webnovel

Ten

Ayu melirik hp nya yang tergeletak di meja, di samping keyboard. Dia sudah mengamati benda itu sejak tadi, sejak dia menekan tombol send. Pesan yang dia kirim sudah dibaca tapi masih belum ada balasan.

Apa aku sudah keterlaluan ya? Abis nolak sekarang nawarin pertemanan..

Wanita itu menghentikan sejenak pekerjaannya. Kantor sedang sepi. Teman-temannya sedang keluar makan siang, termasuk Nadya. Dia tidak ikut karena dia sudah membawa bekal. Lagi pula dia sedang tidak ingin kemana-mana.

"Kamu kok ga ikut teman-temannya makan siang?"

Sosok Arya sudah berdiri di samping mejanya. Ayu menoleh.

"Saya sudah makan kok pak. Saya bawa bekal.."jawabnya. Arya melengos, kemudian tersenyum kecut.

"Baru mau diajakin makan siang.. kayaknya saya telat lagi ya.." gumamnya. Ayu yang mendengar kata-katanya itu menjadi salah tingkah.

"Emm..oh iya pak. Saya sudah dapat rekomendasi kos-kosan buat bapak. Ada 2, satunya pas di samping kantor. Satunya lagi di gang depan kantor. Fasilitasnya kurang lebih sama. Ada AC, kamar mandi dalam, tempat tidur, lemari, TV, dan dapur kecil. Harganya bersaing.."jelas Ayu mencoba mengalihkan pembicaraan. Arya mendengarkan dengan seksama.

"Boleh juga. Kalo gitu, nanti kamu temenin saya liat kosan ya."

Ayu menatap wajah Boss barunya. Dia berharap pria itu bercanda tapi tidak. Pria itu serius meminta untuk ditemani. Karena ini permintaan atasan, Ayu pun mengiyakan.

"Ok kalo gitu. Nanti pas pulang kantor langsung ke ruangan saya ya."tutup Arya sambil menepuk pelan pundak Ayu, kemudian tersenyum dan berlalu dari hadapan wanita itu.

Hari itu pun berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah jam 5 sore. Beberapa temannya sudah beranjak pulang. Ayu ingat janjinya untuk menemani Arya melihat kos-kosan yang akan ditempati atasannya itu.

Ayu segera merapikan barang-barangnya, kemudian melirik hp nya untuk kesekian kalinya. Masih belum ada balasan.

"Kamu jadi nemenin pak Arya?" Tanya Nadya sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Ayu mengangguk, masih menatap layar hpnya. Nadya tersenyum.

"Dari tadi diliatin mulu. Lagi nunggu apa?" Goda Nadya, menyenggol pelan lengan sahabatnya itu. Ayu tidak bisa berbohong pada Nadya. Dia menceritakan tentang pesannya yang belum dibalas oleh Dimas.

"Mmm... mungkin dia lagi sibuk kali. Sabar aja."ujar Nadya berusaha meyakinkan sahabatnya yang sedang galau itu.

"Dia pasti marah deh. Masa kemarin aku main kabur aja dari kantornya trus sekarang malah ngajak temenan.."

Nadya tersenyum melihat sahabatnya. "Ya udah kalo gitu aku duluan ya.." Dia pun berlalu meninggalkan sahabatnya. Ayu segera bergegas menuju ruangan Arya.

Tok tok tok

Pintu terbuka. Arya berdiri di sana. Wajahnya yang tadi tegang langsung sumringah begitu dia melihat siapa yang mengetuk pintu ruang kerjanya.

"Udah siap?"tanyanya sambil menatap wanita berhijab di hadapannya. Ayu mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Bapak mau liat yang mana dulu?"

"Kayaknya saya lebih suka yang di sebelah kantor sih. Kita langsung ke sana aja ya.."

Mereka berdua pun berjalan beriringan menuruni tangga menuju lantai 1. Kantor sudah mulai sepi.

Mereka terus melangkah melewati lobby ke arah pintu utama, dan berhenti di samping mobil SUV berwarna hitam. Arya membukakan pintu untuk Ayu, membuat wanita itu bingung.

"Silahkan.." Arya mempersilahkan Ayu naik ke mobilnya. Wanita itu masih mematung. Dia tak pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya. Apalagi oleh atasannya.

"Yu?"Arya mengguncang pelan pundak wanita itu, membuatnya kembali ke alam sadarnya. Ayu mengangguk canggung, kemudian naik ke mobil besar itu.

Arya segera menutup pintu mobilnya lalu berjalan menuju kursi kemudi. Mata Ayu mengikuti langkah Arya sampai pria itu duduk manis di sampingnya.

"Sebenarnya kita bisa jalan kaki pak. Tempatnya cuma di sebelah situ kok." Ujar Ayu sambil melirik boss nya. Arya menoleh kemudian tersenyum.

"Ga papa. Sekalian mau pulang kan."

Ayu mengernyit. Apa boss nya ini berniat mengantarkannya pulang? Tapi masa motor kesayangannya ditinggal di kantor?

Mobil mulai berjalan perlahan, keluar dari pelataran parkir, kemudian belok ke kiri, masuk gang yang bisa dilewati 1 mobil. Gang itu berada di samping gedung kantor, hanya dipisahkan 1 rumah. Sekitar 5 rumah dari depan gang, mobil pun berhenti.

"Di situ pak. Mobilnya parkir di dalam aja.."

Arya menuruti saran Ayu. Mobil bergerak masuk ke dalam halaman yang cukup luas. Dia memarkirkan mobilnya tak jauh dari gerbang masuk.

Begitu turun dari mobil, matanya menyapu seluruh bagian bangunan berlantai 2 itu. Bangunan itu di cat berwarna putih, pagar dan balkonnya berwarna hitam. Di lantai bawah terdapat 5 kamar, dan ada 1 ruangan di bawah tangga yang terlihat seperti pos satpam. Ada seorang wanita paruh baya sedang duduk di sana.

"Selamat sore bu. Saya Ayu, yang tadi telpon. Mau liat kamar."

Wanita itu menoleh kemudian tersenyum, menyambut kedua tamunya.

"Saya Meiske. Yang punya kosan. Mmm.. tapi di sini kosannya untuk yang belum menikah dek."

Ayu kaget mendengar kata-kata wanita itu. "Aahhh.. kami bukan pasangan suami istri kok bu. Ini.. boss saya, dia yang mau ngekos di sini. Saya cuma nganterin aja kok."

Arya hanya terkikik di sampingnya. Ayu menoleh, membuat pria itu segera menutup mulutnya.

"Oohh..saya pikir kalian pasangan menikah. Maaf yaa. Mari ke lantai 2.."

Mereka berdua mengikuti langkah Bu meiske. Arya berusaha menahan tawanya sementara Ayu pasrah. Tak tahu harus bagaimana. Dia kesal karena boss nya itu tidak membantu menjelaskan kesalahpahaman tadi, tapi dia tak bisa menunjukkannya. Dia cukup sadar diri dengan posisinya.

"Mari silahkan masuk. Sudah saya rapikan." Ujar bu Meiske mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. Kamar itu cukup besar. Begitu masuk, mereka melihat sebuah dapur kecil di sebelah kiri pintu masuk. Ada kulkas 1 pintu yang diletakkan di sebelah mesin cuci. Sebelah kanan pintu masuk ada kamar mandi. Konsepnya minimalis. Ada shower, wastafel dan toilet duduk.

Setelah dapur dan kamar mandi, ada sebuah ruangan dengan tempat tidur berukuran Queen bed yang diletakkan di samping jendela. Di sampingnya ada lemari 3 pintu berwarna coklat. Televisi layar datar berukuran 32" di letakkan di dinding di depan tempat tidur. Secara keseluruhan, tempat itu lebih dari layak untuk ditinggali.

Drrrttt drrrrrttt

Ayu merasakan hp nya bergetar. Dia segera mengambil hp yang tadi di masukkan ke dalam tasnya. Matanya terbelalak menatap nama yang muncul di layar hpnya itu. Jantungnya berdebar cepat, kehangatan mengaliri sekujur tubuhnya.

Dia melirik Arya yang sedang asik mengobrol dengan bu meiske, kemudian menarik nafas panjang, menghembuskannya, lalu menekan tombol berwarna hijau dilayar.

"Assalamulaikum.."

"Waalaikum salam.. Ay.."

Suara Dimas terdengar di ujung telpon. Debaran Jantungnya semakin tak beraturan. Dia mencoba mengontrol debaran itu dengan menghirup dan menghembuskan nafasnya perlahan dan gagal.

"Maaf saya ganggu ya?"

"Ga kok.. ada apa mas?"

Pipi Dimas memerah mendengar suara wanita yang telah mencuri hatinya itu. Apa lagi wanita itu memanggilnya dengan sebutan 'Mas'.

"A-mm...soal.. soal chat mu tadi pagi.. saya setuju. Kita bisa mulai dari teman.." jawab Dimas tergagap.

"Tapi kamu tahu kan, tujuan awal saya untuk dekat sama kamu itu... bukan hanya sekedar teman?" Lanjutnya. Dadanya terasa berdesir. Dia tidak pernah segugup ini.

"Iya mas... Saya tahu.." jawab Ayu malu-malu. Seumur hidupnya dia tidak pernah berada di situasi seperti ini. Meskipun dulu dia pernah berpacaran, tapi ini pertama kalinya dia merasakan yang seperti ini. Perasaan yang tidak bisa dia gambarkan dengan kata-kata.

"Hmmm..kamu sudah pulang kantor?" Tanya Dimas. Dia berharap bisa bertemu dengan wanita itu hari ini. Tapi dia mencoba menahan diri. Dia tidak boleh terlalu agresif.

"Sudah mas. Tapi ini masih nemenin boss liat kos-kosan.."jawab Ayu apa adanya. Dia memang selalu seperti itu, tidak bisa berbohong. Dimas mengernyit.

"Boss mu cewek?" Tanya Dimas penasaran.

"Cowok." jawab Ayu singkat, membuat pria itu terdiam. Sesuatu di dalam dadanya terasa bergemuruh.

"Dari situ langsung pulang....atau.." Dimas menelan kata-katanya. Tiba-tiba rasa cemburu merasukinya. Padahal dia belum pernah bertemu dengan Boss dari wanita itu tapi dia sudah merasa kesal. Dia mencoba untuk menahan dirinya.

"Langsung pulang.."

Dimas merasa lega mendengar jawaban Ayu.

"Mmm... sabtu ini kamu ada acara ga?"

"Ga ada.. tapi saya kerja mas. Sampe jam 2 siang. Ada apa?"

"Ketemuan yuk. Saya ingin ngobrol sama kamu sambil makan atau...nongkrong di cafe..."

Ayu terdiam sejenak. Otaknya yang menjadi lambat saat berurusan dengan Dimas masih berusaha mencerna apa yang didengarnya barusan.

Apa sekarang Dimas sedang mengajaknya kencan? Setelah sekian lama malam minggunya akan terasa berbeda.

"Boleh.. di mana?"

"Saya jemput kamu aja, gimana?" Dimas mengulum bibirnya. Berharap wanita itu akan memberikan jawaban yang sesuai dengan harapannya.

"Chat aja tempatnya di mana nanti langsung ketemu di sana aja. Saya bawa kendaraan sendiri kok." Jawab Ayu.

Bahu Dimas terkulai. Hhh... seharusnya dia tidak berharap banyak. Selama ini wanita-wanita yang dekat dengannya selalu minta antar-jemput ke mana-mana. Tapi yang satu ini benar-benar berbeda.

"Oke.. kalo gitu hati-hati ya. Langsung pulang. Kalo udah nyampe rumah kasih kabar.. assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam..."

Ayu menatap layar hpnya. Tadi itu maksudnya apa? Debaran jantungnya masih tak beraturan. Kepalanya terasa berputar.

Meskipun dia tahu Dimas memiliki perasaan spesial untuknya karena pria itu sudah menyatakannya tanpa basa basi tempo hari tapi dia tidak menyangka kalau Dimas akan mengatakan hal-hal seperti itu.

Kehangatan mengaliri sekujur tubuhnya. Apakah tak apa-apa kalau dia berharap lebih pada pria itu? Apakah Dimas bisa menerima dia apa adanya? Dengan kondisi keluarganya yang seperti ini?

Mungkin sekarang Dimas menyukainya. Tapi nanti, saat dia tahu semuanya, apa dia masih akan memiliki perasaan yang sama?

"Yu? Ayu!"

Ayu tersadar dari lamunannya. Akhir-akhir ini dia jadi sering melamun. Dia menoleh. Arya menatapnya bingung.

"Kamu ga papa kan?" tanya Arya khawatir. Dia sudah beberapa kali memanggil nama wanita itu tapi sepertinya Ayu terlalu larut dalam pikirannya.

Arya menyadari sesuatu. Dari tadi dia mencuri dengar pembicaraan Ayu dengan seseorang di telponnya.

Sepertinya yang menelpon itu bukan teman biasa karena wajah wanita itu memerah tadi. Bahkan sampai sekarang pun masih. Tapi Arya tak ingin mencari tahu lebih jauh.

"Ga papa kok pak..jadi...gimana? Bapak suka di sini?"

"Iya...saya suka..." jawab Arya sambil menatap lembut wanita itu. Ayu tersenyum.

"Alhamdulillah... jadi kapan pindah ke sini pak?"

"Secepatnya. Paling lambat besok."

Arya masih menatap lekat wanita bermata indah itu. Ayu yang tak menyadari apapun hanya mengangguk kemudian tersenyum, membuat dada Arya berdesir.

Setelah berpamitan pada ibu kos, mereka berdua pun kembali ke kantor.

"Kamu yakin ga mau diantar pulang?"

Arya menatap wanita yang duduk manis di sampingnya. Wanita itu mengangguk mantap.

"Iya pak. Saya bawa motor kok. Ga mungkin kan motornya saya tinggal di sini. Nanti besok saya ke kantornya gimana?"jawab Ayu sambil membuka sabuk pengamannya.

"Kalo gitu hari sabtu ini saya traktir makan malam ya.. sebagai ucapan terima kasih."

Ayu yang kaget mendengar kata-kata Arya segera menoleh. Dia sudah ada janji dengan Dimas di hari itu.

"Maaf pak. Saya sudah ada janji. Lagian saya ikhlas kok bantuin bapak. Ga perlu sampai seperti itu.. " sebenarnya dia tidak enak menolak ajakan Arya. Atasannya itu sangat baik padanya. Tapi dia sudah ada janji duluan. Dia tidak mungkin membatalkannya demi Arya kan?!

Arya mengangguk. Apa yang dia pikirkan tadi ternyata benar. Orang yang menelpon Ayu bukanlah teman biasa. Dia pun merelakan wanita itu turun dari mobilnya, pulang sendiri dengan motornya.

Tapi, kalau itu pacar, kenapa orang itu tidak menjemputnya? Mungkin mereka baru di tahap pendekatan. Kalau memang seperti itu, berarti masih ada kesempatan kan..?