14 Practice

Semalam benar benar malam yang menyenangkan bagi CL, Alex, dan LJ. Ketiga anak itu berpesta sampai larut malam yang mengakibatkan mereka bangun terlambat. Buktinya saat ini ketiga anak itu berada di ruang kerjanya masing-masing dengan posisi kepala diatas meja dan mata tertutup rapat. Bukannya kerja tapi mereka malah pergi ke alam mimpi.

Tok tok tok

Pintu utama ruangan berbunyi tapi tidak ada satupun dari ketiga anak itu memberikan respons.

Tok tok tok

Hening.

Tok tok tok

Masih hening.

Merasa tidak mendapatkan jawaban, sang pelaku ketukan pintu tersebut memilih untuk membuka pintunya. Pelaku ketukan itu pergi dari ruangan satu hingga ruangan terakhir untuk mengecek apakah ada orang disana. Setelah melihat semua ruangan, orang itu menepuk jidat dan menggelengkan kepala.

"Lee?", orang itu mencoba untuk membangunkan penghuni ruangan pertama. Tapi sepertinya usaha orang itu sia-sia.

"Lee?", panggilnya lagi, tapi masih belum ada respons sedikit pun.

"CAUSA LEE!", orang itu sedikit berteriak. Karena teriakan tersebut, CL terbangun dengan posisi yang berdiri tegap. CL mencoba memulihkan pandangannya yang buram dan mencoba melihat orang yang meneriakinya.

"Pa?", yang orang yang meneriaki CL sekaligus pelaku ketukan pintu tadi adalah ayah CL.

"Nyenyak tidurnya?", tanya Mr. Graham lembut tapi penuh penekanan. CL hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya dan menghela napas.

"Pelatih mu sudah menunggu di lapangan, cepat pergi ke sana!", tegas Mr. Graham.

"Ngapain?", tanya CL yang masih mengantuk.

"Hari ini adalah jadwal pelatihan menembak mu dengan Alex dan juga LJ, apa kau lupa?", CL melihat jam yang berada di ruangannya dan seketika matanya membola. Dengan panik dia berlari ke ruangan Alex dan LJ, meninggalkan Mr. Graham tanpa sepatah kata pun.

"Woi bangun bangun!", CL malah heboh sendiri. "Bangun, cepet ke lapangan!"

"Ada apa si?", tanya Alex dengan suara khas orang bangun tidur.

"Liat jam! Udah ditungguin di lapangan sama coach, cepetan!", Alex melihat ke arah jam sedangkan CL berlari ke ruangan LJ untuk membangunkan anak perempuan tersebut.

"Woi LJ bangun, ada Latihan sekarang!", LJ seketika tersadar dari alam mimpinya.

"Latihan apa?", tanya LJ yang juga masih mengantuk.

"Latihan nembak. Coach udah nungguin di lapangan anjir.", LJ seketika bangun dari posisinya dan memakai seragam militer miliknya, sedangkan CL sudah rapi dengan seragamnya dari rumah. Tiba-tiba Alex datang dengan wajah paniknya.

"Udah belom?", tanyanya.

"Iya udah nih, ayo buruan!"

Ketiga anak itu berlarian di koridor dengan cepat menuju lapangan tembak. Sesampainya di lapangan tembak, mereka berhenti untuk mengatur napas dan berjalan menuju pelatih mereka yang sudah berdiri tegap dengan tangan yang disilangkan di depan dada. Ketiga anak itu menghampiri pelatih mereka dengan kepala tertunduk, takut kena amarah pelatih.

"Ini udah jam berapa?", tanya pelatih mereka dengan tatapan tajam. Ketiga anak itu hanya diam menunduk. Alex menggaruk tengkuk kepalanya, CL meringis, dan LJ memainkan jarinya.

"Kok pada diem? Ga punya mulut?"

"Punya.", cicit merek bertiga.

"Terus kok saya nanya ga dijawab?", hening kembali.

"Sekarang jam berapa?", tanya ulang pelatih tersebut.

"Jam sepuluh.", kompak ketiga anak yang tengah menundukkan kepala itu.

"Kalian tau kesalahan kalian apa?"

"Telat satu jam."

"Kalian tau hukumannya?"

"Lari satu lapangan tiga puluh menit."

"Bagus, sekarang lakuin!"

CL, Alex, dan LJ akhirnya menjalani hukuman mereka, yaitu mengelilingi lapangan tersebut dengan durasi tiga puluh menit. Itu sudah menjadi hal biasa bagi CL dan Alex, karena kedua anak itu memang sudah sering sekali terlambat. Tapi tidak tahu bagaimana dengan LJ.

Tiga puluh menit berlalu dan akhirnya mereka selesai menjalani hukuman mereka.

"Istirahat sepuluh menit lalu ambil senjata kalian!", sang pelatih memberikan waktu istirahat terlebih dahulu. Sekejam kejamnya pelatih itu, tapi dia masih memikirkan rasa lelah yang dialami ketiga anak itu.

"Lo ga capek apa?", tanya Alex kepada LJ sambil memberikan sepupunya itu botol minuman.

"Udah biasa."

Merasa sudah cukup istirahatnya, ketiga anak itu pergi ke tempat penyimpanan senjata dan mengambil senjata yang sudah dipersiapkan oleh penjaga disana. Senjata yang kali ini mereka pakai adalah panahan. Ketiga anak itu akan belajar membidik sasaran yang diam dan bergerak dengan mata yang terbuka dan tertutup. Setiap anak akan mendapatkan full satu kantung anak panah.

CL, Alex, dan LJ mengambil posisi mereka masing-masing, bersiap untuk memulai latihan.

"Baik. Di depan kalian ada dua buah apel dengan dua warna, warna hijau dan merah. Saya ingin kalian membidik apel warna hijau tanpa menjatuhkan apel warna merah.", ya di depan sana sudah ada satu tiang kayu dan satu batang kayu tipis sebagai tempat berdirinya kedua apel tersebut. Kalau dipikir secara logika, jika ada sedikit saja gerakan yang terjadi, maka kedua apel tersebut akan bersamaan. Ketiga anak itu harus berpikir secara cermat dan memperhitungkan kecepatan melesatnya anak panah mereka agar apel merah tidak jatuh dari tempatnya.

"Kalian siap?"

"Siap.", ketiga anak itu memosisikan busur dan anak panah di depan mereka. sebelum melepaskan tali busur, mereka menarik napas dan mencoba memfokuskan pandangan mereka ke apel hijau. Merasa sudah siap, mereka melepaskan tali busur dan anak panah pun melesat dengan cepat. Sasaran mereka tepat pada apel warna hijau, tapi batang kayu tipis itu sedikit bergetar dan membuat ketiga anak itu sedikit cemas. Kecemasan mereka sirna begitu saja ketika getaran itu berhenti. Hmm perhitungan yang tepat ya.

Sang pelatih tersenyum puas dengan hasil kerja ketiga anak itu. Dia tersenyum kepada anak-anak yang berada di sampingnya yang dibalas senyuman juga oleh mereka.

"Selanjutnya, kalian harus menghabisi seluruh apel warna merah tanpa menyentuh sedikit pun apel waran hijau.", sasaran mereka telah diubah. Kini ada dua baris apel dengan warna yang berselang seling, dan barisan itu bergerak dengan kecepatan sedang.

Ketiga anak itu memosisikan anak panah kembali dan memfokuskan pandangan mereka ke arah barisan apel yang bergerak. Menghelakan napas dan melesatkan anak panah mereka. Satu persatu anak panah mereka menjatuhkan apel berwarna merah dan menyisakan barisan apel berwarna hijau. Sekali lagi mereka membuat sang pelatih tersenyum puas.

Sesi ketiga, mata mereka akan ditutup dan mereka harus membidik apel apel yang dilemparkan ke atas. Sekarang mereka harus melesatkan lima anak panah dalam satu kali bidikan, dan semua itu harus mengenai lima buah apel yang dilemparkan. Dengan insting, mereka harus merasakan arah pergerakan apel apel tersebut.

Untuk yang ketiga kalinya pula, anak-anak itu berhasil membuat sang pelatih puas akan hasil bidikan mereka yang tepat pada sasaran.

"Saya bangga dengan kalian, terutama kau LJ. Dari semenjak kau dalam masa pelatihan sampai sekarang, saya bangga dengan kesempurnaan mu dalam hal membidik.", CL dan Alex mengacungkan ibu jari mereka ke arah LJ. "Saya bangga karena kalian bisa menggunakan perhitungan yang tepat, insting yang kuat, dan kefokusan kalian terhadap sesuatu. Saya harap kalian akan terus begini, atau kalau bisa ditingkatkan lagi."

avataravatar
Next chapter