1 Forgotten (Remember) Me

This is the first story I ever finished wrote. I wrote it for a writing competition in my college six years ago. Sadly, I didn't win but, I wasn't sad. I just join it for fun. So, now I'll post it in my blog and become the first thing I post here ~this story always be the first in everything in my life HeHe...~ I hope you'll like it ^^

***

Cuaca hari itu sangat bersahabat. Matahari bersinar tidak begitu terik. Dan angin bertiup sepoi-sepoi. Tampak seorang gadis kecil sedang sibuk memetik bunga sambil bersenandung. Rona bahagia terlihat jelas di wajahnya. Setelah keranjang yang dibawanya penuh terisi bunga, ia berlari kecil menuju ke atas puncak bukit itu. Di sana telah ada seseorang yang sedang menunggunya, seorang laki-laki yang sebaya dengannya. Laki-laki itu sedang bersandar di sebuah pohon yang besar sambil membidikkan kamera yang dibawanya ke segala arah, mencari gambar yang bagus. Gerakan tangannya tiba-tiba terhenti, lensa kemeranya terfokus pada objek yang berjalan mendekatinya. Ia tersenyum lebar lalu memotret objek itu. Objek itu tidak lain adalah gadis kecil tadi. Gadis itu berjalan menghampiri temannya, lalu duduk di sampingnya.

Gadis itu kemudian sibuk merangkai bunga-bunga yang dipetiknya tadi menjadi sepasang mahkota. Setelah jadi, ia memasangkan di atas kepalanya dan di atas kepala temannya. Mereka saling bersenda gurau, mengejek satu sama lain dan saling mengejar satu sama lainnya. Tawa lepas tidak henti-hentinya terdengar sepanjang waktu. Sampai akhirnya keduanya lelah dan memutuskan untuk kembali duduk di bawah pohon besar itu. Senja pun tiba dan rona bahagia di kedua anak tersebut pun hilang seketika. Berganti dengan tatapan kesedihan.

"Len, aku janji kita pasti akan ketemu lagi. Kamu jangan sedih begitu ya." Bujuk laki-laki itu.

"Janji ya Bi. Awas kalau Abi bohong pada Lena."

Abi mengacak sayang rambut Lena. Ia melepaskan gelangnya lalu memasangkannya di tangan gadis itu. "Aku tidak akan bohong. Gelang ini akan selalu mengingatkan kamu denganku. Jaga baik-baik ya."

Lena mengelus sayang gelang yang kini melingkar di tangannya. "Pasti Lena jaga. Abi memberikan Lena gelang. Terus Lena memberikan Abi apa? Akh! Ini saja." Lena melepas gelangnya dan ia berikan pada Abi. "Di jaga juga ya." Abi mengangguk. "Dan ingat, Abi harus sering telepon Lena. Dan jangan pernah melupakan Lena."

"Iya, tuan putri." Mereka pun saling berpelukan.

5 tahun kemudian....

Bulan juni. Bulan dimana tahun ajaran baru di mulai. Bulan yang paling mendebarkan bagi mereka yang memulai kehidupan mereka di sekolah yang baru. Begitu pula dengan siswa-siswa SMA Orleands. Semua siswa, baik siswa baru maupun senior, memenuhi papan pengumuman untuk melihat di kelas mana mereka akan belajar selama satu tahun ke depan. SMA Orleands adalah salah satu SMA swasta terbaik di Jakarta. SMA ini terdiri atas satu gedung utama yang terdiri atas tiga lantai dan beberapa gedung-gedung lainnya. Di sekolah ini juga terdapat lapangan basket indoor dan outdoor, lapangan futsal dan lapangan olahraga yang cukup luas. Bel terdengar nyaring berbunyi. Semua siswa pun segera memasuki kelas mereka masing-masing.

Elena melangkah dengan anggun menuju ruang guru. Hari ini adalah hari pertama Elena bersekolah di sekolah barunya. Setelah bertemu dengan kepala sekolah, Bu Nina -salah satu guru di SMA Orleands- mengantarkan Elena menuju kelasnya. Siswa-siswa yang tadinya ribut, diam seketika begitu Bu Nina memasuki kelas.

"Ayo masuk." Ucap Bu Nina begitu sampai di tengah kelas.

Semua siswa serempak menoleh ke arah pintu masuk. Seorang gadis yang sangat cantik melangkah masuk dengan anggun. Gadis itu sangat cantik. Tubuh gadis itu tinggi semampai. Kulitnya putih bersih. Matanya hitam kecoklatan dan bulu matanya lentik. Alisnya yang tebal nampak rapi. Pipi dan bibir tipisnya merona. Hidungnya mancung. Rambutnya coklat bergelombang, sepunggung, dan dibiarkan terurai. Aroma harum dan segar semerbak tercium oleh Sisi dan Ratih -yang duduk di meja paling depan, di dekat pintu masuk- begitu gadis itu melintas.

"Perkenalkan dirimu." Ucap Bu Nina.

"Hai semuanya." Sapanya, dengan tersenyum manis. "Nama saya Elena Sebastian. Saya pindahan dari Singapura. Senang bertemu dengan kalian." Semua siswa terpesona melihat Elena baik yang cowok maupun cewek. Ia menatap hangat satu persatu teman sekelasnya yang baru.

"Elena, kamu duduk disana. Di sebelah Dinda." Elana menatap ke seorang gadis yang ditunjuk oleh Bu Nina.

"Dinda, nanti tolong jelaskan semua hal yang harus Elena tahu tentang sekolah ini dan antar dia berkeliling sekolah."

"Baik Bu." Sahut Dinda. Elena melangkah menuju bangkunya. Ia duduk, lalu berkenalan singkat dengan teman sebangkunya itu.

"Baiklah anak-anak. Buka buku halaman 10."

****

Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan menuju kantin. Untuk mengisi perut mereka yang sudah meraung-raung minta diisi. Begitu pula dengan Dinda -teman sebangku Elena- yang langsung mengajak Elena ke kantin sebelum menemani Elena keliling sekolah. Kantin sudah dipenuhi oleh banyak siswa. Suasananya begitu riuh. Hal yang umum terjadi setiap jam istirahat. Mereka menghampiri stand minuman lalu memesan dua jus melon. Setelah pesanan mereka jadi, Elena dan Dinda pun memulai tur kelilinng sekolah mereka. Dinda menjelaskan satu-persatu ruangan yang mereka lalui serta menjelaskan segala hal tentang SMA Orleands. Saat melewati koridor di dekat lapangan basket, langkah Elena tiba-tiba terhenti. Tatapan matanya terfokus pada seorang laki-laki yang sedang berdiri di pinggir lapangan basket. Wajah laki-laki itu tampak tidak asing baginya. Ia menyipitkan matanya, menatap orang itu. Ia seketika terbelalak begitu mengetahui siapa orang itu.

Abi berdiri termenung di pinggir lapangan basket. Ia masih terbayang-bayang oleh sosok gadis yang sering hadir di mimpinya akhir-akhir ini. Kepalanya selalu sakit setiap ia berusaha mengingat. Ia menggeram frustasi. Ia merasa telah melupakan sesuatu yang sangat penting. Tapi, tidak ingat apa itu. Abi mendongak begitu mendengar namanya dipanggil. Di hadapannya, berdiri seorang gadis cantik yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Anehnya, ia merasa sangat mengenal gadis itu. Gadis itu tersenyum lebar dan tatapannya terlihat sangat gembira .

"Abi, Aku merindukanmu." Ujarnya sambil memeluk erat Abi.

Abi yang merasa jengah mendorong gadis yang asal memeluknya, "Siapa kamu?" tanyanya dengan sinis. Dan tanpa mereka sadari, banyak orang sudah berkerumun di sekitar mereka.

"Ini aku. Elena. Kamu tidak ingat aku?" tanya Elena.

Abi menggeleng, "Maaf. Aku tidak mengenalmu." Abi lalu melangkah pergi.

Tatapan kecewa tergambar jelas di wajah Elena. Semua orang yang ada di sana bisa melihat itu. Dinda yang sedari tadi memperhetikan kejadian itu, menarik Elena pergi dari situ.

Dinda dan Elena duduk bersisian di kursi panjang di depan kelas mereka. "Len, kamu kenal dengan Abi?" Elena mengangguk. "Sejak kapan?"

"Sejak kami kecil. Dan dia alasanku kembali lagi ke Indonesia."

"Len, ada yang perlu kamu tahu. Abi mengalami amnesia. Dia bukan hanya tidak mengingatmu. Dia juga tidak mengingat semua orang."

Dinda menceritakan kecelakaan yang menimpa Abi sebulan yang lalu. Kecelakaan itu menyebabkan Abi mengalami amnesia ringan. Elena merasa sulit mempercayai hal itu. Tiba-tiba sebuah ide melintas di pikirannya. Abi hanya mengalami amnesia dan amnesia bisa disembuhkan, bukan? Ia mengangguk mantap. Mulai besok ia akan mencoba segala cara untuk mengembalikan ingatan Abi.

Keesokan harinya, Elena mulai melancarkan aksinya. Ia mencoba segala cara agar Abi bisa mengingatnya kembali. Mulai dari menunjukkan beberapa album foto masa kecil mereka dan gelang yang pernah Abi berikan padanya. Ia juga mencoba memukul dan membenturkan kepala Abi sesuai dengan saran yang ia dapat dari internet. Elena melakukan semua itu setiap hari. Walaupun, hari libur, ia tetap melakukan hal-hal tersebut dengan mendatangi rumah Abi. Tapi, usahanya nihil. Tidak membuahkan hasil sama sekali. Abi pun merasa gerah dengan kelakuan Elena. Tapi, ia tidak pernah marah ataupun menghindar dari gadis itu.

****

Lagi-lagi sosok gadis itu menghampiri mimpi Abi. Abi yang sudah merasa frustasi karena belum bisa mengingat apa-apa, mencoba lagi untuk mengingat. Potongan-potongan gambar pun melintas silih- berganti di pikirannya. Kepala Abi menjadi sangat sakit karena terlalu memaksa untuk mengingat. Ia pun terjatuh di lantai sambil memegangi kepalanya dan merintih kesakitan.

"Elena..." ucapnya. Lalu jatuh pingsan.

****

Elena duduk termenung di bawah pohon besar yang berada di puncak bukit. Ia sudah berjam-jam duduk di sana. Kegiatan yang sudah sering ia lakukan sejak beberapa minggu ini. Setelah ia kembali ke Indonesia. Ia menengadah, menatap langit. Matahari sudah terbenam sejak tadi. Dan bulan dan bintang-bintang pun sudah menghiasi langit malam.

Elena menghela nafas panjang. Diusapnya lembut gelang yang ia genggam sedari tadi. Ia mengecupnya kemudian memakai gelang itu lagi di pergelangan tangannya. Ia melirik jam tangannya, sudah jam tujuh malam. Sudah waktunya ia pulang. Ia bangun, menepuk-nepuk bagian belakang pakaiannya yang sedikit kotor, lalu beranjak pergi. Baru saja ia berjalan beberapa langkah, ia tiba-tiba berhenti. Ia terbelalak menatap seorang pria yang sudah sangat dikenalnya itu, melangkah mendekatinya. Laki-laki itu berhenti tepat dihadapan Elena, lalu tersenyum kapadanya.

"A..Abi, kenapa kamu bisa ada di sini? Bukannya kamu tidak mengingat apapun?" tanyanya kebingungan. Abi hanya tersenyum, lalu menarik Elena kedalam pelukannya. Elena bergeming.

Abi menggenggam kedua tangan Elena, "Lena, maaf. Maaf, karena aku sempat lupa padamu." Air mata Elena pun jatuh seketika.

Abi mengusap air mata itu dengan jari-jarinya. "Sudah. Jangan menangis."

"Kamu jahat Bi, kamu jahat..." isaknya, sambil memukul-mukul dada Abi.

"Aku minta maaf, Lena. Aku berjanji tidak akan pernah melupakanmu lagi." Abi mengusap sayang pipi Elena, "Aku merindukanmu Elena." Ujarnya seraya mengecup lama kening Elena.

FIN

avataravatar