6 Teman baru

Sepulang sekolah Hanna kembali kerja di kedai mie udon bibi. Ia mengendarai sepedanya sambil bersenandung. Ia merasa senang, Jiahe membolehkan Hanna menjual bunganya. Berarti dia bisa sering ke rumah Henry. Berarti setiap hari dia tidak boleh terlihat berantakan saat ke rumah Henry nanti. Agar ia selalu terlihat manis di mata Henry.

"Hanna kenapa nih? Pasti lagi jatuh cinta yaaa."

Goda bibi begitu melihat Hanna bersenandung sambil memakai apronnya. Senyuman manis itu belum luntur dari wajah lugunya. Hanna dalam kondisi terbaik sekarang.

Hanna melayani pelanggan seperti biasa tapi hari ini penuh dengan senyuman ramahnya. Pelanggan pun menikmatinya, kadang ada satu atau dua orang yang menginginkan anak seperti Hanna. Kedai bibi cukup ramai tidak seperti biasanya, mungkin Dewi Fortuna memihaknya hari ini. Setelah pekerjaannya selesai, Hanna kembali bekerja di tempat lain. Membagikan brosur seperti biasa dan menulis sebuah catatan kecil di diarynya. Diary yang hanya boleh dibuka oleh Hanna seorang.

"For H

Besok aku akan ke rumah Henry lagi! By the way hari ini Henry sangat tampan ya >~< Aku sampai tidak bisa tidak melihat Henry. Aku ingin mengelus pucuk rambutnya yang sering bergoyang waktu dia berlari. Pipi pucatnya juga mulus sekali, andaikan kulit ku sehalus itu =3=. Ah! Aku harus membuatkannya bekal besok dengan susu coklat. Henry pasti menyukainya.

To H

Meskipun hari ini Hima menampar pipi kiri ku karena menatap miliknya(Henry), itu tak akan melunturkan rasa sayangku padanya. Aku sayang Hima, pasti Hima juga menyayangiku. Hima hanya cemburu kan waktu aku dekat dengan Henry~~ Padahal memang sih aku dekat- dekat Henry =3=. Tapi kan aku suka Henry! Aku juga berhak meskipun hanya menatap Henry dari jauh >~<.

Hanna! Persiapkan dirimu! Besok kamu akan bertemu calon mertua mu lagi! >\\\< "

Hanna tersenyum geli saat menatap tulisannya. Calon mertua katanya? Dirinya suka sekali berkhayal yang tidak-tidak.

***

Hanna sudah di depan gerbang rumah Henry. Ia menyiapkan mentalnya untuk menekan bel berbentuk cilinder itu. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membenarkan poninya. Ia mengecek penampilannya beruang kali, mungkin ini kali ke 6. Ia sudah berdiri disitu 30 menit lamanya.

"Okay! Sudah rapih!" Kata Hanna dalam hati.

Tangannya gemetar hebat, air mengucur deras dari pelipisnya, Pergelangan tangannya serasa lumpuh. Jarak tangannya dengan bel masih 30 cm tapi bulu kuduknya sudah berdiri tegak. Hanna sangat gugup. Seperti sedang sidang di hadapan Mr. Alex!

"Hanna? Kamu ngapain?"

Hanna terlonjak kaget saat ada yang menepuk pundaknya.

"Sera? Sera ngapain lewat depan rumah Henry? Bukannya..." Hanna bergelut dengan suara hatinya. Ia segera membenarkan penampilannya yang sempat acak-acakan karena terlonjak kaget. Hanna segera merogoh note kecil di dalam tas ranselnya.

"Aku mau menemui tante Jiahe."

Tulis Hanna di atas notenya. Sera ber'oh ria sambil mengganggukan kepala tanda paham. Hanna kembali menuliskan sesuatu di atas notenya.

"Sera ngapain ke rumah Henry?"

"Aku? Aku mau bicarain tentang drama musim panas sama Henry. Kita masuk bareng aja ya?"

Hanna kembali gugup saat dengan santainya Sera menekan bel itu. Bel yang memerlukan pasokan oksigen sebanyak 2 tabung. Sera tersenyum manis sambil memperhatikan Hanna. Sera sebenarnya tahu jika Hanna menyukai Henry. Dia lebih menyukai Hanna ketimbang Hima yang menjadi kekasih Henry. Hanna lebih baik daripada setan ular itu. Sera tidak menyukai Hima karena terakhir kali dia diguyur air cucian piring kantin oleh Hima. Sera tidak akan melupakan perlakuan Hima terhadapnya.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Jiahe membukakan gerbang mereka berdua.

"Ehh ada Sera sama Hanna. Masuk dulu sini kita minum-minum."

"Oke Tann yuk Han!"

Sera langsung menarik tangan Hanna untuk melangkahkan kaki lebih cepat. Sera itu orang yang ceria, tidak suka menunggu dan sangat galak pastinya. Mereka berdua tidak sekelas, tapi terkadang Hanna ditugaskan merias para pemain drama. Dari sana lah mereka kenal dan dekat. Sera juga belajar bahasa isyarat agar Hanna tidak perlu repot menulis di atas note. Tapi skill bahasa isyarat Sera masih tahap pemula. Jadi terkadang Hanna masih perlu menulis di atas notenya.

"Kalian duduk dulu ya, Tante bikin minum dulu."

"Oke Tan."

Jiahe pun langsung pergi ke arah dapur. Mereka berdua duduk di sofa empuk milik keluarga bermarga Xu. Rumah Henry sangat simple namun mewah. dinding dan interiornya dipenuhi warna moccasin yang terbilang elegan. Artefak pun ada di setiap sudut rumah Henry. Kira-kira sebulan Ayah Henry menghasilkan uang berapa ya? Jutaan? Milyaran? Triliunan?

Tak lama pintu terbuka dan memunculkan sosok yang Hanna tidak pernah lihat. Sosok bertubuh tegap penuh wibawa. Pahatan wajah yang memperlihatkan kesan lembut nan hangat. Tataan rambut rumahan namun terlihat anggun di kepalanya. Dia siapa? Sampai Hanna terkagum dengan rahang tegas miliknya.

Pas sekali Jiahe datang sambil membawa nampan yang berisi cemilan dan 2 gelas teh mawar.

"Papa? Kok gak bilang kalo mau pulang? Kan bisa Henry jemput sama mama."

Orang yang dipanggil Papa hanya tersenyum. Dia benar seorang ayah?! Lalu kenapa wajahnya sangat muda?! Mereka berdua pun ikut duduk. Sesekali Minghao menatap Hanna dan Sera bergantian lalu menghela napas panjang. Anaknya itu selalu saja lupa jam pulang. Meskipun diperbolehkan, tetapi semakin lama Henry semakin susah dikendalikan.

"Papa gak mau sekolah Henry keganggu. Tadi Papa sempet ketemu Henry, dia ternyata lagi kencan ya? Dasar anak itu. Kasihan 2 temannya ini ditelantarkan."

"Dasar Minghao junior! Padahal dia yang menawarkan Hanna jual bunga. Malah jalan-jalan!"

"Sudah... Henry sudah besar. Dia berhak pacaran kan? bukannya kamu yang membolehkan?"

"Bener juga. Yaudah Sera ada perlu apa kesini?"

Sera yang sedang meminun teh buatan Jiahe langsung tersedak dan langsung merogoh tas miliknya. Ia mengeluarkan 2 jilid kertas yang sepertinya itu naskah. Jiahe mengangguk-angguk saja. Pantas saja Henry sering minta dipuji wajah tampannya. Ternyata anaknya berbakat jadi aktor. Kembali lagi ke Hanna, dia kini memakan biskuit coklat yang disediakan Jiahe.

Minghao yang duduk di samping Jiahe pun tersadar jika Hanna diam sedari tadi. Minghao pun memiringkan badannya dan berbisik pada telinga Jiahe.

"Anak yang satunya kenapa diam aja?"

"Nanti kamu tahu sendiri."

Jiahe tersenyum simpul menoleh kearah suaminya. Ia tidak mau memberitahu, biarkan suaminya tahu sendiri. Jika diberitahu, Minghao tidak akan percaya. Jiahe pun bangkit dari duduknya dan menggulung lengan bajunya sampai siku.

"Hanna, ayo ikut Mama ke belakang. Kamu pilih sendiri ya bunganya."

Hanna mengangguk tapi tunggu

"Mama, apa kita tidak menunggu Henry saja?"

Hanna membuat pola dengan gerak tangan. Menjelaskan apa yang ingin ia bicarakan.

"Ngapain nunggu Henry, dia aja gapeduli sama kamu. Udah kita langsung ke kebun aja! Sera ikut juga ya!"

"Okay Tante! Ayo kita jualan bunga!"

Minghao melongo memperhatikan mereka bertiga.

"Jadi... dia bisu?" Monolog Minghao.

***

Mereka bertiga sedang asik sekarang. Jiahe bertugas menanam pohon baru, Hanna menyiram sedangkan Sera bertugas membuang duri-duri tajam di tangkainya. Kadang gadis berambut pirang itu bersenandung selagi membersihkan tangkai mawar. Kadang diselingi oleh tawa keras milik Sera. Gadis itu sangat berenergi.

Hanna penasaran, darimana Sera tahu kalau dia akan menjual bunga milik Jiahe? Hanna pun mendekati Sera dan menepuk pelan pundak Sera. Gadis itu langsung menoleh kearah Hanna dengan wajah yang penuh dengan senyuman cerah khasnya.

"Iya ada apa Hanna?"

Hanna membuat pola menjelaskannya dengan bahasa isyarat yang mudah dipahami.

"kamu tahu dari mana?"

"Soal jual bunga? Akuuuu tadi nebak aja. Jadi betul ya kamu mau jual bunga?"

Hanna mengangguk. Sera melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Kamu beda ya sama Hima. Hima itu pemalas sedangkan kamu rajin mencari uang sendiri. Aku tahu sesuatu

Sera menggantung kalimatnya. Ia menoleh sebentar kearah Hanna.

"Aku tahu, kalian saudara kan?"

Hanna menatap horor Sera dan langsung membungkam mulut Sera dengan kedua tangannya. Darimana Sera tahu jika Hanna dan Hima bersaudara?! Jangan-jangan Sera memata-matainya. Membayangkannya saja membuat Hanna merinding, apalagi jika hal itu benar.

Hanna langsung menaruh telunjuknya pas di atas bibirnya sendiri. Ia mengisyaratkannya untuk tetap diam dan merahasiakannya. Raut wajahnya pun berubah cemas. Hanna menundukkan kepalanya. Sera yang merasa tidak beres langsung memegang kedua bahu Hanna untuk menenangkan.

"Hei, aku ga bakal ngasih tahu yang lain kok. Tenang aja Han. Aku bakal jagain kamu dari jauh kalo kamu digangguin saudara setanmu itu."

Hanna kembali mendongak dan mengangguk. Dia terlalu naif. Sera mana mungkin menyebar luaskan soal itu. Yang ada nanti Hanna yang celaka. Sera itu teman tapi tidak dekat. Ingin Sera menemani Hanna, tapi Hanna melarang Sera untuk mendekatinya. Bisa-bisa popularitas Sera di sekolah turun dratis jika ia berteman dengan orang bisu yang selalu menjadi bahan bullyan sekolah. Sera langsung mengusap pipi Hanna lembut guna menenangkannya. Tersenyum semanis mungkin untuk membuat Hanna percaya.

"Kita lanjut metik yuk!"

Hanna mengangguk semangat dan melanjutkan kegiatannya.

"Papa ikutan ya!"

Suara itu langsung mengalihkan atensi mereka bertiga. Minghao berpakaian santai tapi tetap terlihat tampan di mata Hanna. Bisa-bisa Hanna jatuh cinta pada Ayah Henry. Lalu muncul berita "Temanku adalah ibu tiriku dan menjadi kakak ipar ibu kandungku." Konyol sekali pikiranmu Hanna.

Minghao mengambil pohon-pohon bunga lily untuk ditanam di lahan sebelah mawar. Ternyata keluarga mereka suka menanam ya. Terlihat dari cara Jiahe dan Minghao yang terlihat ahli merawat tumbuhan. Tapi Hanna sempat berpikir, berapa jam waktu yang dibutuhkan untuk mengurus kebun sebesar 2 hektar ini. Kenapa mereka tidak mempekerjakan tukang kebun saja? Ntah lah mungkin Jiahe tidak ada kerjaan. Dengan dibantu Minghao, semuanya jadi cepat selesai.

"Ayo masuk dulu mama bikinin makan malam buat kalian, Henry juga baru pulang tuh."

Kata Jiahe dan langsung berlari ke dalam rumah. Sera dan Hanna saling menatap. Bingung. Setelah seperti ini, bagaimana lagi?

"Kalian udah selesai? Bawa ini keranjang bunga lily, mawar, sama lavendernya. Terus kalian ambil cairan yang ada di rak atas bawah tangga. Kalian cari namanya 'gliserin' ya? Terus kalian rendam okay?"

"Okay Om! Yuk Han!"

***

Berbagai macam masakan sudah terhidang di atas meja makan lonjong dengan kualitas kayunya yang terbilang sangat bagus. Mereka makan dengan khidmat. Kadang diselingi pertikaian Sera dengan Henry. Mereka sangat lucu! Seperti anjing dan kucing jika disatukan. Selalu ribut tapi tidak sampai adu jotos.

Tanpa Hanna sadari, Matahari mulai tenggelam. menyembunyikan dirinya dan berganti oleh bulan. Sekarang pukul 8 malam. Hanna harus bergegas supaya bundanya tidak marah. Jika marah, Hanna bisa dikurung di basement yang lembab dan mengerikan. Hanna tidak mau dikurung terus-terusan disitu! Ia langsung meminum air dalam gelas itu dan membereskan barang-barangnya.

"Hanna? Kenapa buru-buru??"

Tanya Jiahe bingung saat melihat Hanna yang sedang sibuk merapihkan penampilannya. Hanna tampak takut-takut dan membuat pola

"Aku harus cepat pulang. Nanti bunda marah."

Jiahe terdiam sejenak. Semua terdiam kecuali Sera yang memandang Hanna cemas. Dia tahu jika Hanna pulang telat akan dimarahi bundanya. Sera tahu semua itu tapi ia tetap diam tidak ingin ikut campur.

Hanna membungkukkan badannya dan pamit pulang. Ia mengayuh sepedanya dengan cepat. Napasnya tersengal dan dingin menusuk pori-pori kulitnya. Udara malam ini sangat dingin dan Hanna hanya memakai seragam sekolahnya. Ini musim panas, kenapa sangat dingin?

Hanna sampai dan langsung memasukkan sepedanya. Ia masuk lewat pintu belakang agar tidak membangunkan keluarganya. Lampu dapur sudah mati, memudahkan Hanna untuk masuk ke kamarnya yang terletak di lantai 2. Ia berjalan dengan langkah jinjit untuk meminimalisir suara hentakan kakinya. Namun seketika lampu menyala dan Hanna sudah menegang terdiam di tempat.

"DARI MANA SAJA KAMU MALAM BARU PULANG?! INGET RUMAH GAK! CEPET MASAKIN KAMI MAKANAN. GARA-GARA KAMU PULANG TELAT KAMI KELAPARAN!"

Novelyn Erithia alias bunda sambung Hanna menampar pipi kiri Hanna hingga Hanna jatuh tersungkur.

"DAN INI UNTUK KAMU YANG SUDAH MENJADI PEREBUT KEKASIH ORANG!"

Lagi-lagi Novelyn memukul Hanna dan membenturkan kepalanya pada dinding dapur yang dingin. Hanna meringis kesakitan menahan denyutan ngilu pada dahinya. Hima yang melihat cuma berekpresi datar. Dia muak dengan Hanna yang selalu mendekati kekasihnya. Jika ada yang ingin mengambil Henry darinya, Hima tidak akan segan-segan menyiksa orang itu. Termasuk saudaranya sendiri.

Hima maju lalu berjongkok melihat Hanna yang terduduk memegangi pipi kirinya yang nyeri. Hima menjambak rambut pendek Hanna lalu ia benturkan pada lantai. Hidung Hanna mengeluarkan banyak darah dan giginya patah 2 sekaligus.

"Kumohon.. Jangan siksa aku lagi... Sakit.... Bunda...."

Hanna membatin dan menahan rasa sakit yang tak kunjung hilang. Hima dan bundanya masih setia menampar pipinya. Apa sesusah itu bagi Hanna untuk hidup? Kenapa Hima pulang jam 11 malam tidak dimarahi? Bahkan Hima pernah menginap di rumah Henry.

Hanna menangis waktu perutnya ditonjok Hima dengan sangat keras. Rasanya seluruh tulang rusuknya akan patah. Tulang hidungnya juga sepertinya patah. Tapi Hanna harus menahannya.

Akhirnya mereka berdua selesai mengeroyok Hanna.

"Hima, ayo kita makan di luar saja. Mama jadi gak nafsu lihat si Hanna."

"Okay Ma."

Hima naik keatas ke dalam kamarnya dan mengganti bajunya. Mereka menutup pintu dengan kasar dan meninggalkan Hanna yang masih berbaring di lantai dengan darah yang masih mengucur dari kedua lubang hidungnya.

Berdoa saja semoga Hanna baik-baik saja

avataravatar
Next chapter