13 Apakah Ibuku Seorang Psikopat

Matanya terbuka lebar, saat melihat ibunya memegang pisau kecil di tangannya. 

Ia berjalan mendekati Keysha, ia tersenyum menyeringai, Jika gadis kecil itu boleh memilih, ia lebih baik dimarahi habis- habisan daripada ia harus melihat senyum ibunya. Mengerikan dan Keysha sudah trauma akan senyum itu.

Tubuh anak kecil itu bergetar hebat, Keysha berjalan mundur menjauh, Ia harus memiliki alasan yang kuat, untuk bisa lolos dari cengkraman ibunya.

"Sayang, apa kamu ini terlihat cantik? Apa dia menyukaimu, sayang?" tanyanya dengan mengelus pipi Key dengan pisau namun tidak melukainya, namun itu jelas membuat gadis itu merasa sangat takut.

"Jawab!" bentaknya.

"Ti- tidak, Bu," ucapnya dengan terbata, "Josh adalah orang yang membantuku mencarikan pudding untuk ibu tempo lalu, justru dia menyukaimu, Bu," jawab Key dengan mencoba tenang meyakinkan ibunya, salah berucap habislah dia.

"Kau pasti bahagia, bukan? Apa dia sumber kebahagiaanmu, sayang?" tanyanya dengan tersenyum menyeringai.

"Aku membencinya, Bu, dia begitu sangat menyebalkan! Dia membantuku dengan berbagai syarat dan memperbudak aku!" jawabnya, Key terpaksa berbohong demi menyelamatkan Josh.

"Benarkah, kau tidak bohong?!" tukasnya dengan mulai mencekik leher anak kecil di hadapannya.

"Oh, Tuhan, apa aku harus mati di tangan wanita ini sekarang? Ken, kumohon, tolong aku," gumamnya, lirih. Namun, hanya berani berucap di dalam hati.

"Key, apa aku harus menghabisi anak itu untukmu, sayang?" tanyanya dengan mengelus pipi anaknya, kemudian menjambak rambutnya.

"Bunuh, saja! Aku gak peduli!" titahnya yakin seperti tanpa keraguan. Jika sampai dia membela Josh maka sudah di pastikan keselamatan temannya dalam bahaya.

"kau tahu bukan? Apa yang paling aku benci!" Keysha paham apa maksud pertanyaan ibunya.

"Aku paham! Aku juga sudah menjauhinya! Ibu mau membunuh Key? Bunuh saja, Bu! Key sangat bahagia, karena akan bertemu Ken di sana!" Key sedang mencoba membujuk ibunya. Ia takut sangat takut tampak dari mulutnya yang bergetar, tapi ia mencoba tegar.

"kau bohong!" teriaknya. 

"Bunuh key, Bu. Key akan terlepas dari penderitaan  dan key tidak perlu lagi mengurus kandang dan kambing!" 

"Sampai kapanpun aku akan membuat kau menderita!" bentaknya ia mendorong Key dan berlalu.

"Aku benci jika kau bahagia, anak sialan!"

"Jangan keluar kamarmu atau ku bunuh kau!" bentaknya.

Gadis kecil itu, tampak lega saat ibunya tengah pergi.

***

Semenjak kejadian itu, Key dan Josh tidak pernah bertemu, Ia selalu berharap  bertemu Josh walau sekali saja. Ia sadar perlakuannya pada Josh sangat keterlaluan. Tapi itu ia lakukan untuk melindungi Josh dari kegilaan ibunya.

Waktu itu berputar seperti kilat, tanpa terasa sang adik yang dulu masih dalam kandungan sekarang sudah berumur sepuluh tahun. Ia yang berharap adiknya akan seperti Ken, ternyata salah besar. Adiknya tak jauh beda dengan sikap ibunya, bahkan key selalu jadi bahan amukan ibunya karna ulah adiknya.

Tiba saatnya Keysha melanjutkan sekolah ke jenjang Sunior high school. Ia bersekolah di sekolah swasta yang bernama, Edensor senior School. Baik junior/ senior high school menyatu dalam satu gedung.

  Ia sudah mempersiapkan untuk keperluan sekolahnya besok, meski ia juga harus mengurus hewan ternak peliharaan keluarganya. 

**

Di tempat yang berbeda, 

Sekarang anak laki- laki yang tengah berusia enam belas tahun, sedang merajuk menolak tidak ingin makan. Sang kakak akan melakukan penerbangan besok pagi untuk melanjutkan S2 diuniversitas bisnis tebaik di dunia. 

"Adam! Kakak akan sering berkunjung," bujuknya. 

"Aku tidak mau, kalau tidak ada kakak aku tidak mau home schooling!" Ia keukeuh pada pendiriannya. 

"Aku mau sekolah di sekolah umum! Seperti anak yang lain!" 

Sepasang suami istri saling bertatapan, mereka sudah tidak tahu harus berkata apa. Tiba- tiba sang nenek datang, ia mengelus pucuk kepala cucu kesayangannya.

"Martien! Telpon dokter Daniel, minta agar segera dagang kemari!" titahnya. Martien merasa bahagia, semenjak ia tinggal bersama keluarga ini, hari ini ia baru mendengar nenek angkatnya memanggil namanya dan menyadari keberadaannya.

Biasanya sang Nenek selalu menganggap ia tidak ada. Dengan tergesah ia menelpon dokter spesialis pribadi Adam. 

Selang beberapa waktu, datang dokter yang biasa menangani semua keluhan anak kecil ini. Semua sudah berkumpul menunggu sang dokter.

Seorang pria bertubuh tinggi dan berkulit putih, datang menghampiri dengan tas di tangannya, ia sangat tergesa karena takut hal buruk terjadi pada pasiennya.  Sampai di ruang keluarga ia terheran, ia melihat anak kecil yang ia perhatikan kesehatannya itu tengah berlari dengan  sang kakak.

  Ada apa yang sebenarnya terjadi, ia datang dengan penuh tanda tanya. 

"Kau lama sekali!" Protes sang nenek. 

"Apa yang terjadi, Nak?" tanyanya lembut pada Adam yang sudah duduk di dekatnya.

"Mana coklatku!" Adam mengulurkan tangannya. 

"Kau sudah besar, kenapa masih menginginkan coklat!" Adam mengerucutkan bibirnya, hidup di lingkungan keluarga yang begitu sangat mencintainya membuat dia sedikit manja. Semua memperlakukannya dengan sangat istimewa. Dokter pun memberikan satu batang coklat kesukaan pasiennya. 

"Apa yang terjadi? Aku melihat dia baik- baik saja!" ucapnya dengan memperhatikan Adam yang tengah asik memakan coklatnya.

"Aku yang memintamu kemari, kau keberatan?!" Sang Dokter yang memang adalah sahabat anaknya Aldrict sudah di anggap sebagai anaknya sendiri.

"Tentu saja tidak!" jawabnya dengan tersenyum. 

"Cucuku ingin melanjutkan sekolah di sekolah umum!" jelasnya. 

"Kalian kan tahu resikonya akan sangat berbahaya, baik dari rekan bisnismu bukan tidak mungkin mereka mengincar Adam karena dia adalah pewaris Nyang sah. Kalian juga tahu bukan? Kesehatan Adam seperti apa!" Jelasnya panjang lebar.

"Aku tidak mau tahu! Aku mau sekolah umum, kakak saja boleh pergi jauh!" Adam sangat marah, semua tahu jika marah bahkan tidak akan ada yang bisa membujuknya untuk minum obat dan itu sangat membahayakan kesehatannya.

 Dokter Daniel berpikir keras, ia memijat pelipisnya. Berurusan dengan keluarga Dalbert seperti menungtutnya harus selalu bisa mendapatkan solusi apa yang mereka mau. 

"Baiklah! Tapi aku ikut dengan anakmu!" tegasnya.

"Kakek dan Nenek  juga akan menamani Adam  bersama bujang lapuk ini!" Dari arah depan datang seorang kakek dan merengkuh pundak dokter Daniel.

"Berhentilah, mengataiku bujangan lapuk!" cicitnya. 

"Loh apa namanya orang yang belum menikah setua ini!" godanya. 

"Sudahlah, kenapa aku harus satu atap dengan kalian! Padahal aku ingin tinggal berdua dengan Adam, biar bisa main game sepuasnya, Iyah kan Dam?" tanyanya pada anak laki- laki yang tengah memeluk neneknya saking senangnya  karena mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Jangan racuni cucu kesayanganku dengan permainanmu itu! Memangnya kau akan menikah dengan layar laptopmu!" Ejek sang nenek dengan terkekeh. 

"Wah, Om Daniel seperti plangton!" 

Semua mengerutkan dahi, Martien tersenyum dan berkata, "Plangton dalam film Spongebob yang menikah dengan P.C," jelasnya. 

Semua terkekeh, "Memang benar nyalimu seperti plangton, kecil!" ledek sahabatnya. 

"Diam kau Aldrict! Jika tidak di jodohkan kau juga akan menemaniku sampai sekarang!" Ia tersenyum mengejek. 

"Sudah- sudah! Kapan kalian akan berangkat?" tanya Marisa dengan wajah yang nampak sendu. 

"Besok!" ucap Adam dan Daniel berbarengan. 

"Tidak! Mammy tak setuju! Terlalu cepat!" elaknya."

Adam nampak sendu, dan sang Mamy menghampiri putra kesayangannya, "Bukankah, Kakak akan berangkat besok? Adam tak ingin mengantarnya?" tanyanya lembut. Adam mengangguk ia juga ingin mengantar kakaknya ke bandara. 

"Kalian akan tinggal di mana?" tanya Aldrict ia teringat, bahwa sahabatnya belum menentukan tempat tinggal mereka.

"Lumayan jauh dari sini!" jawabnya dengan memainkan bulu tipis di dagunya. 

"Katakan! Tidak perlu berbelit- Belit!" Sentaknya, saat ini Aldrect sudah bosan dengan gaya menyebalkan sahabtnya. 

"Dimana yah," Ia tampak berpikir namun sahabatnya sudah kesal ingin rasanya ia memukul pria di hadapannya jika bukan di depan anaknya. 

"Astaga! Kenapa kau menyebalkan sekali!" Marisa sudah naik pitam, sedari tadi mereka menunggu jawaban dari Daniel.

"Sabar lah sebentar! Aku harus memperhitungkan semuanya!" jelasnya dengan terkekeh. 

"Rasanya aku ingin makan orang malam ini!" sang kakek memotong buah ditanganya dengan meniup- niup pisau menatap Daniel. Kebetulan ia sedang menyuapi Adam.

Dokter menyebalkan itu bergidik ngeri, ia masih mengingat masa muda Dalbert berbeda dengan Aldrict anaknya yang lembut dan baik hati. 

"Setelah penuh dengan pertimbangan dan pemikiran yang matang tempatnya adalah, di toilet!" ucapnya dengan meringis. 

"Astaga! Apa kau sudah gila!" Semua memasang wajah kesal melihat tingakah  Dokter yang terkenal di kota itu, tanpa mereka tahu dia begitu sangat menyebalkan. Sedang Martien hanya terkekeh dia sangat bersyukur bisa bertemu keluarga yang unik dan baik hati ini.

"Kenapa kalian ribut sekali! Aku ingin ke toilet, aku sudah mulas!" ucapnya  dengan lari terbirit-birit menuju toilet. 

avataravatar
Next chapter