20 Ampuni Aku, Ibu

"Kenapa kau tidak mengikuti apel pagi?" tanyanya dengan menatap lekat anak baru dihadapannya dengan mencondongkan tubuhnya.

"Yah, karena aku tidak ingin!" jawabnya.

"Kau tahu apel itu sangat penting! Kau ini baru, ikuti aturannya!" bentaknya dengan wajah yang memerah menahan amarah.

"Yah, karena tadi ada curut yang menggangguku di toilet," tukasnya.

"Kau tahu? Kami akan menghukum mu!" Senyuman seringai tercetak dari bibir wanita yang di sebut kakak itu.

   

  "Jadi, apa hukumanku?!" tantangnya To The Poin. 

Kedua seniornya mengerutkan dahinya, mereka terkaget tidak ada ketakutan sedikit pun dari wajah gadis dihadapannya. Merasa tertantang, mereka meminta gadis penggembala kambing ini untuk membersihkan Toilet. Mereka menyangka, bahwa gadis itu akan menolak. Bagi seorang gadis pekerjaan itu sangat menjijikan. Namun, berbeda dengan gadis ini. 

   "Berapa toilet yang harus aku bersihkan?" tanyanya dengan muka acuh tak peduli.

"Seluruh toilet di sekolah ini!" tukasnya, karena ia berpikir gadis dihadapannya akan memohon untuk diringankan hukumannya. 

  "Baiklah, aku baru tahu, ternyata aku cape- cape sekolah  hanya  untuk tahu caranya membersihkan toilet? Astaga! Sungguh miris," sindirnya. Ia berkata sambil berlalu keluar kelas dengan menggelengkan kepala. 

   Kedua senior itu merasa terketuk hatinya dengan sindiran gadis yang baru saja berlalu, memang benar hukuman itu bukanlah cara mendidik yang baik. Ingin memanggilnya kembali tapi mereka mempertahankan egonya. Sedang satu senior pria menarik sudut bibirnya.

  Bel istirahat berbunyi, karena sudah terbiasa bekerja keras Keysha pun sudah menyelesaikan semua hukumannya, saat ini dia tengah duduk membaca buku di perpustakaan.

  "Kau tidak makan siang?" tanya seseorang yang suaranya sangat familiar ditelinga gadis ini. 

  "Seperti yang kau lihat!" Ucapnya acuh tak acuh dengan tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.

  "Maukah kau membantuku menghabiskan makan siangku?" tanyanya, dengan mendaratkan bokongnya duduk di hadapan gadis yang masih sibuk dengan buku di tangannya. 

 Ia menutup bukunya, menatap kesal pria yang mengganggunya, "Aku tidak lapar!" timpalnya dengan berjalan mencari buku yang lain Adam setia membuntuti membuat Keysha mendengus kesal. 

 "Kerucuk…" 

Suara perut terdengar nyaring membuat yang empunya tersipu malu. 

"Dasar perut tidak tahu akhlak!" gerutunya. 

"Ayo! Adam menarik tangan gadis penggembala itu, Key hanya pasrah. Tidak dipungkiri, bahwa, dia juga merasa sangat lapar. 

  Duduk di bawah pohon taman sekolah, dengan ditemani  udara yang sendu. Hembusan angin, menerpa wajah mereka membuat rambut lurus gadis ini menari- nari menghiasi wajah cantiknya. 

   Adam memberikan tempat makan yang berisi omelet dan beberapa daging asap, aromanya menusuk Indra penciumannya.  Selama ini ia bisa merasakan makan enak saat ayahnya pulang dari  kota. 

"Makanlah!" titahnya, saat ini tempat makan itu sudah berada di tangan Keysha. 

Dengan lahap gadis itu memakan daging yang menggodanya sedari tadi. Adam meringis ia sempat berpikir bahwa, temannya ini seperti orang yang baru makan dan kelaparan. 

  "Kau tidak mau mencobanya?" tanyanya dengan makanan yang sudah penuh memenuhi mulut mungilnya.

  "Baru saja, aku sudah dari kantin sekolah," timpalnya dengan menatap gadis disampingnya, rasa iba dan penasaran memenuhi hatinya. 

  "Pelan- pelan! Aku tidak akan mengambil makanannya!" godanya dengan memberikan tisu. 

  "Maaf, aku terbiasa makan cepat. Karena, kalau ibuku tahu, ada yang memberiku makan dia pasti sangat marah," ucapnya sendu nampak kesedihan di wajahnya. 

 "Ibumu tidak ada di sini, mungkin niat ibumu baik!" timpal pria yang baik hati ini. 

 Key hanya terkekeh, namun air matanya nampak meronta ingin keluar. 

 "Dulu, ada anak laki- laki yang begitu baik padaku. Tapi aku mengusir dan menyakitinya." 

  "Loh, kenapa?" Adam tampak penasaran. 

 "Aku takut ibuku menyakitinya, entahlah, ibuku sangat kejam."Gadis itu memelankan cara makannya dan menatap dedaunan yang berguguran. 

  "Memang ada ibu yang kejam? Mungkin dia ibu tiri, yah, seperti di layar drama," tukasnya dengan memberikan minum pada gadis dihadapannya. 

  "Entahlah, aku tidak memiliki banyak waktu untuk merusak pikiranku dengan memikirkan dia," nampak gurat kebencian dalam diri gadis itu. 

  "Minumlah! Habiskan makanannya!" titah pria yang baru saja ia kenal.

  "Obat apa yang kau minum?" tanya gadis itu penasaran. 

  "Hanya vitamin biasa, aku belum bisa menyesuaikan udara di sini." jelasnya dengan tersenyum. 

 "Jadi kau bukan asli sini? Pantas saja, aku tak pernah melihatmu," cicitnya dengan menutup tempat makan yang sudah tak tersisa. "Terimakasih," ucapnya dengan tersenyum. 

    Hanya sebuah anggukan dari Adam untuk membalas ucapan gadis di hadapannya.

"Oh, Iyah, kenapa tadi kau melamun?" tanyanya penuh penasaran.

"Ah, itu, karena terburu-buru aku lupa memberi makan kambing Ken," jawabnya dengan raut wajah yang sendu.

"Astaga, perihal kambing!" Seketika pria dihadapannya terkekeh.

"Itu bukan kambing biasa, milik saudara kembarku dan hanya itu kenangan yang ku miliki," jelasnya, nampak matanya berkaca semakin membuat Adam penasaran.

"Memangnya, saudaramu kemana?" tanyanya.

"Dia telah di surga bersama Tuhan," jawabnya dengan menatap langit- langit, "Ken, apa kau tidak merindukan aku?" gumamnya.

Bel masuk telah berbunyi, sehingga mereka harus menghentikan pembicaraan yang membuat Adam tersentuh dan penasaran tentang kematian adik kembarnya.

Duduk bersebelahan dengan Adam membuatnya sedikit nyaman dan terhindar dari berbagai hinaan yang selama ini sudah seperti asupan makanan untuknya. 

    Tidak ada satupun Materi yang masuk, ia terus berpikir salah satu pria pemberi materi. Dia menghembuskan nafas kasarnya karena  besok banyak yang harus key persiapkan untuk memenuhi syarat masa OSPEK ini, baginya ini sangat merepotkan, melakukan pekerjaan yang tidak penting. 

__________**_____________

  Sampai di rumah key melihat ada saudari sepupunya yang satu sekolah dengannya ia menemui ibunya, Key meyakini bahwa kedatangannya akan menyampaikan bahwa ia mendapat hukuman di sekolah.

Dia menghampiri ibunya mengutarakan bahwa ia membutuhkan sesuatu syarat mengikuti masa orientasi besok.

 Raut wajahnya memucat saat melihat tatapan ibunya yang membuat suasana terasa mencekam. Napasnya seakan berhenti sesaat melihat tatapan mata ibunya yang tajam seakan ingin menerkamnya. 

  Tidak trauma, namun ia sudah terbiasa sejak kecil mendapatkan perlakuan tidak baik dari ibunya. Jika key boleh  jujur rasanya dia menyesal telah meminta sesuatu pada ibunya atau lebih parahnya tujuan kedatangan sepupunya telah mempengaruhi ibunya. Lebih baik dia di hukum di sekolah dari pada harus menghadapi ibunya. 

 Melihat itu sepupunya pergi meninggalkan kediaman keluarga Ferdi yang setiap hari akan ada saja keributan di dalamnya.

  "Maafkan aku ibu," ucapnya lirih, dengan menundukkan kepalanya. 

Nampak senyuman dari wajah ibunya, dia mengelus pipi mulus key dengan senyum menyeringai. Semakin dekat dan dekat key melihat ibunya memiringkan  wajahnya menatap lekat wajah anak yang tengah ketakutan.

  Tangannya mencengkram keras dagu Key dengan mimik muka yang sulit diartikan. Key menelan ludahnya dengan sangat sulit. Sakit, yah, sangat sakit. Namun, ia menahan air matanya, jika sampai menetes maka ibunya akan tambah murka. 

  Dia bertanya pada  hatinya, apakah benar bahwa ibunya seorang phisicopat seperti yang banyak orang bilang. Dengan berat key mengerjakan matanya. Tidak ada keberanian menatap wajah ibunya. 

  "Kau mau apa, sayang?" tanyanya dengan tersenyum smrik.

 Key diam, ingin rasanya ia pergi sejauh mungkin, tapi bagaimana bisa cengkraman di dagunya semakin kuat dan terasa perih menjalar ke seluruh tubuhnya. 

  Ia sudah ingin menangis, tapi masih ia tahan, bibirnya bungkam tak bisa menjawab pertanyaan ibunya. 

 "Jawab!" bentaknya, yang membuat tubuh Key bergetar. Jika harus mati, dia siap mati. Karena entah seberapa kali dia hampir di bunuh. 

  "Tidak buk, aku tak menginginkan apapun," tukasnya dengan masih menundukkan pandangannya.

  "Kalau begitu ikutlah denganku, aku ingin bermain- main denganmu, bukankah sudah lama kita tak bermain bersama, nak?" 

  Keysha mengerjapkan matanya menetap wajah ibunya, nampak senyum yang membuat tubuh Keysa meriang mendadak. Dia tahu arti permainan ibunya. 

  "Tidak, aku tidak mau!" tolaknya dengan mimik muka penuh ketakutan. 

"Oh Tuhan, tolong aku, apakah aku harus mati sekarang?" Ia  terus berdoa dalam hati. 

TBC

  

avataravatar
Next chapter