1 Part 1

Ini lanjutan dari cerita 'My Queen'

`

`

`

"Yak, jangan lari!" dengan kencang ia berlari mengejar segerombolan bocah nakal yang sudah mencuri bunganya. Bukan Yoona namanya jika tidak berhasil menangkap mereka. Salah seorang dari mereka berhasil ia dapatkan. Dengan kuat ia mencengkram kerah baju bocah itu. Seakan melihat monster, bocah itu menangis kuat. "yak, yak, kenapa kau menangis?"

"Eomma..." teriak bocah itu memanggil ibunya.

"Yak! Kau apakan anakku?" seorang bibi berbadan gemuk datang menghampiri mereka. Bibi tersebut langsung marah ketika dilihatnya tangan Yoona mencengkram kerah baju anaknya.

"Ahjumma, anakmu mencuri bungaku." kata Yoona mencoba menjelaskan permasalahannya.

"Lepaskan tanganmu! Memangnya kenapa jika anakku mengambil bungamu? Toko itu punyaku, sudah 3 bulan kalian tidak membayar uang sewa, masih untung kalian tidak ku usir." katanya dengan keras, sehingga warga yang berada disekitarnya dapat mendengarnya.

"Mwo? Ahjumma, ponselku yang kuberikan padamu, seharusnya itu sudah melunasi setengah hutang kami.."

"Cih, kau kira ponselmu itu memiliki harga? Itu hanya menutupi bunganya saja!"

"Ahjumma!" tidak menghiraukan perkataannya, bibi itu langsung membawa anaknya pergi dari sana. "aish, ijjashigia!" gadis itu hanya bisa mengumpat kesal. Ia tidak berhasil melayangkan pukulannya, pukulannya yang sangat ditakuti oleh warga disana. Menendang kaleng minuman yang ada ditepi jalan. "omo!" ia kaget ketika melihat siapa yang ada dihadapannya. "..." tetap berdiri ditempat. Menatap pria yang sedang melangkah menghampirinya.

"Kau berhutang padanya?" kata pria itu sambil mengamati punggung bibi dan anaknya yang sedang berjalan menjauh. Yoona hanya mengangguk. "memangnya kau berhutang apa?"

"Sudah 3 bulan kami belum membayar uang sewa toko." jawabnya malu masih dengan ekspresi kagetnya.

"Kami?" pria itu memicingkan matanya. Lalu dengan cepat matanya melotot menatapnya tak percaya. "kau masih tinggal bersamanya?"

"Jangan begitu, dia itu ibumu."

"Kau! Bukankah sudah kubilang, biarkan saja dia pergi, kau tidak perlu mengurusnya!" pria itu mendadak emosi. "dimana dia sekarang? Aku sudah tidak tahan dengan tingkahnya." pria itu mulai berjalan mendahuluinya, dengan koper yang terus ia tarik, ia melangkah cepat untuk mencari seseorang yang sudah tidak ia anggap sebagai ibunya lagi.

"Sehun-a.." panggil Yoona pelan sambil mengikuti langkahnya. Pria itu tidak menghiraukannya dan terus melangkah. "yak, Oh Sehun! Apa kau tidak memberikanku waktu untuk bertanya?" tetap tidak menghiraukannya.

--

     Pria itu mematung didepan pintu. Matanya menatap sayu, memandangi wanita tua yang sedang duduk diatas kursi roda, wanita itu sedang asik menggerakkan kuasnya diatas kain kanvas, melukis seseorang yang sangat ia rindukan. Yaitu dirinya. Oh Sehun. Putra satu-satunya. Namun bukan itu yang membuat pria itu mematung disana. Matanya tak lepas dari sepasang kaki itu, wanita tua itu tak lagi memilikinya. Air mata mengalir pelan diwajahnya. Amarahnya menghilang begitu saja.

"5 tahun yang lalu, tepat disaat kau pergi meninggalkannya, ia tertabrak mobil, dan karena kecelakaan itu, ia harus kehilangan kedua kakinya." ujar Yoona yang tengah menghampirinya dan mulai mengatakan semuanya. Sehun mendengarkannya dengan baik. Setelah itu berjalan keluar dari rumah, meninggalkan kopernya begitu saja disana. Ia masih tidak kuat untuk menemui ibunya. Tidak tenang membiarkannya seorang diri, Yoona pun mengikutinya.

--

     Sejak kecil hingga sekolah menengah atas, mereka berdua bersahabat dengan baik. Namun ketika hal buruk terjadi pada keluarga Sehun, dimana ibunya tertangkap basah sedang berselingkuh, mengetahui itu membuat ayahnya meninggal dunia akibat terkena serangan jantung. Sehun yang sudah tidak mampu menatap ibunya pun memilih meninggalkan Busan lalu pindah ke Seoul. Dan mereka pun berpisah.

     Ia pernah mendengar bahwa sahabat terbaiknya itulah yang merawat ibunya. Karena itu berulang kali ia melarang gadis itu. Tapi ternyata Yoona masih saja merawat ibunya hingga sekarang. Dan yang membuatnya kaget. Ternyata selama ini keadaan ibunya seperti itu.

"Minum ini." Yoona memberikannya sekaleng kopi hangat. Mereka duduk ditepi pantai yang sepi pengunjung. "kenapa kau tidak menghubungiku? Aku benar-benar kaget ketika melihatmu disini."

"Nomormu tidak bisa dihubungi." jawab Sehun tanpa menoleh dan terus mengamati pantai yang ada dihadapannya.

"Aish, aku lupa. Ponselku sudahku berikan padanya." mengingat ponselnya yang sudah ia jadikan sebagai alat pelunas hutang.

"Jadi selama ini kau yang mengurusnya? Lalu bagaimana dengan orang tuamu?" pria itu mulai terlihat tenang.

"Mereka sudah tiada, tidak lama setelah ayahmu menghembuskan nafas terakhirnya. Bus yang mereka tumpangi masuk kedalam jurang." wajah gadis itu menjadi sayu.

"Lalu kedua adikmu?" tanya Sehun lagi.

"Mereka juga berada didalam bus. Tidak ada penumpang yang selamat." suasana menjadi hening. Yang terdengar hanya suara desiran ombak.

"Ayo kita temui ahjumma yang sudah memarahimu." Sehun bangkit dari duduknya dan mulai melangkah.

"Ahjumma? Untuk apa?" Yoona berlari kecil mengikuti langkah Sehun yang sudah berjalan cepat.

"Melunasi hutangmu."

--

"Apa itu cukup?" kata Sehun santai setelah memberikan bibi itu sejumlah uang.

"Mwoya.. itu terlalu banyak." bisik Yoona pelan.

"Baiklah, hutangmu sudah lunas. Kalian bisa pergi." dengan cepat bibi itu masuk kedalam rumahnya dan membanting pintunya dengan kasar.

"Yak ahjumma! Ponselku, tolong kembalikan ponselku!" teriak Yoona sembari mengetuk pintu dengan kuat.

"Sudahlah, aku akan membelikan untukmu yang baru." Sehun menarik tangan Yoona dan membawa gadis itu pergi dari sana.

"Yak, kau sudah terlalu banyak mengeluarkan uang." ucap Yoona yang membiarkan Sehun menarik tangannya.

"Sudah seharusnya aku melakukan itu." mereka berjalan menuju rumah.

--

     Sehun masih berat untuk melangkah masuk kedalam rumah itu. Dapat Yoona rasakan juga, tangan yang masih menggenggam tangannya itu terasa dingin. Dapat ia lihat juga ekspresi gugup dari wajah pria itu.

"Ibumu, maafkanlah dia. Dia sudah sangat menderita setelah ditinggal olehmu." ungkap Yoona ditengah perjalanan mereka. "setiap harinya yang ia lakukan hanya melukis wajahmu." Sehun hanya mendengarkannya dalam diam. "Sehun-a.."

"Ia, aku akan mencobanya." jawab Sehun lembut.

--

     Kuas yang ada ditangannya terjatuh ke lantai. Wanita tua itu dengan cepat menggerakkan kursi rodanya untuk menghampiri Sehun. Matanya yang memerah mulai digenangi air mata, dan kini air mata membanjiri wajahnya yang masih mulus dan bersih. Memandangi Sehun yang berlutut dihadapannya. Tangannya menyentuh wajah Sehun dengan lembut. Wanita tua itu tersenyum bahagia dibalik air mata yang terus mengalir.

"Anakku.." katanya pelan. "maafkan eomma.. eomma sudah bersalah." nada suaranya bercampur dengan isak tangisnya.

"Tolong jangan membahas itu lagi." Sehun menggenggam tangan ibunya. Sungguh, tak ada lagi amarah ketika melihat kondisi ibunya.

"Jongmal mianhae Sehun-a.."

"Sudahlah. Lebih baik kita masuk kedalam, diluar sangat dingin." pria itu langsung mendorong kursi roda ibunya. Setelah tidak melihat wajah ibunya, barulah ia membiarkan air mata mengalir diwajahnya. Sedangkan gadis itu, Yoona hanya menyaksikan itu dalam diam.

--

     Setelah selesai menyantap makan malam, Sehun dan ibunya mengobrol dikamar. Tidak lama dari itu Sehun keluar dari kamar ibunya. Pria itu seperti sedang mencari-cari seseorang. Ia terlihat sedikit gelisah. Langkahnya terlihat terburu-buru. Dan ketika ia melangkah ke teras rumahnya. Barulah ia tenang dan hanya menatap gadis itu dari belakang. Kini, kata-kata yang baru saja ibunya katakan kembali melayang dipikirannya.

"Yoona menyukaimu. Mungkin kau tidak menyadarinya. Ia sudah menyukaimu sejak kalian masih duduk dibangku SMP. Ibu tidak bisa bayangkan, bagaimana sakitnya dia karena harus menyembunyikan perasaannya terhadapmu. Ia bilang kepada ibu, ia tidak akan mengatakannya, ia tidak ingin merusak persahabatan kalian. Karena itu hingga sekarang, ia tetap menyimpan itu. Sehun-a, ibu tidak bermaksud apa-apa, ibu hanya berpikir bahwa kau harus mengetahui ini." Sehun memang tidak menyadari itu. Atau mungkin ia memang sedikit bodoh dalam menyadari perasaan yang seperti itu. Lantas ia memilih masuk kekamarnya dan memaksa dirinya untuk tidur.

--

     Yoona adalah gadis yang cantik. Rambut panjangnya selalu terurai berantakan, gemar memakai jeans yang koyak disana sini, dengan kaos oblong dan sepatu ketsnya. Jika dipikirkan dari mana cantiknya? Tidak, walau begitu wajah cantiknya tetap tidak luntur. Ia memang gadis tomboy, tetapi jiwa kewanitaannya sangat kuat. Itu karena ia pintar memasak, ia juga mahir mengurusi ibunya Sehun, membersihkan rumah, dan mencintai tanaman.

     Tetapi walau begitu, jiwanya lebih cenderung seperti laki-laki. Ia gemar berkelahi, tentu tidak sembarang. Karena dulunya ayahnya adalah seorang guru bela diri, dan keahlian itu berpindah kepadanya. Didesa itu dirinya sangat ditakuti, kecuali bibi pemilik toko tempat dimana dirinya berjualan bunga. Dan satu lagi yang membuatnya terlihat aneh. Dengan pakaiannya yang seperti laki-laki itu, tidak ada yang menyangka bahwa ternyata gadis itu penjual bunga.

--

"Kenapa kau mengikutiku? Sana jaga ibumu." ujar Yoona yang tidak nyaman diikuti dengan Sehun.

"Wae? Aku hanya ingin membantumu berjualan."

"Aku tidak perlu bantuanmu." gadis itu semakin mempercepat langkahnya.

"Teman-teman, itu dia si gadis bimbang!" teriak seorang bocah sambil menunjukkan jari telunjuknya kearah Yoona. "wuahahaha.. dia lebih terlihat seperti laki-laki." tambah bocah itu lagi. Teman-temannya ikut menertawai Yoona. Tidak tinggal diam, Yoona melangkah cepat menghampiri mereka, beberapa dari mereka berhasil melarikan diri, tapi ia berhasil menangkap satu orang. Yaitu bocah yang mengatakan kata-kata tidak sopan itu.

"Apa tadi kau bilang? Gadis bimbang? Memangnya kau tahu apa hah!" menepuk kepala bocah itu. Tidak seperti tadi, kini bocah itu hanya diam ketakutan. "mau kupukul lebih kuat? Sepertinya kau tahu sehebat apa aku."

"Andwe nuna! Mianhaeyo nuna, aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Aish kau ini! sekali lagi kau lakukan itu, kau tidak akan bisa kembali kerumahmu!" menolak bocah itu dengan kuat. Walau terjatuh, dengan cepat bocah itu bangkit lalu berlari ketakutan. Baru saja Yoona berbalik untuk menghampiri Sehun, kini malah dirinya yang mendapatkan pukulan dari pria itu. Sehun menepuk kepalanya pelan hingga berulang kali.

"Pabo, pabo, pabo!" kata Sehun yang terus memukulnya bercanda.

"Yak, appo!" Yoona berusaha mengelak. "wae? Wae?!!"

"Kenapa kau membentak anak kecil dengan kata-kata seperti itu? Kau juga memukulnya. Kau tidak malu?" Sehun sudah menghentikan pukulannya.

"Dia sudah mengataiku! Apa salahnya jika aku memberinya pelajaran."

"Bukan seperti itu caranya! Jangan menggunakan kekerasan kepada anak dibawah umur. Aish, kau ini." sebenarnya Sehun ingin tertawa. Menurutnya itu sangat lucu ketika Yoona sedang memarahi bocah tersebut. "dimana tokomu?" katanya setelah itu.

"Kau mulai sok pintar. Itu disana." Yoona kembali berjalan. Sepanjang perjalanan ia terus bergumam kesal. Sehun dapat mendengarnya, namun ia hanya tersenyum dengan itu.

--

     Mematung didepan pintu. Hanya mengamati bunga-bunga yang tersusun rapi ditoko itu. Ingatan itu kembali menghantuinya. Wajah gadis yang sangat ia cintai, namanya, senyumnya, semuanya mendadak memenuhi pikiran Sehun. Matanya memerah. Mengingat itu membuat hatinya perih.

"Kau sedang apa? Ayo masuk." tegur Yoona. Sehun mencoba menyembunyikan kesedihannya. Ia memilih duduk disalah satu kursi yang ada didalam toko.

"Kenapa kau tidak pernah menceritakan padaku?" tanya Sehun.

"Mwoga?"

"Bahwa kau menjual bunga."

"Jika kukatakan padamu, kau pasti akan menertawaiku." ujar gadis itu yang sedang menyusun bunga didalam pot. Sehun tersenyum pahit. Trrrt.. trrrt.. trrrt.. Ponselnya berdering. Ada sebuah panggilan. Melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, kini Sehun benar-benar tersenyum.

"Yeoboseyo.."

"Kirimkan aku alamatmu." kata seseorang dari dalam ponselnya. Ternyata orang itu adalah Siwon. Mantan teman kerjanya.

"Wae hyung? kenapa kau meminta alamatku?"

"Cepat kirim saja. Sudah dulu ya." panggilan itu pun terputus.

"Ada apa dengannya?" Sehun langsung mengetik alamat rumahnya lalu mengirim pesan tersebut ke Siwon. Setelah itu ia memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celananya. Aneh, kini Sehun kembali terpaku. Matanya tidak lepas dari gadis itu. Yoona sedang menyemprotkan air ke bunga mawar yang baru saja ia susun didalam pot. Gadis itu terlihat bahagia, terlihat dari senyuman yang tersungging dibibirnya.

     Melihat itu membuat Sehun kembali mengingat gadis itu, gadis yang telah pergi untuk selamanya. Gadis yang hingga kini belum bisa ia lupakan. Gadis yang masih ia cintai. Ya, sepertinya begitu.

"Yak, yak.." Yoona menyadari tatapan itu. "yak!" Sehun tidak juga sadar. Karena kesal, Yoona pun menyemprotkan air kewajahnya. Ternyata berhasil.

"Mwoya!" ia kaget.

"Kenapa kau manatapku seperti itu? Jangan bilang kalau kau menyukaiku?"

"Ya, aku menyukaimu." jawab Sehun asal. Ia meraih sapu tangan yang ada disaku kemejanya lalu membersihkan wajahnya. Tanpa mengetahui bahwa kini Yoona sedang terdiam karena jawabannya. Tapi beberapa detik kemudian ia langsung mengutuk dirinya sendiri. Ia menyesali perkataannya itu. Mengingat seperti apa perasaan gadis itu padanya, pasti kata-katanya tadi akan menyakiti gadis itu. Ia hendak mengatakan sesuatu, namun ketika ia menoleh, gadis itu sudah tidak ada didalam toko.

     Takut sesuatu terjadi pada Yoona. Sehun langsung terlonjak kaget, ia mencoba mencari gadis itu didalam toko, tidak ada. Toilet juga tidak ada. Tapi disela itu, ia mendengar suara seseorang sedang menyapu. Ia langsung mencari asal suara itu. Ternyata Yoona sedang menyapu dihalaman tokonya. Tidak langsung menghampiri gadis itu. Karena kini Sehun sedang mengamatinya dari dalam toko. Gadis itu, berulang kali ia memukul pelan dadanya dan juga kepalanya. Melihat itu Sehun mengerti dengan apa yang sedang Yoona pikirkan.

--

     Mereka kembali kerumah disore hari. Setelah singgah ke warung jjamppong dan membeli beberapa bungkus, mereka kembali berjalan santai menuju rumah. Pepohonan terlihat gundul, tak terlihat lagi daun di setiap rantingnya. Ditambah udara yang semakin dingin. Sepertinya musim dingin akan segera tiba. Yoona yang gagah saja sampai terbersin-bersin hingga berkali-kali.

"Kau bisa bersin juga?" cibir Sehun.

"Tidak lucu." pria itu tertawa girang karena ditinggal Yoona yang sudah berlari jauh mendahuluinya.

'Kenapa kau harus menyukaiku?' Pikir Sehun. 

     Dilihatnya dari kejauhan, tepat didepan rumahnya. Yoona sedang mengobrol dengan dua orang pria. Kontras Sehun langsung mempercepat langkahnya. Namun ketika ia sudah mengetahui siapa kedua pria itu. Langkahnya melemah dan enggan mendekati mereka. Ia hendak menjauh dari sana.

"Yak.. yak. Kau mau kemana? Kau tidak senang kami kesini?" teriak salah satu dari pria itu.

"Kenapa kalian kesini?" ucapnya setelah gagal melarikan diri.

"kami merindukanmu." jawab pria yang lain.

"Baru juga sehari hyung, rindu apanya?" ia mulai mendekati mereka.

"Yak, kau tidak tahu ini dingin? Kau tidak mempersilahkan kami masuk?" kata pria berbadan gemuk itu.

"Oo? ma,masuklah.." Yoona langsung menyuruh mereka masuk. Dengan cepat mereka menarik koper mereka masuk kedalam rumah. Duduk diruang tamu yang sederhana itu. Pria yang berbadan gemuk itu malah berlari kedapur dan memeriksa isi lemari es.

"Hyung, kenapa kau membawa Shindong hyung? dia hanya akan menghabiskan persediaan makananku." bisiknya kepada Siwon, hyung yang ia maksud.

"Kau tenang saja, aku sedang diet." teriak Shindong dari dapur, kupingnya sangat tajam sehingga dapat mendengar perkataan Sehun.

"Kau dengar itu, dia sedang diet." tambah Siwon.

"Aku tidak yakin." kata Sehun.

"Diatas meja makan ada jjampong, kau boleh memakannya." sela Yoona tanpa melepaskan pandangannya dari Siwon.

"Jinja? Wah.." teriak Shindong kegirangan.

"Sudahku duga." gumam Sehun kesal.

"Keureunde, kenapa kau terus menatapku?" tanya Siwon kepada Yoona. Gadis itu memang terus menatap Siwon tanpa henti.

"Begini hyung, apa kau seorang actor? Aku seperti pernah melihatmu di televisi." katanya dengan polos.

"Yak, kau itu wanita, kenapa memanggilnya hyung?" kata Sehun menepuk kepala gadis itu pelan.

"Jangan menggangguku, aku sedang mencoba mengingat wajahnya. Hyung, benar kau seorang actor?"

"Actor apanya? Dia hanya seorang pengawal, sama sepertiku." sela Sehun.

"Pengawal?" Yoona terdiam sejenak. "Mwo! Pengawal? Kau bekerja sebagai pengawal?"

"Ne.. Wae? Reaksimu terlalu berlebihan."

"Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?"

"Karena kau tidak pernah menanyakannya. Hyung, ayo aku antar kau kekamar."

--

     Ternyata musim dingin benar-benar sudah tiba. Malam ini suhu udara di Busan sangat dingin. Namun itu tidak membuat mereka berdiam diri dirumah. Sehun bersama kedua hyung-nya bersantai disebuah warung yang menjual odeng dan tteokbokki. Tidak, gadis itu juga ikut bersama mereka.

"Jangan menyentuh soju, mengerti?" tegur Sehun keras kepada Yoona. Ia tahu betul bahwa sahabatnya itu tidak bisa minum.

"Arattago.." jawab Yoona santai, tapi tangan terus mencoba meraih botol soju.

"Yak, kubilang tidak!"

"Segelas saja.."

"Andwe!" gadis itu langsung mengambil setusuk odeng lalu menggigit odeng tersebut dengan ukuran yang besar. Saking penuhnya, ia hampir sulit mengunyah.

"Kenapa kau melarangnya hingga seperti itu, dia sudah dewasa." kata Siwon yang mencoba menenangkan mereka.

"Aku tidak siap untuk menggendongnya. Tubuhnya terlalu berat." mendengar itu membuat Yoona tersedak karena hendak memakinya, namun odeng yang masih memenuhi mulutnya membuatnya harus bersabar. Lantas ia hanya memukul meja berkali-kali. "jangan memukul meja, berisik." Sehun benar-benar membuatnya emosi.

"Kau yang berisik." tangkas Shindong kepada Sehun disela ia mengunyah tteokbokkinya. "duh, kenapa dengan perutku?" pria berbadan gemuk itu mengelus-elus perutnya yang sudah dipenuhi makanan. "ahjumma, toiletnya dimana?" setelah itu ia langsung berlari ke toilet.

"Sehun-a, kau benar-benar tidak akan kembali?" pertanyaan Siwon membuat ekspresi wajah Sehun berubah. "kembali lah, kau juga harus mencari uang. Bukankah kau masih mempunyai ibu dan juga gadis ini?"

"Entahlah hyung." ucapnya setelah itu meneguk sojunya.

"Kau masih memikirkannya?" Sehun tidak menjawab dan kembali meneguk sojunya.

"Memikirkannya? Siapa?" Tanya Yoona yang tidak mengerti maksud dari obrolan mereka.

"Makan saja odengmu." Sehun menggeser mangkuk odeng kedepan Yoona.

"Hoh, kau benar-benar membuatku kesal." kembali menggigit odengnya.

"Wah, lega sekali.." Shindong kembali dengan raut wajahnya yang cerah. "sepertinya aku sudah terlalu banyak makan."

"Hoh, kau baru menyadarinya?" sindir Sehun.

"Ah, Sehun-a, tadi aku seperti melihat Eunna." ucapnya serius.

"Yak, geojitmalhaji ma.." Siwon menyikut perut buncitnya pelan.

"Jinjayo.. Keundae, dia sedang bersama seorang pria, dan mereka terlihat sangat dekat."

"Maldo andwae." tambah Siwon tak percaya.

"Yak, aku tidak mungkin salah, wajah mereka.."

"Eunna sudah tiada. Kurasa kau ingat itu." sela Siwon cepat.

"Aish, dwaesseo."

"Eodi hyung?" tanya Sehun setelah lama diam. Shindong kaget karena melihat mata Sehun yang sudah memerah, dengan reflek Shindong menunjuk kearah taman yang ada diseberang jalan. Seperti kilat Sehun sudah menghilang dari hadapan mereka.

"Ada apa ini? kenapa dia seperti itu? Hyung, Eunna yang kalian maksud, memangnya dia siapa?" Yoona hendak mengejar Sehun, namun Siwon menahannya.

"Eunna adalah anak dari bos ditempat kami bekerja." jawab Shindong.

"Lalu, kenapa Sehun bereaksi seperti itu?" tanya Yoona lagi.

"Karna dia mencintai Eunna."

Continued...

avataravatar
Next chapter