1 1

Sinar mentari mulai membangunkan gadis yang kini beranjak remaja itu. Hari ini gadis itu sedikit malas. Untuk datang dan menghadapi hari orientasi pertamanya di sekolah. Nadia Safira gadis yang mulai menginjakkan kaki di bangku SMA. Nadia mulai teringat dengan perkataan kakaknya. Nando selalu menakut-nakuti Nadia jika masa orientasi itu menyeramkan. Mereka akan diplonco habis-habisan. Nadia bergidik ngeri. Hal itu semakin membuatnya tak ingin berangkat.

“Woi, Nad ayo buruan loh” Ajak Shaffara sahabat semati Nadia. Mereka tak terpisahkan.

“Eh ege, cari mati yak. Masa hari pertama MOS pake sepatu putih” Tanya Nadia melihat tingkah absurd sahabatnya.

“Lah ini kan hitam” Jawab Affa cuek.

“Palalu hitam. Yang hitam cuman talinya doang” Sungut Nadia kesel.

“Yaelah Nad inikan bukan tahun 80an yang nurut mulu” Celetuk Affa membuat Nadia tambah kesal.

“pokoknya tar kalau ada apa-apa jangan anggep kita berteman yak” Ucap Nadia yang dibalas dengan jempol Affa.

Nadia benar-benar tidak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Mengapa harus mencari perhatian dengan cara tersebut. Nadia paham mungkin Affa ingin tebar pesona agar dinotice oleh kakak kelas. Sudah bukan rahasia umum jika Affa ingin mendapat perhatian. Nadia heran, bagaimana bisa ia berteman baik dengan seseorang yang bertolak belakang dengan sifatnya. Nadia tidak terlalu ingin mendapat perhatian. Ia tidak ingin timbul masalah, ia hanya ingin lulus dengan normal tanpa ada masalah-masalah. Tapi sepertinya susah, karena dia sudah terjebak dengan Affa yang hyperaktif.

Nadia mengingat-ingat selalu berhadapan dengan kakak kelas, karena dia harus melindungi Affa. Banyak orang yang membenci Affa. Mereka sebenarnya iri karena Affa selalu mendapatkan perhatian dari pria idaman di sekolah. Memang hal itu juga karena Affa cantik. Nadia menganggap dirinya hanya pupuk bawang. Ada tapi tidak dianggap. Dia selalu beranggapan bahwa bunga yang tak menarik tidak akan disadari oleh laki-laki. Lagian dia sudah bertekad untuk tidak pacaran. Dia sudah berjanji, agar nanti masuk di perguruan tinggi negeri seperti kakaknya.

Perjalanan menuju sekolah memakan waktu 20 menit, Nadia merasa bosan. Ia ingin mengajak berdiskusi dengan Affa mengenai perkataan Nando. Apakah MOS SMA semenyeramkan itu? Lagi-lagi Nadia masih kepikiran.

“Fa, emang lu ga takut yak MOS pertama udah kayak gini. Kan dilarang makeup juga” Tanya Nadia.

“Lah makeup kok dilarang, aturan aneh banget. Itu senior ceweknya aja takut kalah saing sama juniornya” Jawab Affa yang sedikit masuk akal.

“Tapi kak Nando itu bilang serem tau Fa, MOS itu bikin kita serba salah” Tanya Nadia lagi.

“Kak Nando dipercaya, diakan sering bohongin kamu Nad. Dah lah woles aja” Balas Affa yang membuat Nadia mengangguk. Ia tersadar, mengapa harus percaya dengan Kak Nando ya. Dia kan sudah berulangkali membohinginya.

Mobil yang dikendarai mereka sudah sampai pada gerbang sekolah. Affa melirik jam di tangannya. Masih lama, ada 10 menit lagi. Cukup lah untuk make up sebentar. Dia selalu make up kemana saja. Bahkan ke warung sebelah rumahnya sekalipun. Prinsipnya adalah kita tidak tau akan bertemu jodoh dimana.

“Fa, buru deh jan makeup an mulu” Dengus Nadia kesal melihat sahabatnya sibuk memoleskan bedak di wajahnya, sedangkan sekarang sudah mepet waktunya masuk. Akhirnya mereka berdua berlarian menuju ke halaman sekolah. Nadia takjub, dan merasa bangga akhirnya bisa sekolah di tempat yang sudah diidamkan. Tiba-tiba dia dikagetkan dengan barisan di depannya. Ia melirik jamnya. Harusnya belum telat. Masih ada 4 menit lagi. Tapi mengapa sudah ditutup. Apakah jamnya salah? Pikir Nadia masih dalam keadaan bingung.

“Nad kok telat yah? Bukannya harusnya masih ada 5 menit lagi?” tanya Affa tanpa berdosa.

“Elu sih ngapain pake makeup segala, jadinya kita telat” Dengus Nadia kesal.

“Eh, ya gak gitu dong. Gue udah itung waktunya bener kok. Kalau telat mah gabakal tadi touch up dulu. Keknya ada yang gak beres nih” Kali ini Nadia setuju, ini memang ada yang aneh.

“Buat kalian yang terlambat buat barisan baru didepan sekarang” Teriak seseorang memakai toa.

“Inilah contoh-contoh orang tidak tertib. Tidak perlu ditiru. Baru pertama kali masuk sudah telat. Orang seperti ini seharusnya tidak diterima disini. Buat kalian semua perhatikan baik-baik, sekali lagi jangan meniru orang seperti ini” Teriak seseorang yang diperkirakan adalah komdis. Membuat Nadia dan Affa geram. Mereka telah dipermalukan tidak terhormat.

“Kata siapa telat? Kita tadi datang masih kurang 5 menit. Tapi gerbang sudah ditutup” Jawab Nadia membuat semua orang terheran-heran. Anak baru tapi sudah sangat pemberani.

“Jam kalian saja yang ngaret” Balas senior itu dengan lantang.

“Bukan jam kami yang ngaret. Jam kakak aja yang kecepetan” Timpal Nadia.

“Benar. Sebenernya kami tidak salah. Kakak komdis aja yang gak ada kerjaan. Terus cari-cari kesalahan kami deh” Balas Affa membantu opini Nadia.

“Kalian berani? Wah ada anak baru yang pemberani ini” Jawab Senior yang sepertinya kehabisan kata-kata hingga mengeluarkan sikap senioritasnya.

“Kenapa harus takut? Sama-sama makan nasi kan?” Saut lelaki yang papan dadanya bernama Iwan.

“Wah ada yang sok pahlawan dong” Senior tersebut bertepuk tangan satire.

“Semua yang telat dihukum berdiri dengan gaya squat setengah jongkok tangan dijulurkan kedepan. Sampai nanti istirahat. Sekarang!!!” Teriak senior tersebut. Membuat mereka mengeluh pasrah.

“Ada lagi yang ingin seperti mereka” Tanya senior kepada siswa-siswi baru. Mereka tidak berani menjawab. Hanya bisa tunduk karena merasa takut.

Mereka berenam berjalan ke pojokan, kemudian melakukan hukuman squat. Namun mereka tertawa, dan saling berkenalan satu sama lain. Mereka merasa cocok untuk saling berteman. Akhirnya mereka sepakat untuk tetap berhubungan. Menit-menit berlalu, mereka mulai merasa pegal-pegal. Nadia memandangi teman barunya Devara. Sepertinya dia mulai kelelahan. Terlihat keringat dingin mulai bercucuran. Entah mengapa Nadia merasa seperti ada insting dengan Devara. Cewek itu sepertinya sangat tertutup.

“Ara? Kamu kenapa?” Tanya Nadia penuh perhatian.

“Eh, eng..gak apa-apa” Jawab Ara bohong.

“Kenapa?” Tanya Roni

“Eh itu, si Ara kenapa kok keringetan gitu. Mukanya pucet banget” Tanya Affa

“Makanya aku takut dia kenapa-napa” Nadia gelisah, akhirnya ia berdiri dan memapah Ara untuk duduk.

“Ambilin tasku dong” Ucap Ara lirih, dengan sigap Bastian berlari mengambil tas dipojokkan.

“Eh, kenapa kalian berdiri. Jongkok lagi” Teriak komdis cewek secara sadis.

“Temen kita lagi sakit kak” Suara Nadia pelan.

“Alasan aja. Bilang saja kalian capek yakan? Gak perlu pake alasan murahan begini” Jawab komdis itu masih dengan kesongongannya.

“Ini temen kita udah sekarat gini, masih dibilang akting? Gila ya?” Teriak Affa. Nadia mencoba menenangkan Affa yang hendak menerkam senior belagu itu. Namun, Ara kian melemas dan akhirnya dia pingsan. Semua orang panik, tak terkecuali senior yang mengiranya akting tadi.

“Lu kalo ga punya hati seenggaknya pakai otakmu dikit sis” Bisik Nadia tepat pada telinga seniornya.

avataravatar
Next chapter