifkan skill gabungan: Tebasan X. Aku mengaktifkan semua skill dan ability yang harus di aktifkan
Prajurit besi itu tiba-tiba melompat ke arahku. Aku yang masih terdiam karena mengaktifkan skill-skill tertentu, akhirnya terkena serangan tepat di kepalaku.
"Akh!"
HPku berkurang lima puluh persen, tapi beruntung karena sekarang aku bisa mengeluarkan skillnya. Aku tidak cukup bodoh untuk melepaskan skill tebasan X itu di sini, karena yang akan aku lakukan sekarang adalah teknik percepatannya.
Saat tubuhku mulai mengeluarkan asap putih tanda skill khusus ini aktif, aku melompat ke belakang.
"Apa itu?"
"Teleportasi?"
Aku rasa mereka melihatnya seperti itu.
Aku menyimpan perisaiku dan berganti dengan dual sword.
"Kau akan habis, Prajurit Besi!" Kataku.
Aku melesat dengan kecepatan yang super tinggi. Rasanya gerakan dunia ini menjadi sangat lambat. Aku menebas kaki kiri si Prajurit Besi saat pertama melewatinya, lalu langsung menendang lempeng besi ini dan kembali melesat dan memotong kedua tangannya, setelah itu kembali lagi dan memotong kepalanya dengan cepat.
Prajurit Besi itu ada di belakangku, aku bisa mendengar suara besi-besi berat yang jatuh ke tanah, dan HP musuh yang ada di atas sudut pandangku langsung berkurang menjadi nol persen. Lalu beberapa detik setelah musuh di kalahkan, suara lonceng raksasa terdengar di seluruh penjuru dunia Free World Online, di barengi dengan suara sorakan dari para player yang baru saja terbebas dari belenggu jerat kawat besi itu.
Orang-orang berkumpul di sekitarku, memujiku dan menepuk bahuku, mereka seperti melihat seorang pahlawan yang sangat luar biasa.
Aku tersenyum.
"Bagus sekali!"
"Kau keren."
"Hei, nanti tambahkan aku jadi temanmu."
"Keren."
"Hebat!"
"Kau kuat sekali!"
Semua pujian itu harusnya membuatku senang, tapi aku sama sekali tidak merasakan apapun. Ada satu sisi di dalam hatiku yang aku sangat ingin seseorang memuji diriku, tapi aku sungguh tidak tahu siapa yang hatiku maksud.
Aku melihat Liz tersenyum ke arahku, dia membuka mulutnya dan berkata tanpa suara, "Selamat."
Begitu juga dengan Rena.
Di depanku, di belakang para player yang sedang memujiku, aku melihat sosok Yuki yang menatapku dalam diam, lalu setelah itu dia langsung berbalik dan menghilang dalam balutan cahaya biru dari kristal teleportasi.
Begitu ya? Aku ingin membuat Yuki melihatku.
Aku tahu perasaan ini. Aku pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, tidak! Aku sering mengalami perasaan ini, setidaknya dua kali sebelum hari ini. Aku, aku jelas-jelas terpesona oleh kecantikannya, tapi hal itu memang sudah jelas dari awal. Saat pertama kali melihatnya dulu, aku memang sudah terpesona olehnya, oleh rambut putih panjang yang sangat kontras dengan kulit putih bersihnya.
Suara orang-orang di sekitarku mulai menghilang, bukan berarti mereka berhenti menyanjungku, hal ini karena aku hanya terfokus pada tubuh Yuki yang sudah mulai menghilang di telan oleh cahaya biru itu.
"Teman-teman," Kataku, "Kita langsung saja ke Area lima."
"Dia benar."
"Ayo!"
Saat akhirnya semua orang pergi, aku sendirian. Aku kira aku sendirian, tapi ternyata Rick berdiri di depanku. Dia tersenyum.
"Ada apa, Zack? Kau adalah pahlawan di Area empat, tapi kenapa wajahmu murung?"
Aku menggeleng, lalu tersenyum. "Murung? Tidak! Aku sangat senang."
"Siapa yang kau inginkan untuk memujimu, Zack?"
Aku memalingkan wajahku, "Tidak ada."
"Begitu ya? Kau mulai menyukai seseorang ya?"
"Jangan sok tahu hanya karena kau lebih tua dariku dan sudah menikah."
"Bukan! Aku bukan sok tahu, tapi aku memang tahu. Dari segi pengalaman tentang game ini, mungkin aku kalah telak, tapi jika hal itu menyangkut perasaan, mungkin aku lebih hebat darimu."
"Berisik!"
"Katakan padaku, Zack! Selama delapan belas tahun kau hidup, apa kau pernah menyukai seseorang?"
"Tentu saja! Keluargaku."
"Woi! Jawab dengan serius!"
"Pernah!"
"Berapa kali?"
"Saat SD dan saat SMP."
"Hehe, cinta monyet ya?"
"Begitulah."
"Maka dari itu, sekarang kau menyukai seseorang, rasanya sangat berbeda dari saat dua itu kan?"
"Iya." Aku menatap Rick. "Aku tidak tahu apakah ini benar, tapi aku rasa aku menyukai Yuki. Padahal dia sama sekali tidak melakukan apapun yang membuatku menyukainya, tapi..."
"Seorang laki-laki hanya membutuhkan nol koma sekian detik untuk menyukai seorang perempuan, dan hal itu tanpa ada alasan khusus. Tapi seorang perempuan, butuh waktu berhari-hari dan beberapa kali event untuk membuat mereka jatuh hati pada seorang laki-laki. Hal itu karena kita memang di ciptakan seperti itu, laki-laki ada untuk memilih perempuan, dan perempuan ada untuk di pilih oleh laki-laki. Maka dari itu, laki-laki hanya butuh nol koma sekian detik untuk menyukai seorang perempuan."
"Entah kenapa rasanya kesal saat mendengarmu mengatakan itu."
"Jadi, sekarang kau mau apa?"
Aku menghembuskan napasku, "Aku mungkin memang menyukai Yuki, tapi selama di dalam game ini, aku tidak akan menanggapi perasaanku."
"Hmm? Kenapa?"
"Saat kau mencintai seseorang, maka semua yang kau lakukan hanya demi dia. Jika saat bertarung dengan Boss dan aku menyelematkan Yuki, mungkin seluruh player akan mati, tapi jika aku tidak menyelamatkan Yuki, maka seluruh player akan hidup. Kau mengerti maksudku kan, Rick?"
"Iya, aku mengerti."
"Bag-"
"Aku mengerti betapa bodohnya kau ini!"
"Eh?"
"Jika kau tidak bisa menyelamatkan salah satu, maka selamatkan saja semuanya!"
"Itu hanyalah pikiran orang naif."
"Kau benar! Maka dari itu, cukup selamatkan saja orang yang bagimu penting, Zack!"
"Tapi-"
"Kau mengerti! Manusia itu bisa hidup hanya dengan beberapa orang yang menurutnya penting mengharapkan sesuatu darinya! Kau ini bukanlah orang hebat yang menanggung beban seluruh player di game ini! Kau ini bukanlah MC sebuah cerita yang harus menyelamatkan semua orang! Kau hanyalah seorang perjaka berumur delapan belas tahun!"
"Sembilan belas." Iya, dua belas Mei tadi aku baru saja berulang tahun.
"Terserah!" Rick berhenti mengoceh untuk sejenak, "Kalau begitu aku duluan ya?"
"Iya."
Aku memang terpesona oleh Yuki, aku akan mengakui hal itu, tapi aku tidak bisa mengatakan kalau yang sedang aku rasakan saat ini adalah rasa cinta, karena mau bagaimana pun, rasanya sangat tidak pantas untuk orang sepertiku menyukai Yuki yang begitu istimewa di hatiku. Aku tidak bisa menyukai seseorang yang begitu sempurna di mata ku.
Ini sangat membingungkan. Aku harus membebaskan pikiranku dari semua ini.
Aku mengaktifkan kristal teleportasi dan pergi ke Area Lima.
Daratan hitam, pohon kering, langit oranye, dan lautan lava yang begitu mengerikan.
Setting Area lima benar-benar mengerikan. Rasanya aku seperti melihat bagian paling kecil dari neraka yang di janjikan Tuhan.
Di sebelah kananku, danau dari lava meledak-ledak seperti ingin menghisap orang-orang yang menatapnya, di sebelah kiri ku pun tidak jauh berbeda. Hanya kengerian yang bisa aku pikirkan saat pertama kali melihat ini.
"Woi! Kau yang bengong di sana!" Suara seorang pria membangunkanku dari lamunanku.
"Aku?" Tanyaku, sambil menunjuk diri sendiri.
"Iya, kau!"
Di atas kepalanya tidak ada tanda seru yang artinya dia adalah seorang pemberi quest.
Ha? Dia bukan pemberi quest, tapi dia menyapaku? Apa game ini sudah mulai rusak? Hal itu tidak boleh terjadi selama masih banyak orang yang terjebak di dalam game. Mungkin kemungkinan terbaiknya adalah para player jadi terbebas, tapi kemungkinan terburuknya adalah seluruh player jadi selamanya terjebak di dalam game yang rusak ini.
"Ada apa?" Tanyaku.
"Yah, akhirnya ada juga yang menghiraukanku."
"Apa maksudmu?"
"Begini," Dia mengeluarkan sebuah cangkul besi dari ruang itemnya. "Aku butuh bantuan petualang sepertimu yang memiliki kekuatan besar."
"Bantuan apa?"
"Aku sedang menggali harta karun."
"Oh? Harta karun?"
Dia mengangguk semangat, "Iya."
"Apa kau NPC?"
"NPC? Apa itu?"
Aku sedikit terkejut, tapi aku langsung menenangkan diriku. Kemungkinan besar dia tidak di program untuk tahu bahwa dirinya adalah NPC, tapi semua yang ada di sini adalah nyata bagi dirinya. Percuma jika harus berdebat dengannya untuk memberitahu dia itu sebenarnya NPC.
Aku menggeleng, "Maaf, aku hanya sedikit pusing karena Area lima ini begitu panas."
"Gahaha, kau benar."
"Jadi, kau ingin aku melakukan apa?"
Dia tersenyum semangat, lalu mengeluarkan satu lagi cangkul besinya dan langsung memberikannya padaku tanpa ragu, dan aku tanpa ragu juga malah menerima cangkulnya.
"Aku ingin kau membantuku."
Aku mengangguk, "Baiklah, tidak masalah."
"Gaha. Tenang saja, aku juga akan menyiapkan imbalan untukmu."
"Iya, terima kasih."
Kami berjalan ke salah satu kawah berisi lava panas itu, tapi kami hanya berdiri di samping kawahnya.
NPC aneh ini mulai memulai sesuatu dengan cangkulnya, dia mulai menggali lubang dengan cangkul besinya itu.
Walaupun ragu, aku juga mulai membantunya.
Sedikit demi sedikit, kami terus saja menggali di lubang yang sama. Bahkan saat beberapa player menatapku dengan tatapan aneh, dan saat para player bertanya apa yang sedang aku lakukan, aku hanya membalasnya dengan senyuman terbaikku dan berkata, "Iseng saja." Rasanya sangat memalukan, apalagi saat mereka menyebutku 'Pengelana Hitam'.
Setelah cukup lama menggali terus, akhirnya aku yang turun, dan aku melemparkan tanahnya pada Si NPC yang ada di atas sana. Terus menggali dan terus menggali, lalu tiba-tiba pijakan di bawah ku runtuh.
"Whaaaa!!!"
"Apa yang terjadi?"
Aku langsung berguling saat terjatuh, dan melihat sesuatu yang sangat luar biasa.
"Woi! Pengelana hitam! Kau baik-baik saja?"
"I-Iya, aku tidak apa."
"Aku tidak bisa mendengarmu! Apa kau baik-baik saja?"
Aku berdiri dan mendongak ke atas, "Aku tidak apa! Kau harus segera turun kemari dan melihat apa yang aku lihat!"
"Whoa! Harta karun ya?"
"Mungkin."
Aku kembali menatap ke arah benda yang ada di depanku itu.
Si NPC turun dan mendarat tepat di samping kananku.
"Kau tahu apa itu?" Tanyaku.
"..."
Karena tidak ada jawaban, aku menoleh ke arah si NPC, dan melihat dia menjadi sedikit transparan, juga kulit-kulit polygonnya mulai rontok sedikit demi sedikit.
"Woi!" Aku memegang bahunya. "Kau tidak apa?" Tapi dia sama sekali tidak bereaksi padaku.
Tiba-tiba, dia menatapku.
"Whoa! Ada apa?"
"Nama mu Zack kan?"
"Eh? Ah, iya."
"Kau harus mengambil kotak itu! Itu adalah Pandora's Box yang bisa me... Du... Ini!!!"
"Ha? Apa yang kau-"
"Dasar hama!" Suara seorang wanita terdengar dari arah Pandora's Box.
Saat aku menoleh, sebuah tombak dari cahaya berwarna biru melesat dari arah itu dan menusuk tepat ke kepala si NPC dan membunuhnya saat itu juga.
Aku menatap tubuh Si NPC yang mulai hancur.
Pedang dan perisai hitamku langsung aku pegang dan menatap ke arah Pandora's Box, di mana dari balik bayangan gelap itu, sosok wanita cantik dan telanjang keluar dari sana.
"Te-Telanjang? Pa-Payudaranya indah sekali!"
Aku menggelengkan kepalaku untuk menyadarkan diriku sendiri.
"Siapa kau?!" Tanyaku.
"Kau... Kau bukan NPC. Kau player kan? Seharusnya kau tidak ada di sini."
"Oh, jika dia adalah NPC dan aku adalah Player. Kau itu apa?"
"Aku tidak bisa memberitahumu, tapi karena kau sudah ada di sini, maka kau harus mati!"
"Eh?"
Sebuah tombak dari cahaya biru melesat dari telapak tangan kanannya dan tepat menuju kepalaku. Aku langsung mengangkat perisaiku dan berhasil menahannya. Saat aku menurunkan kembali perisaiku, tiba-tiba dia sudah berdiri di depanku dan menendang perutku sehingga aku terpental sampai ke ujung ruangan ini.
"Akh!"
"Aku berbuat kesalahan karena kau berdiri di sini, dan untuk menebusnya, aku harus membunuhmu walau kau adalah player."
"Kau pikir aku tidak akan melawan?!"
"Kau tidak mungkin menang!"
"Siapa yang tahu kalau belum di coba!"
Aku melesat ke arahnya dan menebaskan pedangku ke perutnya, tapi pedangku seperti menghantam baja yang sangat keras, padahal di lihat saja sudah kelihatan kalau perut putih mulusnya itu seharusnya tidak sekeras ini.
"Kami akan membantumu, Zack!" Suara itu terdengar dari seluruh ruangan ini, tidak! Suara itu berasal dari Pandora's Box ya?
"Ha? Apa lagi sih?"
Tiba-tiba suara yang memekikan telinga terdengar dan membuat kami terduduk karena suaranya dan menutupi telinga kami.
"Cepat sentuh Pandora's Box nya sebelum wanita telanjang itu bangkit!"
"Ah! Terserahlah!"
Aku menguatkan seluruh bagian dari tubuhku yang terasa sangat berat ini, lalu berjalan ke arah Pandora's Box dengan susah payah. Saat aku melangkahkan kaki ku, wanita mesum yang telanjang ini memegangi kaki kananku.
"Iiihhh!!!"
"Aku tidak akan membiarkanmu!"
"Dasar mesum! Aku bisa melihat payudaramu itu, sialan!"
Aku menghantam wajah jelita wanita itu dan dia melepaskanku. Aku langsung melompat dan menyentuh Pandora's Box nya dengan tangan kananku.
Cahaya putih serta silau keluar dari setiap inchi Pandora's Box dan menyelimutiku.
Rasanya seperti aku tidak sadarkan diri selama beberapa detik, dan saat aku sadar, aku sedang berdiri di depan air kebangkitan di Area satu.
Apa yang baru saja terjadi? Dan suara siapa saat itu?
Ah, terlalu banyak hal aneh yang terjadi hari ini.
Aku berjalan ke salah satu kursi taman yang sudah di persiapkan, lalu duduk di kursi itu dengan santainya. Yah, walau aku mengatakan santai, tapi aku benar-benar memikirkan tentang semua yang baru saja terjadi, maksudku wanita telanjang? Pandora's box? Suara yang datang entah dari mana? Sialan, aku tidak mau berurusan dengan hal-hal aneh semacam itu lagi.
"Zack, kan?"
Aku mengangkat wajahku, dan seorang Kakek tua berdiri di depanku. Dia tersenyum hangat ke arahku. Dia adalah leader dari guild bernama The Police yang menghukum para player killer. Walau memang begitu, sebenarnya The Police adalah Guild atau organisasi yang persis seperti panti asuhan bagi anak-anak dan orang yang tidak berani pergi ke garis depan. Tapi inti dari semua itu, The Police adalah orang-orang yang baik.
"Anda, leader dari The Police kan?" Tanya ku.
Kakek ini tersenyum, "Walau terdengar keren, sebenarnya aku hanyalah boneka."
"Boneka?"
"Bolehkah aku duduk di samping mu?"
Aku mengangguk, "Ah, iya. Tentu saja." Aku sedikit menggeser tubuhku.
Saat Kakek The Police ini duduk, dia terlihat seperti termenung.